Media Asuransi – Bank Indonesia memprakirakan perekonomian global tumbuh lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang kembali meningkat seiring penyebaran varian delta Covid-19 di sejumlah negara.
Kenaikan pertumbuhan ekonomi tercatat di Amerika Serikat (AS) dan Kawasan Eropa seiring dengan percepatan vaksinasi serta berlanjutnya stimulus fiskal dan moneter, sementara pertumbuhan ekonomi China tetap tinggi. Prospek ekonomi India dan kawasan ASEAN diprakirakan lebih rendah seiring dengan penerapan pembatasan mobilitas untuk mengatasi peningkatan kembali kasus Covid-19.
“Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi ke atas prakiraan pertumbuhan ekonomi global tahun 2021 menjadi 5,8 persen dari sebelumnya sebesar 5,7 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam jumpapers secara daring, Kamis, 22 Juli 2021.
|Baca juga: Gubernur Bank Indonesia: Vaksinasi Covid-19 Dorong Perekonomian Global
Bank Indonesia (BI) mencatat volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga diprakirakan lebih tinggi sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global meningkat didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap peningkatan penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap prospek ekonomi dunia, serta antisipasi terhadap rencana kebijakan pengurangan stimulus moneter (tapering) the Fed.
“Kondisi tersebut mendorong pengalihan aliran modal kepada aset keuangan yang dianggap aman (flight to quality), sehingga mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia,” tutur Perry.
Pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan lebih rendah dari sebelumnya pasca penyebaran varian delta Covid-19. Hingga kuartal II/2021, perbaikan ekonomi terus berlanjut, terutama didorong oleh peningkatan kinerja ekspor, belanja fiskal dan investasi non bangunan. Perkembangan sejumlah indikator dini pada Juni 2021, seperti penjualan eceran dan PMI, mengindikasikan pemulihan ekonomi domestik yang masih berlangsung.
|Baca juga: BI: Kontraksi Perekonomian Global Berlanjut
Pada kuartal III/2021, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih rendah sehubungan dengan kebijakan pembatasan mobilitas yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi peningkatan penyebaran varian delta Covid-19. Penurunan pertumbuhan terutama terjadi pada konsumsi rumah tangga karena terbatasnya mobilitas, di tengah peningkatan stimulus bantuan sosial oleh Pemerintah, dan tetap kuatnya kinerja ekspor.
Sementara itu pada kuartal IV/2021, pertumbuhan ekonomi diprakirakan kembali meningkat didorong oleh peningkatan mobilitas sejalan dengan akselerasi vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan, berlanjutnya stimulus kebijakan, dan terus meningkatnya kinerja ekspor. Secara spasial, penurunan pertumbuhan ekonomi tercatat lebih kecil di luar Jawa, khususnya Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), didukung dengan kinerja ekspor yang kuat. “Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 menjadi 3,5 persen hingga 4,3 persen, dari proyeksi sebelumnya 4,1 persen hingga 5,1 persen,” kata Gubernur BI.
Bank Indonesia juga memprakirakan bahwa Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. Defisit transaksi berjalan kuartal II/2021 diprakirakan tetap rendah, didukung oleh surplus neraca perdagangan sebesar 6,30 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya sebesar 5,56 miliar dolar AS.
Kinerja positif tersebut ditopang oleh peningkatan ekspor komoditas utama seperti CPO, batubara, besi dan baja, serta kendaraan bermotor, di tengah kenaikan harga komoditas dunia. Perbaikan ekspor terjadi di Sumatera, Sulampua, dan Jawa.
Sementara itu, neraca modal diperkirakan mengalami surplus didukung oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing dan investasi portofolio. Investasi portofolio pada kuartal II/2021 mencatat net inflow sebesar 4,28 miliar dolar AS. Namun demikian, memasuki kuartal III (hingga 19 Juli 2021), investasi portofolio mencatat net outflow sebesar 0,70 miliar dolar AS sejalan ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.
|Baca juga: Cadangan Devisa Juni 2021 Meningkat
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2021 tercatat sebesar 137,1 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 9,2 bulan impor atau 8,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan pada 2021 diprakirakan tetap rendah di kisaran 0,6 persen hingga 1,4 persen dari PDB, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia.
Perry Warjiyo mengatakan bahwa dengan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia, pergerakan nilai tukar Rupiah relatif terkendali, di tengah kembali meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Nilai tukar Rupiah pada 21 Juli 2021 melemah 0,29 persen secara point to point dan 1,14 persen secara rerata dibandingkan dengan level akhir Juni 2021.
“Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut dipengaruhi penyesuaian aliran modal keluar dari negara berkembang yang didorong oleh perilaku flight to quality, di tengah pasokan valas domestik yang masih memadai,” jelasnya.
Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 21 Juli 2021 mencatat depresiasi sekitar 3,39 persen year to date (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020. Relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand. “Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter, dan ketersediaan likuiditas di pasar,” kata Gubernur BI.
Sementara itu terkait dengan inflasi, Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), termasuk menjaga pasokan selama implementasi kebijakan pembatasan mobilitas. Inflasi diprakirakan akan berada dalam kisaran sasarannya 3,0 +1 persen pada 2021 dan 2022. Edi