Hal ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh pasal 4 ayat 3f yang menyebutkan bahwa yang dikecualikan dari objek PPh, “Adalah pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa”.
Baca juga: MARKET REVIEW: IDXFInance dan IDXEnergy Topang IHSG
Namun, bunyi pasal ini sedikit berubah pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang terbit tahun 2020 lalu. Pada UU Cipta Kerja pasal 4 ayat 3f, pasal ini berubah menjadi, “Pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, karena meninggalnya orang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa”.
Jadi, jika pada UU PPh pengecualian objek PPh adalah pembayaran klaim produk asuransi, yaitu asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, sementara pada UU Cipta Kerja pengecualian objek PPh adalah pembayaran klaim asuransi untuk kejadian tertentu, yaitu karena kecelakaan, sakit, karena meninggal, dan pembayaran asuransi beasiswa.
Apa dampak perubahan pasal ini?
Karena perubahan ini, banyak orang bertanya-tanya apakah klaim asuransi nantinya akan dikenakan pajak. Atas pertanyaan yang beredar di masyarakat ini, Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, menerangkan bahwa klaim asuransi yang dikenakan pajak PPh adalah selisih antara nilai tunai dan premi yang disetor.
Nilai tunai adalah sejumlah uang yang dapat dicairkan oleh pemegang polis pada saat tertentu. Nilai tunai ini berasal dari uang yang disetor oleh pemegang polis, lalu dikembangkan oleh perusahaan asuransi pada produk investasi. Nilai tunai biasanya terdapat di produk asuransi seumur hidup atau whole life, asuransi dwiguna atau endowment, dan asuransi investasi atau unitlink.
Hestu menerangkan, sebetulnya bunyi pasal 4 ayat 3f dalam UU Cipta Kerja tidak berubah secara substansial jika dibandingkan dengan pasal 4 ayat 3f dalam UU PPh. Seperti kita ketahui, ada dua manfaat yang ditawarkan oleh produk asuransi dewasa ini, yakni manfaat jika terjadi risiko dan manfaat investasi.
Hestu mengatakan, sejak dulu klaim atas risiko dalam produk asuransi dikecualikan dari objek PPh. Hanya saja, UU Cipta Kerja mempertegas lagi kejadian asuransi apa saja yang dikecualikan dari objek PPh. Klaim risiko yang bukan objek PPh antara lain klaim yang dibayar dalam masa asuransi atas kejadian kecelakaan, meninggal, dan dwiguna.
Akan tetapi, jika masa asuransi berakhir lalu pemegang polis menerima premi beserta manfaat investasi, maka selisih antara premi dengan manfaat investasi itulah yang menjadi objek PPh.
Baca juga:
Sebagai contoh, Agus menyetor premi asuransi jiwa selama 10 tahun senilai Rp500 juta. Pada tahun kesepuluh, Agus berniat mengakhiri polis asuransinya. Maka, dia menerima nilai tunai sebesar Rp1 miliar. Jadi, nilai tunai yang dikenakan PPh adalah sebesar Rp500 juta.
Meski ketentuan soal PPh klaim asuransi pada UU Cipta Kerja sudah disahkan, namun respons industri keuangan masih beragam soal hal ini. Mereka yang setuju, umumnya beralasan bahwa dewasa ini banyak produk asuransi yang menawarkan manfaat mirip-mirip dengan deposito.
Dengan begitu, deposito perbankan yang dikenakan bunga 20% kalah saing dengan klaim asuransi yang sebelumnya tidak dikenakan PPh. Maka, terbitnya ketentuan ini membuat deposito dengan klaim nilai tunai asuransi bersaing di level yang sama.
Namun, ada juga pihak yang kontra, yang umumnya berasal dari pemain industri asuransi. Mereka menilai, penempatan dana asuransi di instrumen investasi sebetulnya sudah dikenakan pajak. Sehingga, jika nasabah dikenakan pajak lagi atas nilai tunai yang mereka terima, maka terjadi pengenaan pajak ganda.
Asuransi tetap menarik dan penting dimiliki
Dengan penjelasan di atas, jelaslah bahwa ketentuan PPh klaim asuransi pada UU Cipta Kerja bertujuan mencegah adanya penghasilan di luar klaim risiko asuransi yang tidak terkena pajak.
Sementara, untuk klaim asuransi yang dibayarkan karena terjadi risiko, maka klaim tetap tidak dikenakan PPh. Dengan begitu, asuransi tetap menjadi produk yang menarik dan penting untuk dimiliki bagi Anda yang ingin mempersiapkan warisan untuk keluarga, proteksi biaya kesehatan, atau dana pendidikan untuk anak.
Semoga kini Anda sudah semakin paham mengenai pajak penghasilan klaim asuransi menurut UU Cipta Kerja ya. Aha (Edi)