– Sulawesi Utara terkenal dengan wisata baharinya. Siapa yang tak kenal dengan pesona terumbu karang yang subur di Bunaken? Sebuah destinasi favorit bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Begitu juga dengan Pulau Lihaga maupun Pantai Lakban Ratatotok yang begitu indah. Namun, di Tanah Minahasa ini juga terdapat destinasi pegunungan yang tak kalah menariknya untuk dikunjungi. Bersama rombongan PT Reasuransi Maipark (MAIPARK) pada pertengahan Oktober 2017 lalu, penulis menikmati suasana damai di Tomohon, kota yang diapit oleh dua gunung api, Lokon dan Mahawu.
– Kota Tomohon terletak di ketinggian sekitar 900-1100 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tomohon sendiri berasal dari kata Tou mu’ung, daerah yang berpenduduk asli dari Etnis Tombulu, salah satu dari delapan etnis asli Minahasa.
–Bagi Anda yang menginap dan berangkat dari Kota Manado, ada baiknya memulai perjalanan menuju Kota TomoSehari Menikmati Damai dan Romantisnya Alam Tomohonhon sepagi mungkin, mengingat jarak antara dua kota tersebut kurang lebih 25 kilometer, dengan jarak tempuh sekitar satu jam perjalanan mobil. Sangat disayangkan, jika tidak merasakan suasana pagi hari dengan udara pegunungan yang sejuk dan segar serta hamparan pegunungan yang bermandikan pancaran keemasan sinaran mentari, menyapa seluruh insan yang berada di kota berpenghuni sekitar 88 ribu jiwa tersebut.
– Sebagai alternatif, Anda dapat menginap di salah satu penginapan di Kota Tomohon, di antaranya di Alamanda Lokon Resort yang berada tidak jauh dari kaki Gunung Lokon. Tempat ini memiliki padang rumput yang luas. Sangat cocok bagi Anda yang ingin menggelar berbagai acara seperti outbond, gathering, atau sekadar berselfie ria dengan background Gunung Lokon yang gagah mempesona.
– Kami, rombongan peserta Geo Ekskursi MAIPARK, menginjakkan kaki di Alamanda pukul 08.30 waktu setempat. Kesan pertama saat turun dari kendaraan adalah sapaan hangat Kota Tomohon dengan pemandangan hijau menyelimuti pegunungan di sekitarnya. Suasana Tomohon terasa begitu damainya setelah beberapa lama terayun-ayun di perjalanan yang berkelok menanjak dan menurun. – Setelah beristirahat sebentar, instruktur perjalanan, Budi Brahmantyo mulai memperkenalkan profil Gunung Lokon. Gunung ini merupakan salah satu gunung api di Sulawesi Utara yang aktivitasnya kerap kali mencemaskan warga Kota Tomohon. Gunung Lokon ini memiliki dua puncak, Puncak Lokon (1.579 mdpl) dan Empung (1.340 mdpl). Yang unik dari Gunung Api Lokon ini adalah keberadaan kawahnya (Kawah Tompaluan) yang berbeda dengan gunung lain pada umumnya. Posisi Kawah Tompaluan tidak tepat dipuncaknya melainkan di pelana dua puncak kembar gunung ini.
– Tidak puas dengan hanya memandang pesona Lokon dari kaki gunung api, Tim berangkat menuju lereng Gunung Mahawu yang biasa disebut dengan Bukit Doa. Perjalanan dari Alamanda menuju tempat ini tidak memakan waktu lama, sekitar 20 menit saja. Namun yang membikin bulu kuduk bergidik adalah tanjakan yang ditempuh sangat curam. Tidak disarankan sopir baru mengendarai kendaraan menuju lokasi ini.
– Meskipun harus memacu adrenalin untuk menuju kawasan tersebut, perjalanan itu cukup mengasyikkan dengan rimbunnya hutan alami di kiri dan kanan jalan yang menyelimuti kawasan seluas lebih kurang 40 hektare ini. Aroma dedaunan hijau berikut sapaan semilir anginpun membangunkan energi positif pengunjung.
– Dari Bukit Doa terpampang jelas gagahnya Gunung Lokon bersama kembarannya, Gunung Empung yang menjaga kedamaian Kota Tomohon. Memandangi bentangan kota ini dari ketinggian seakan membawa pengunjung ke nuansa lain, nuansa damai yang menyelinap di setiap pori-pori bumi berselimutkan rona-rona hijau pepohonan. Suasana sejuk dan segar yang tidak akan ditemukan di kota metropolitan yang penuh polusi. Begitu indah.
–Bagi masyarakat Tomohon, Bukit Doa bukan saja menjadi tempat memandangi kotanya dari ketinggian, melainkan lokasi ini juga terdapat Kapel Bunda Maria (Chapel of Mother Mary) sebagai tempat pemberkatan bagi pasangan pengantin ataupun lokasi pre wedding. Beranjak ke arah Timur Kapel, terdapat sebuah arena yang persis seperti tribun gladiator kuno di Roma. Tempat ini bernama Amphitheater. Sebuah arena yang sering dipergunakan sebagai tempat diselenggarakannya pentas seni dan budaya.
–Berkeliling menikmati suasana bukit doa membuat para pengunjung merasa ada yang kurang, yaitu acara ‘ngopi-ngopi’. Jangan khawatir, di kawasan ini juga tersedia sebuah kantin cukup besar yang menyediakan berbagai minuman hangat dan dingin. Soal makanan, tentunya pisang goreng khas Manado jadi andalan.
–Tibalah saatnya sang instruktur, Budi, beraksi. Ahli Geologi ITB ini menjelaskan keberadaan Kota Tomohon diantara gunung api aktif serta bahayanya. Para peserta menyimak dengan khidmat keunikan-keunikan Gunung Lokon dan Tomohon. Mendengar penjelasan dari Budi, perjalanan wisata gunung ini terasa semakin menarik. Rasa penasaran dengan misteri yang ada di dataran tinggi Tomohon ini terbayarkan.
– Namun ada yang mengganjal, yaitu ingin tahu cara memantau keaktifan gunung-gunung api di sekitar Tomohon. Untuk itu, anggota tim berangkat menuju Pos Pengamatan Gunung Api Sulawesi Utara. Di tempat itu, Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Lokon dan Mahawu Farid Ruskanda Bina, memberitahu kami bagaimana cara mendeteksi aktivitas gunung api yang berada di sekitar kota Tomohon.
– Tak terasa hari sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Saatnya mengisi perut yang sudah mulai berkeruyuk. Restoran yang menjadi pilihan adalah Okoy Flower Garden (OFG) yang dapat ditempuh berjalan kaki dari Pos Pengamatan Gunung Api. Di restoran milik artis Angel Karamoy ini, anda dapat memilih menu ikan khas Manado. Mulai dari ikan woku, ikan cakalang rica-rica, ataupun ikan goreng dan bakar.
– Menyantap makan siang di pinggir kolam renang di tempat ini menjadi kenangan tersendiri dalam perjalanan ini. Sembari mendengarkan suara aliran air di sungai kecil yang terdapat di sisi restoran, Anda juga dapat merasakan sensasi memberi pakan ikan yang menunggu lambaian tangan para pengunjung. Saatnya berbagi makanan dengan ikan-ikan tersebut, sekalipun yang Anda makan itu juga ikan.
– Tidak mungkin terhanyut dengan suasana Restoran OFG, karena rombongan harus mengunjungi destinasi selanjutnya, tepat pukul 13.00 WITA ketua regu mengumumkan untuk naik ke kendaraan masing-masing, menuju Kawah Gunung Mahawu. Penduduk setempat menamainya dengan Gunung Mahawu karena dari kawah gunung aktif ini sering keluar abu vulkanik.
– Kurang lebih selama setengah jam, sopir kembali memperlihatkan kelihaiannya memainkan setir di arena jalanan yang meliuk-liuk, hingga kami diturunkan di suatu tempat yang menjadi gerbang masuk ke kawasan kawah Gunung Mahawu. Dari tempat ini para pengunjung harus berjalan kaki menaiki ratusan anak tangga menuju bibir kawah. Sekitar 10 menit perjalanan normal, namun jika ada yang butuh istirahat, di sepanjang rentetan anak tangga telah dibangun beberapa shelter untuk melepas lelah.
– Setiba di ujung anak tangga berarti telah berada puncak gunung, Anda akan disambut oleh sebuah gardu yang berada tepat di tepi Kawah Mahawu. Untuk menaiki gardu ini, para pengunjung harus kembali meniti beberapa anak tangga besi. Dari atas gardu ini, Anda dapat melihat dengan jelas dasar kawah yang sebagian kontur tanahnya terlihat berlapis, efek dari letusan gunung api. Dari tempat ini, bau seperti telur busuk semerbak mampir ke hidung masing-masing pengunjung. Namun jangan salah sangka, bau itu adalah bau belerang yang terdapat di dalam kawah.
– Di Kawah Mahawu ini, terdapat dua gardu yang letaknya berseberangan. Dari gardu yang kedua, pengunjung dapat memandang ke arah utara dengan view Kota Tomohon, Gunung Lokon, dan Kota Manado yang terlihat sangat jelas. Dan di ujung sana, di tengah laut, mata Anda akan dimanjakan dengan pemandangan Gunung Manado Tua serta Pulau Bunaken yang mengundang decak kagum. Hamparan alam yang sangat fantastis.
–Setelah puas mengelilingi kawah sembari menikmati pemandangan dari puncak Gunung Mahawu, tepat pukul 15.00 WITA, saatnya rombongan beranjak ke lokasi selanjutnya. Tujuan terakhir adalah Danau Linow yang merupakan bekas aliran lava Gunung Tondano yang meletus ratusan tahun lalu (saat ini sudah menjadi Kaldera Tondano). Dari Gunung Mahawu menuju Danau Linow memakan waktu sekitar 40 menit.
– Kata Linow sendiri berasal dari bahasa Minahasa “Lilinowan” yang berarti tempat berkumpulnya air. Katanya, warna air danau ini sewaktu-waktu dapat berubah menjadi hijau, biru, atau kuning kecoklatan, tergantung dari pembiasan dan pantulan sinar matahari yang dipengaruhi oleh unsur belerang yang terdapat di dasar danau. Oleh karena itu, para pengunjung dilarang berenang di danau ini, dikhawatirkan akan berefek fatal terhadap kulit.
– Berkunjung ke Danau Linow menjadi pengalaman yang mengesankan dalam perjalanan ini. Di pinggir danau, pengunjung dapat menikmati keindahan natural yang sajikan oleh alam. Sembari menyeruput kopi di sore hari, kecantikan dan romantisnya Danau Linow sangat layak untuk tidak dilupakan selamanya.
– Hari pun beranjak sore, matahari menunjukkan keinginannya untuk undur diri pada hari itu. Saatnya kembali ke penginapan. Beristirahat sembari mengingat kembali keindahan dan keseruan berwisata gunung di sekitar Kota Tomohon. B. Firman
Sehari Menikmati Damai dan Romantisnya Alam Tomohon
