Media Asuransi – PT Barito Pacific Tbk (BRPT) tercatat masuk menjadi penghuni baru 3 indeks bergengsi sekaligus yaitu IDX30, LQ45, dan IDX80. Apa gerangan penyebabnya sehingga Henan Putihrai Sekuritas pun menginiasi BRPT dengan peringkat buy dengan target harga Rp1.080.
Melalui riset company update yang dikutip Media Asuransi, Selasa, 27 Juli 2021, analis Henan Putihrai Sekuritas, Robertus Yanuar Hardy, mengatakan bahwa inisiasi BRPT dengan peringkat buy pada TP 1080, menyiratkan 10,0/9,3x dari rasio EV/EBITDA 21F/22F-nya.
“Kami memperkirakan EBITDA 2021 perseroan dapat tumbuh 60,7% year on year (yoy) menjadi Rp12,6 triliun (US$875,8 juta), karena dasar yang rendah pada 2020 dan hasil interim kuartal I/2021 yang menggembirakan sebesar Rp3,51 triliun (US$242,9 juta),” jelasnya.
|Baca juga: BEDAH SAHAM: Prospek Saham BBCA Setelah Cuan Rp14,5 Triliun
Oleh karena itu, pada enterprise value 21F/22F sebesar Rp100,3 triliun/Rp97,9 triliun (Rp75,6 triliun kapitalisasi pasar saat ini), BRPT diperdagangkan pada valuasi yang cukup murah hanya 8,0/7,4x dari rasio EV/EBITDA 21F/22F-nya, dibandingkan dengan perusahaan petrokimia/geothermal global lainnya yang saat ini diperdagangkan pada rata-rata 10,8/10,3x dari rasio EV/EBITDA-nya.
Lebih lanjut Robertus menjelaskan bahwa EBITDA BRPT pada kuartal I/2021 melonjak 225% yoy menjadi US$242,9 juta dari US$74,8 juta di kuartal I/2020 karena efek dasar yang rendah menyusul kejatuhan 67% pada harga minyak mentah WTI dari US$61/barel pada akhir Desember 2019 menjadi hanya US$20/barel pada akhir Maret 2020.
“Saat itu, beberapa harga jual produk petrokimia perseroan turun lebih dalam dari harga minyak acuan. Namun, profitabilitas BRPT pada kuartal I/2021 berhasil pulih menyusul rebound harga minyak menjadi US$59/barel pada akhir Maret 2021 dan sekarang sudah berada di US$72/barel. Rasio cakupan bunga kuartal I/2021 meningkat menjadi 5,1x dari hanya 2,6/1,7x pada FY20/1Q20.”
|Baca juga: BEDAH SAHAM: Menebak Prospek Bisnis AKR Corporindo (AKRA)
BRPT merupakan induk dari beberapa perusahaan yang bergerak di bidang petrokimia dan energi. Grup secara efektif memiliki 47% saham Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang berkontribusi sekitar 60% terhadap EBITDA konsolidasinya. TPIA memegang 100% pangsa kapasitas produksi produk ethylene, pygas, crude C4, butadiene, styrene, MTBE, dan butene-1 di Indonesia. Perseroan juga memegang lebih dari 50% pangsa LLDPE (67%), polypropylene (63%), karet sintetis (62%), dan HDPE (57%). Sebagai pemimpin pasar dalam lingkungan pasokan yang terbatas, TPIA memiliki keunggulan untuk menerapkan strategi harga yang lebih baik.
Di segmen energi, BRPT secara efektif memiliki 67% dari Star Energy Group Holdings Pte Ltd, yang diklaim sebagai operator panas bumi terbesar di tanah air dan terbesar ketiga di dunia dengan kapasitas terpasang 875MW di tiga aset operasi: Wayang Windu (Wilayah Bandung, Jawa Barat), 227MW kapasitas terpasang dengan pilihan untuk diperbesar menjadi 400MW, Salak (Wilayah Sukabumi & Bogor, Jawa Barat), 377MW kapasitas terpasang dengan pilihan untuk diperbesar menjadi 495MW, dan Darajat (Wilayah Garut & Bandung, Jawa Barat), 271MW kapasitas terpasang dengan pilihan untuk diperbesar menjadi 330MW.
Perseroan juga memiliki 2 aset eksplorasi di Sekincau (Lampung) dan Hamiding (Halmahera). Star Energy berencana untuk meningkatkan kapasitasnya menjadi 1.200MW pada tahun 2028, dan saat ini telah berkontribusi sekitar 40% terhadap EBITDA konsolidasi Grup.
Melalui PT Indo Raya Tenaga (34% kepemilikan efektif), BRPT juga sedang dalam proses untuk membangun PLTU 2.000 MW, bekerja sama dengan PLN dan Korea Electric Power Corporation (KEPCO), yang dijadwalkan akan beroperasi secara komersial pada semester I/2025.
Adapun risiko-risiko investasi yang perlu dicermati saat berinvestasi pada saham BRPT ini adalah pertama, pendapatan yang lebih rendah dari US$2,9 miliar/US$3,1 miliar (Rp42,3 triliun/Rp44,4 triliun) pada 21F/22F. Kedua, EBITDA yang lebih rendah dari US$875,8 juta/US$923,1 juta (Rp12,6 triliun/Rp13,2 triliun) pada 21F/22F. Aca