Media Asuransi, JAKARTA – Pada era digital dan modern saat ini, gawai (gadget) merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hal itu termasuk bagi anak bangsa khususnya kaum pelajar. Peningkatan dalam penggunaan gawai tersebut pun diiringi dengan fenomena pesatnya pertumbuhan pinjaman online (pinjol).
Namun sangat disayangkan fenomena tersebut tidak sejalan dengan peningkatan literasi digital dan keuangan di kalangan remaja. Memandang hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Indah Kurniawati menilai, perlu dilakukannya peningkatan literasi digital dan keuangan secara masif dan terstruktur.
Pasalnya pola hidup perilaku anak muda saat ini cenderung memiliki keinginan yang besar untuk memiliki sesuatu secara instan melihat mudahnya akses tanpa batas yang ditawarkan dan dimiliki dalam sebuah genggaman gawai.
|Baca: Dukung UMKM, UUS Bank DKI Fasilitasi Pembiayaan untuk Pembelian Kios di Pasar Rakyat Citayam
“Terkhusus kaum pelajar dan remaja yang sangat akrab dengan digital, gadget itu mereka pintar menggunakannya tapi juga harus disertai dengan peningkatan literasi keuangannya agar mereka tidak mudah untuk menerima tawaran yang to good to be true,” jelas Indah, dikutip dari laman resmi DPR, Minggu, 4 Februari 2024.
“Literasi keuangan yang bukan hanya paham menggunakan, tapi bagaimana memanfaatkan seluruh tawaran itu untuk hal yang perlu saja dan tetap dalam prinsip utamakan kebutuhan bukan keinginan,” tambah Indah.
Terhadap fenomena pinjol di kalangan pelajar, ia mengimbau, penting juga peran orangtua dalam hal ini untuk mengingatkan dan menjaga anak-anaknya agar tidak mudah terpengaruh dengan tawaran yang seolah-olah cepat dan gampang namun pada akhirnya dapat membuat penderitaan.
“Di samping peran pemerintah juga tentu perlu membuat regulator yang lebih ketat lagi, agar data itu tidak mudah diakses, diterima, bahkan disebarkan sehingga akses penawaran terhadap pinjol ilegal lebih sulit,” ucapnya.
“Pastikan pinjol itu pasti legal dan kemudian logis. Legal artinya apabila ada tawaran yang pertama bisa dikonfirmasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kemudian logis itu adalah sesuatu yang memang tidak wajar, jangan diikuti sebaiknya diabaikan,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma