Site icon Media Asuransi News

Pasar Obligasi Diprediksi Tumbuh Tinggi

   Kinerja pasar finansial Indonesia menjelang berakhirnya tahun 2017 masih menunjukkan arah positif. Pertumbuhan pasar obligasi Indonesia mencapai double digit di tahun 2017 yang diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2018. Peningkatan peringkat utang Indonesia oleh Fitch Ratings dari sebelumnya BBB- menjadi BBB dengan outlook stabil, merupakan salah satu pendorongnya.
–   PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memprediksi pasar obligasi korporasi akan terus tumbuh hingga mencapai Rp158 triliun pada tahun 2018 dengan asumsi ekonomi tumbuh 5,2 persen, dan inflasi serta tingkat suku bunga tetap rendah. “Masih menariknya pasar obligasi karena bunga yang rendah serta dengan sudah disematkan peringkat investment grade,” kata Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra di Jakarta, akhir Desember 2017. Dia perkirakan obligasi korporasi akan lebih banyak diterbitkan oleh perbankan dan perusahaan pembiayaan yang memandang pendanaan dari sektor riil masih belum berkembang.
–   Data yang dipaparkan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) ada pertengahan Desember 2017 menunjukkan bahwa pertumbuhan pasar obligasi Indonesia mencapai angka 15,79 persen (year to date/ytd) per November 2017. Ini melampaui pertumbuhan pasar obligasi di sebagian besar negara di wilayah Asia. Angka pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan pasar obligasi di negara berkembang sebesar 7,75 persen ytd dan global sebesar 7,02 persen ytd. Selain itu, pasar saham Indonesia juga tumbuh 12,37 persen ytd per November 2017. Tim investasi MAMI memperkirakan bahwa tren positif pertumbuhan Indonesia ini masih akan terus berlanjut di tahun 2018.
–  Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI Ezra Nazula mengatakan bahwa beragam faktor positif dari domestik masih akan terus menTinggidukung pertumbuhan pasar obligasi Indonesia di tahun 2018. “Kami memperkirakan inflasi di tahun 2018 akan berada di kisaran 3,3-4,2 persen. Dengan tingkat inflasi di level tersebut, maka tingkat imbal hasil investasi di Indonesia yang enam persen masih akan menarik investor asing untuk berinvestasi di pasar obligasi Indonesia. Tentunya faktor tingkat inflasi yang terjaga, kenaikan peringkat sovereign rating, dan aliran dana investor asing masih akan menjadi faktor dominan yang akan ikut mendorong kinerja pasar obligasi Indonesia,” katanya.

–   Sementara dari sisi global, Ezra meyakini bahwa ada beberapa faktor yang masih harus dicermati, seperti reformasi perpajakan dan kenaikan suku bunga Amerika Serikat oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed).   “Di tahun 2018, diperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali, masing-masing 25 basis points (bps).   Selain itu, diumumkannya Jerome Powell sebagai Fed Chairman yang baru menggantikan Janet Yellen disambut gembira oleh pasar. Para pelaku pasar memperkirakan karakter Powell yang cenderung lebih berhati-hati akan membuat pengambilan keputusan kebijakan kenaikan suku bunga menjadi lebih smooth dan dilakukan secara gradual, sambil mencermati perkembangan dan dampak yang terjadi,” tambahnya.
–  Sementara itu dari sisi domestik, Chief Economist & Investment Strategist MAMI Katarina Setiawan memperkirakan di tahun 2018 justru akan terjadi peningkatan aktivitas perekonomian, yang didukung oleh faktor domestik dan global. “Faktor pendukung dari domestik adalah adanya pengeluaran anggaran Pilkada dan Pemilu, peningkatan subsidi pemerintah, dan peningkatan belanja pemerintah, termasuk untuk persiapan Asian Games. Beragam hal tersebut akan membantu meningkatkan kinerja emiten yang berorientasi ke pasar domestik,” katanya.
–   Lebih lanjut Katarina menuturkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang kuat menjadi daya tarik untuk mengembalikan minat investor asing ke Indonesia, setelah pada periode 2017 terjadi outflow yang cukup besar di pasar saham. ”Ini akan menunjang kenaikan harga saham, dimulai dengan emiten-emiten berkapitalisasi pasar besar,” ujarnya.
–  Terkait dengan adanya Pilkada serentak dan ‘tahun pemanasan’ menjelang Pemilu dan Pilpres di tahun 2019, Katarina menjelaskan bahwa londisi menjelang pemilihan presiden kali ini sangat berbeda dengan tiga periode sebelumnya. Kali ini, di tahun 2018 atau satu tahun jelang pemilu, kondisi perekonomian global sangat kondusif. Sementara pada tahun 2003 atau satu tahun menjelang pemilu 2004, perekonomian global baru mulai pulih dari kejatuhan dot-com era dan 9/11 di Amerika Serikat. Sedangkan satu tahun menjelang pemilu 2009, dunia sedang dilanda krisis global, dan satu tahun menjelang pemilu 2014, Asia sedang dilanda ‘demam’ akibat US Taper Tantrum.

–  Dengan sejumlah kondisi itu, kalangan korporasi diperkirakan akan tetap melanjutkan agendanya untuk turun ke pasar modal sesuai rencana. Hal itulah yang akan membuat penerbitan obligasi di tahun 2018 diperkirakan tetap marak dilakukan. S. Edi Santosa

Exit mobile version