Setidaknya ada dua kabar baik yang muncul di industri asuransi Tanah Air pada akhir Mei 2021 dan awal Juni 2021. Dua kabar baik itu adalah sinyal rebound kinerja pendapatan premi kuartal I/2021 dari asuransi umum dan asuransi jiwa. Kenapa hanya dua, tidak tiga? Karena untuk kinerja asuransi syariah memang sudah positif pada tahun 2020 di tengah kondisi pandemi Covid-19. Kinerjanya pun kian membaik memasuki kuartal I/2021.
Pada periode Januari-Maret 2021, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat perolehan premi asuransi umum sebesar Rp20,78 triliun atau tumbuh sebesar 1,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2020 sebesar Rp20,47 triliun. Di pihak lain, nilai klaim yang dibayar industri asuransi umum mengalami penurunan sebesar 27,4 persen menjadi Rp6,73 triliun. Lini bisnis asuransi properti tercatat mendominasi perolehan premi dengan porsi 21,6 persen, disusul asuransi kendaraan bermotor sebesar 24,2 persen, dan asuransi marine cargo sebesar 5,6 persen. Porsi klaim terbesar disumbang oleh credit insurance sebesar 23,7 persen, disusul kendaraan bermotor 22,5 persen, dan properti sebesar 18,6 persen.
Untuk asuransi jiwa, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat perolehan premi industri pada kuartal I/2021 mencapai Rp57,45 triliun atau tumbuh 28,5 persen dibandingkan dengan periode sama 2020 sebesar Rp44,72 triliun. Dana investasi juga naik 14,1 persen menjadi Rp511,01 triliun dengan hasil investasi positif mencapai Rp2,44 triliun dibandingkan dengan kuartal I/2020 yang merugi Rp47,83 triliun. Adapun pembayaran klaim tercatat Rp47,68 triliun atau naik 23,5 persen.
Pencapaian yang impresif tersebut membuat total aset industri asuransi jiwa pada kuartal I/2021 tumbuh 9,9 persen menjadi Rp578,86 triliun yang membuat ketahanan industri asuransi jiwa dalam memberikan proteksi makin terjaga. “Tanda rebound mulai terlihat. Untuk menjaga konsistensi pertumbuhan dan momentum, semua pihak harus menjaga literasi dan tata kelola asuransi,” kata Ketua AAJI Budi Tampubolon.
Sementara itu, kontribusi bruto asuransi syariah pada kuartal I/2021 makin moncer yaitu tumbuh sebesar 45,2 persen menjadi Rp5,82 triliun. Porsi kontribusi bruto didominasi oleh asuransi jiwa sebesar 87,62 persen, asuransi umum sebesar 8,59 persen, dan reasuransi sebesar 3,79 persen.
Namun demikian, sinyal rebound dari industri asuransi umum dan asuransi jiwa serta tren bullish dari asuransi syariah tersebut tampaknya bakal menghadapi tantangan berat karena kasus positif Covid-19 justru kembali melonjak sehingga tingkat keterisian ruang perawatan rumah sakit mendekati over capacity. Data Satgas Covid-19 mencatat sejak 15 Mei 2021 jumlah kasus positif terus meningkat dari 2.385 per hari menjadi 12.990 per hari pada 18 Juni 2021. Sejalan dengan itu, jumlah kasus meninggal per hari juga naik menjadi 290 pada 18 Juni 2021 dari sebelumnya hanya 144 pada 15 Mei 2021.
Dalam Editorial edisi Mei 2021 bertajuk ‘Belajar Covid-19 dari Negeri Bollywood’, kami sudah mengingatkan potensi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 pascaperayaan Lebaran ini. Kasus ‘tsunami’ Covid-19 yang terjadi di India, sangat mungkin terjadi di Indonesia bila semua pihak tidak segera sadar dan bahu membahu untuk mengendalikan tren kenaikan ini. Selain mempercepat vaksinasi, penerapan protokol kesehatan secara ketat adalah cara yang ampuh untuk mengurangi penularan Covid-19.
Mudah-mudahan tren kenaikan Covid-19 ini dapat dikendalikan tanpa pemerintah harus memberlakukan kembali kebijakan lockdown atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah terbukti memiliki efek samping buruk terhadap perekonomian. Di luar masalah pandemi, tentu cara menjaga sinyal rebound industri asuransi adalah dengan meningkatkan literasi dan tata kelola asuransi. Pasalnya, tingkat literasi ini menjadi pintu masuk masyarakat untuk mengenal pentingnya asuransi, sedangkan tata kelola asuransi merupakan kunci penting agar perusahaan asuransi bisa memenuhi kewajibannya kepada nasabah. Bisnis asuransi adalah bisnis kepercayaan. Sekali tersakiti, maka orang akan antipati. Achmad Aris