Bank Indonesia (BI) akan berusaha untuk menjaga kestabilan makro ekonomi agar perekonomian dapat tumbuh 5,1-5,5 persen di tahun 2018 dan tumbuh 5,2-5,6 persen di tahun 2019. BI juga berkomitmen menjaga angka inflasi tetap rendah, karena harus diusahakan agar jangan sampai ekonomi tumbuh tinggi, namun inflasi juga tetap tinggi. Hal ini disampaikan Deputi Gubernur (BI) Sugeng dalam acara pelatihan wartawan ekonomi dengan tema Kondisi Perekonomian Terkini dan Respon Kebijakan BI yang diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat, 23-25 Februari 2018.
Sugeng mengakui bahwa ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintah BI ke depan. Salah satunya wacana kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yakni Federal Reserve (The Fed). Selain itu, beberapa negara lain termasuk Eropa juga berencana menaikkan suku bunganya, bahkan ada yang saat ini telah menaikkan. “Ini tantangan bagi Bank Indonesia, dari sisi domestik kita mengharapkan adanya konsolidasi korporasi dan bisa berjalan dengan baik,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Sugeng juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan hingga Januari 2018 baru mencapai tujuh persen (year on year/yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit per Desember 2017 yang mencapai 8,2 persen. Menyikapi kondisi ini, BI terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong perbankan dalam penyaluran kredit. “Kami masih yakin pertumbuhan kredit 2018 itu di atas 10 persen,” ujarnya.
Sugeng menambahkan, salah satu upaya bank sentral adalah dengan mendorong penurunan beban operasional perbankan. Dengan demikian, perbankan dapat lebih efisien dan memiliki ruang untuk menurunkan bunga kredit, sehingga berdampak pada meningkatnya permintaan kredit oleh masyarakat. “Kredit bank memang sekarang terus dilakukan peningkatan. Kerja sama terus dilakukan. Kami memiliki pertemuan regular dengan OJK bagaimana bisa menekan biaya operasional bank dan bagaimana bisa menyalurkan kredit korporasi agar terus baik,” paparnya. Edi