Site icon Media Asuransi News

AASI Proyeksikan Kinerja Asuransi Syariah Tumbuh 10 persen di 2021

Media Asuransi – Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mencatatkan pertumbuhan kontribusi premi industri asuransi syariah di Indonesia pada kuartal III/2020 ini mengalami pertumbuhan positif walaupun sangat tipis, yaitu 1,8 persen dengan pendapatan kontribusi sebesar Rp11,96 triliun. Hingga akhir tahun 2020, AASI optimistis dengan proyeksi pertumbuhan kinerja industri asuransi syariah sebesar 2,0 persen dengan kontribusi sebesar Rp17,04 triliun. Sedangkan untuk tahun 2021 nanti, AASI memproyeksi pertumbuhan di angka 10 persen, dengan pendapatan kontribusi premi di sekitar Rp18,71 triliun.

OJK Terbitkan SEOJK Baru tentang Tata Kelola BPR

 Hal tersebut disampaikan oleh Ketua AASI, Tatang Nurhidayat pada saat menjadi pembicara dalam webinar Insurance Outlook 2021: Prospek Pertumbuhan Ekonomi, Perbankan, Multifinance, Pasar Modal, dan Asuransi 2021 dengan tema “Mengejar Pertumbuhan, Seiring dengan Optimisme Pengendalian Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan oleh Media Asuransi secara virtual, Kamis, 17 Desember 2020.

Dalam webinar tersebut, Tatang juga menjelaskan, jika dikelompokkan antara Asuransi Umum Syariah, Asuransi Jiwa Syariah, dan Reasuransi Syariah, kinerja industri ini mengalami pergerakan yang berbeda-beda. Untuk asuransi jiwa syariah, lanjut Tatang, di akhir tahun 2020 ini diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 4 persen. Sedangkan untuk asuransi umum syariah, diproyeksi akan mengalami pertumbuhan negatif. Begitu juga dari sektor reasuransi syariah.

“Pertumbuhan industri asuransi syariah di tahun 2020 ini mengalami pertumbuhan positif, itu artinya peningkatan tersebut di-generated oleh pertumbuhan asuransi jiwa syariah,” ungkap Tatang.

Dia tambahkan, untuk tahun 2021 nanti, AASI memproyeksikan pertumbuhan kontribusi asuransi jiwa syariah sebesar 9,8 persen, dari Rp14,47 triliun menjadi Rp15,89 triliun. Sedangkan untuk asuransi umum syariah diproyeksi akan mengalami rebound di angka 8,8 persen, begitu juga dengan reasuransi syariah yang diprediksi meningkat hingga 11,3 persen.

Pada kesempatan tersebut, Tatang juga menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan bisnis asuransi syariah di tahun 2021 dilandaskan oleh point-point yang menjadi booster untuk industri asuransi syariah. Antara lain, yang pertama, insiatif pemerintah dalam pengembangan ekonomi syariah serta halal value chain, aksi korporasi lembaga jasa keuangan syariah di luar asuransi berupa konversi atau lain sebagainya, peningkatan literasi sistem keuangan syariah yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, dorongan kewajiban pemisahan unit syariah atau spin off, dan ketentuan atau inisitatif lain seperti adanya qanun Aceh.

Untuk tantangan industri asuransi syariah, Tatang menjelaskan bahwa ada beberapa challenge yang dihadapi oleh pelaku bisnis asuransi syariah diantaranya dari sisi produk motor vehicle, karena penjualan produk kendaraan bermotor di tanah air mengalami penurunan dan tentunya memberikan pengaruh terhadap asuransi kendaraan bermotor. Begitu juga tantangan iklim investasi yang mengalami penurunan dari berbagai sektor.

Tantangan berikutnya, lanjut Tatang, dari sisi asuransi kredit dan pembiayaan yang mengalami pasang surut sebagaimana yang terjadi juga pada lini asuransi ini di asuransi konvensional. Ditambah lagi dengan tantangan digitalisasi yang harus ditingkatkan, yaitu selain mengejar yang sudah tertinggal industri asuransi syariah juga mesti mengejar prospek yang akan datang.

“Satu lagi PR yang menjadi tatangan kita adalah yang terkait dengan social distancing pada saat sekarang ini, yang juga dialami oleh industri secara umum,” ujarnya.

Untuk risiko bisnis asuransi syariah di tahun 2021, terutama pada unit syariah perusahaan asuransi atau reasuransi,Tatang mengungkapkan bahwa selain dari tantangan mencapai porsi bisnisnya, bisnis asuransi syariah juga memiliki target kelayakan dalam skala industri untuk bisa menjadi sebuah perusahaan asuransi syariah. “Jadi selain dari risiko asuransinya, kami juga memiliki risiko atas industrinya. Apakah unit-unit syariah di perusahaan asuransi itu mampu mengusahakan dengan batas jangka waktu yang ada, untuk dapat mencapai skala ekonomi tertentu sebagai patokan kelayakan menjadi sebuah perusahaan asuransi syariah,” tandas Tatang. Edi

Exit mobile version