Site icon Media Asuransi News

OJK, Reformasi Industri Asuransi dan Lembaga Penjamin Polis

    Kasus yang menimpa dua perusahaan asuransi jiwa besar di industri perasuransian Indonesia, tentunya sangat memukul pelaku bisnis asuransi, khususnya asuransi jiwa. Padahal, para pelaku bisnis asuransi sedang bekerja keras untuk meningkatkan literasi atau pemahaman terhadap asuransi setiap tahun. Misalnya melalui Hari Asuransi yang dimeriahkan setiap 18 Oktober atau Insurance Goes to Campus yang dilakukan secara bersama-sama perusahaan asuransi di seluruh Indonesia.

    Belum lagi upaya tiap perusahaan asuransi untuk menyadarkan pentingnya asuransi melalui program literasi masing-masing perusahaan di berbagai wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.

    Tidak mudah, tentunya, memahami asuransi dan apalagi mengelola perusahaan asuransi. Apalagi harus memecahkan masalah yang membelit suatu perusahaan asuransi, seperti yang dialami oleh perusahaan asuransi jiwa besar dengan produk asuransinya yang berbalut investasi. Semuanya butuh waktu untuk memahami, apalagi mengelola dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh suatu perusahaan asuransi yang sedang dibelit masalah. Tidak bisa instant. Tak heran kalau tokoh asuransi yang pernah menjadi Ketua Umum Dewan Asuransi (DAI) Hotbonar Sinaga mengungkapkan bahwa untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapai oleh suatu perusahaan asuransi, apalagi dengan kaliber triliunan rupiah, perlu diserahkan kepada ahlinya. Ia pernah menjadi eksekutif puncak yang mengelola perusahaan asuransi jiwa, asuransi umum, dan juga perusahaan asuransi sosial.

    Di tengah mencuatnya kasus perusahaan asuransi jiwa besar yang menarik perhatian masyarakat, ada angin segar dari Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Berbicara di Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2020 di Jakarta, ia mengungkapkan salah satunya mengenai reformasi di industri asuransi Indonesia.

  Setelah acara pertemuan tahunan OJK 2020 tersebut, Wimboh Santoso kepada wartawan menjelaskan bahwa reformasi industri asuransi di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan OJK mulai 2018. Ia mengatakan akan dilanjutkan dan butuh waktu lama, tak hanya selesai dalam setahun.

   Sedangkan mengenai lembaga penjamin pemegang polis, Wimboh Santoso mengatakan akan melakukannya setelah reformasi dilakukan dan selesai membereskan yang ada di industri asuransi. Ia mencontohkan industri perbankan yang butuh waktu cukup lama sejak krisis moneter 1998 dan kemudian membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

   Beberapa pelaku dan pengamat asuransi mengungkapkan betapa pentingnya untuk segera dibentuk Lembaga Penjamin Pemegang Polis di industri asuransi Indonesia. Tapi, tampaknya, Ketua
Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bahwa kalau belum beres dalam reformasi
di industri asuransi, maka lembaga penjamin polis tersebut akan berat dalam beroperasinya karena butuh dana yang besar pada awalnya.

   Mengacu kepada Undang-Undang Perasuransian 2014, BAB XI mengenai Perlindungan Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta, Pasal 53 Ayat 4, bahwa lembaga penjamin polis dibentuk paling lama tiga tahun setelah undang-undang perasuransian ini resmi diberlakukan. Tapi, tampaknya, sampai saat ini lembaga penjamin untuk para pemegang polis belum menjadi kenyataan.

   Memang, seperti dalam industri jasa keuangan lainnya, industri asuransi juga tidak bisa 100 persen sempurna. Masih harus ada pengawasan yang lebih baik dari otoritas perasuransian, meskipun harus juga memberi ruang untuk pertumbuhan yang membuat industri asuransi menjadi kuat dan bisa diandalkan. Lembaga penjamin polis adalah sesuatu yang menjadi harapan bagi pemegang polis atau peserta asuransi, seperti halnya nasabah bank yang simpanannya –tabungan, deposito, dan giro– dijamin oleh LPS. Karena, dengan adanya lembaga penjamin polis, maka ada optimisme bagi nasabah atau tertanggung asuransi untuk membeli asuransi dan investasinya bisa kembali aman. Mucharor Djalil

Exit mobile version