Media Asuransi, GLOBAL – GlobalData, sebuah perusahaan data dan analitik terkemuka, memperkirakan tingginya biaya hidup akan terus menjadi tantangan utama bagi perekonomian Jepang menyusul pemberitaan bahwa perekonomian Jepang mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut pada kuartal IV/2023.
Ramnivas Mundada, Direktur Perusahaan dan Riset Ekonomi di GlobalData, menerangkan perekonomian Jepang menghadapi kendala yang signifikan dengan data terbaru yang menunjukkan kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. “Kontraksi tersebut, yang mencerminkan lemahnya permintaan dan rekor inflasi yang tinggi, telah membawa Jepang ke dalam resesi, ditambah dengan hilangnya posisinya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia karena digantikan oleh Jerman,” katanya dalam keterangan yang dikutip, Sabtu, 17 Februari 2024.
|Baca juga: Indonesia dan Jepang Sepakati Task Force Transisi Energi
GlobalData memperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jepang menjadi 0,76% pada tahun 2024 dari 1,9% pada tahun 2023, terutama disebabkan oleh lesunya permintaan dan meningkatnya biaya hidup.
“Pada kuartal keempat tahun 2023, perekonomian Jepang menyusut sebesar 0,1% setiap kuartal dan 0,4% setiap tahun, menyusul kontraksi masing-masing sebesar 0,8% dan 3,3% pada kuartal sebelumnya.”
Konsumsi swasta dan pemerintah masing-masing turun sebesar 0,2% dan 0,1%. Investasi masyarakat juga turun sebesar 0,7% dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun, ekspor neto memberikan kontribusi positif, dengan ekspor tumbuh sebesar 2,6% dibandingkan dengan peningkatan impor sebesar 1,7%. Kinerja perekonomian secara keseluruhan mencerminkan tantangan dalam mendorong permintaan domestik di tengah ketidakpastian global.
“Jepang menghadapi lonjakan inflasi paling signifikan dalam empat dekade pada tahun 2023, karena indeks harga konsumen inti naik sebesar 3,1%. Pada bulan Desember 2023 terjadi kenaikan indeks inti sebesar 2,3% dibandingkan tahun sebelumnya dan mencatat sedikit penurunan dari angka bulan November sebesar 2,5%,” jelas dia.
Tren inflasi tinggi yang berkepanjangan ini, yang berada di atas target Bank of Japan sebesar 2%, telah bertahan selama 21 bulan berturut-turut. Meskipun GlobalData memproyeksikan tingkat inflasi Jepang akan turun menjadi 2,7% pada tahun 2024 dari 3,2% pada tahun 2023, angka tersebut diperkirakan masih lebih tinggi dari target bank sentral.
|Baca juga: IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2024 Jadi 3,1 Persen
Apapun tantangannya, jelas Ramnivas, sisi positifnya adalah pasar saham Jepang terus melanjutkan tren kenaikannya, didorong oleh kuatnya pendapatan perusahaan dan keuntungan sektor manufaktur. Nikkei 225 menembus angka 38.000 untuk pertama kalinya sejak tahun 1990 pada 13 Februari 2024, dan mengungguli Wall Street dengan kenaikan 13% dalam enam minggu pertama tahun 2024.
“Selanjutnya, proposal Reformasi Pajak tahun fiskal 2024 untuk Jepang mencakup langkah-langkah untuk meningkatkan perekonomian dan mengatasi tantangan sosial. Hal ini mencakup pemotongan pajak bagi individu yang berlaku mulai Juni 2024, insentif untuk mendorong kenaikan upah, dukungan untuk produksi barang-barang strategis dalam negeri, pembuatan “Kotak Inovasi” untuk hak kekayaan intelektual, dan upaya untuk memperkuat ekosistem startup,” tutur Ramnivas.
Meskipun terjadi perkembangan positif, sambung dia, risiko tetap ada karena lemahnya sentimen ekonomi global, peningkatan inflasi, dampak perlambatan Tiongkok, dan ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung. Namun, reformasi pemerintah Jepang bertujuan untuk merevitalisasi perekonomian secara bertahap, dengan GlobalData memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi Jepang sedikit lebih cepat sebesar 0,9% pada tahun 2025.”
Editor: Achmad Aris