Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 sekitar 5,05 persen, kemudian akan tumbuh sedikit lebih tinggi yakni sebesar 5,1-5,5 persen di tahun 2020 mendatang. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Endy Dwi Tjahjono mengatakan bahwa secara umum BI optimistis pada 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik.
Dia mengakui, saat ini memang tak dapat mengambil lompatan untuk pertumbuhan jangka panjang. Namun yang dapat diperbaiki sedini mungkin berasal dari sisi supply, melakukan alih teknologi, dan sumber daya manusia. “Itulah memang harus dilakukan. Kalau tidak, kita akan tertinggal terus,” katanya saat berdiskusi dengan wartawan dalam kegiatan Pelatihan Wartawan Ekonomi di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), 9 Desember 2019.
Oleh sebab itu, Endy menegaskan bahwa fokus kebijakan BI dalam enam bulan terakhir sudah akomodatif. Menurut dia, pada 2020 kemungkinan besar stance kebijakan dari Bank Indonesia juga masih akan longgar dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Endy juga menyatakan sampai dengan kuartal ketiga 2019, investasi di Indonesia memang masih tumbuh melambat akibat sikap wait and see dari pelaku usaha. “Memang waktu awal 2019 mereka wait and see menunggu Pemilu, siapa yang akan jadi pemenang. Setelah ada pemenang, mereka tunggu menteri. Setelah menteri terpilih, mereka menunggu programnya seperti apa. Jadi masih wait and see sampai saat ini,” katanya
Di sisi lain, untuk sektor usaha yang berorientasi ekspor, saat ini memang belum ada kenaikan permintaan akibat perekonomian global yang melemah. Kondisi perdagangan global turut mendorong pengusaha di dalam negeri mengambil sikap wait and see. Endy menyatakan saat ini situasi global memang belum memberi sinyal perbaikan dan memiliki kecenderungan masih menurun. Salah satu sumber ketidakpastian global ini adalah perang dagang Amerika Serikat dan China yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Selain itu, Presiden Donald Trump juga mengancam menaikkan tarif pada Prancis, Argentina, dan Brasil. Akibatnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia pun mengalami koreksi dari yang semula diprediksi. “Pertumbuhan global menurun, dari 2018 tumbuh 3,6 persen, kini hanya diperkirakan tumbuh 3,0 persen, yang sudah diturunkan dari proyeksi semula sebesar 3,2 persen,” ujar Endy.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan bahwa ketika terjadi perlambatan ekonomi global, Indonesia sebenarnya masih tergolong aman. Menurut dia, ketika ekonomi dunia melemah, negara yang terpukul duluan adalah yang export-oriented dan negara-negara yang terlibat di dalam global value chain. Indonesia relatif tidak terlalu banyak terlibat dalam kegiatan ekspor, juga minim terkait dalam global value chain atau global supply chain. “Sehingga ketika ekonomi negara lain seperti China, Jepang, dan negara Uni Eropa mengalami pelemahan, kita relatif terisolasi, tetapi tidak imun. Kita masih bisa tumbuh di atas lima persen,” katanya.
Walau demikian, menurut Ryan, perang dagang Amerika Serikat dan China yang berlarut-larut, pasti berimbas ke perekonomian negara lain, termasuk Indonesia. Amerika Serikat dan China adalah negara mitra dagang terbesar Indonesia, sehingga saat perekonomian kedua negara melambat, juga turut memengaruhi ekspor Indonesia. Akan tetapi, besarnya dampak perlambatan ekonomi akibat perang dagang Amerika Serikat dan China ke Indonesia masih lebih rendah dibanding pengaruhnya ke Jepang, Korea, dan India.
“Kesimpulannya, setiap perlambatan ekonomi Amerika dan China bersamaan, akan mendiskon pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,32 persen,” kata Ryan. Dia jelaskan lebih lanjut, setiap satu persen perlambatan ekonomi Amerika Serikat akan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen. Sementara itu, tiap satu persen perlambatan ekonomi China akan berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,27 persen. “Bila ekonomi Amerika Serikat dan China melambat, Indonesia juga terdampak. Karena kedua negara ini cross ride dengan Indonesia,” jelasnya. S. Edi Santosa