Era digital sudah merambah industri perasuransian. Para pelaku di asuransi pun terus meningkatkan sistem digital di perusahaannya. Hal ini pula yang tengah digiatkan oleh PT Jasa Mitra Pratama (JMP), perusahaan yang bergerak di Insurance Broker & Consultant. Sebagai wujud nyata, di awal tahun 2020, JMP bermitra dengan sebuah perusahaan insurtech bernama Qoala Insurance Technology.
“Suka atau tidak suka, digitalisasi akan melanda industri pialang asuransi. Kami harus memahami dan berubah ke arah bisnis digital. Saat ini sudah terdaftar di APPARINDO 10 perusahaan pialang asuransi yang telah bergerak digitalisasi, online,” kata Presiden Direktur PT Jasa Mitra Pratama, Ian Ramelan.
Pria yang sudah 25 tahun berkecimpung di industri asuransi ini mengakui bahwa era digital memang sudah terasa 5 tahun terakhir di Indonesia. Masyarakat sudah terbiasa dengan perkataan e-commerce, e-banking, e-learning, star-up, fintech, insurtech, dan lain-lain yang biasanya disebut bisnis online. “Sudah biasa untuk sebut ojek online, taksi online, Tokopedia, Traveloka, Fintech, dan Gofood. Hampir seluruh retailed bisnis sudah mengubah budaya marketingnya dengan online,” kata Ian sapaan akrabnya.
Pria yang gemar golf, bersepeda, dan berenang ini, memiliki target ada pengembangan teknologi informasi untuk industri asuransi di Indonesia. Pemilik gelar asuransi CIIB, ANZIIF (Snr.Assoc) CIP ini, mengakui persiapan digitalisasi dalam sebuah perusahaan adalah sumber daya manusia yang handal dan permodalan atau investasi keuangan harus cukup tersedia.
“Digitalisasi itu tidak murah dan perlu pembiayaan yang terus menerus, yang sudah pasti hasil pendapatan cukup lumayan. Di samping itu pada saat pandemi Covid-19 ini daya saing marketing digital makin ketat. Memang awal-awal digitalisasi perlu promosi di mana-mana atau istilahnya ‘bakar uang’, tapi saat ini sudah menurun dan yang penting punya strategi yang tepat,” papar penggemar lagu-lagu Rolling Stone, Beatles, dan Queen ini.
Agar generasi milenial tertarik berkarier di perasuransian, menurut Ian, kita harus dapat memahami karakter, cara berpikir, dan gaya hidup milenial. “Jangan sampai industri asuransi tidak dipercaya karena tidak membayar klaim dengan seribu satu alasan. Kemudian, membeli asuransi tidak bertele-tele atau repot dan banyak persyaratan. Asuransi mudah diakses (digital by online), serta dapat memberi kepuasan kepada klien atau nasabah,” papar bapak 1 puteri bernama Nadine Aisha ini.
Terkait profesionalisme SDM di perasuransian, Ian mengatakan bahwa dalam upaya meningkatkan profesionalitas SDM asuransi, ada beberapa hal yang harus dilakukan, di antaranya patuh terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai SDM.
“Selain itu, terlalu banyak sertifikat keahlian yang dikeluarkan oleh asosiasi-asosiasi profesi, seharusnya ada satu badan bersama (OJK Institute) mempersatukan pendidikan profesi untuk semuanya. Serta, perlu dipikirkan pendidikan bersama untuk ASEAN dan mungkin lebih luas lagi secara internasional, karena sudah terasa pembatasan negeri tidak terasa dengan adanya teknologi informasi (online),” papar pemilik motto hidup: ‘Kehidupan adalah ibadah & berguna untuk semuanya’ ini. Wahyu Widiastuti