PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) hanya membukukan pertumbuhan laba sebesar 1,8 persen per September 2016, dari Rp18,3 triliun di periode yang sama tahun lalu menjadi Rp18,6 triliun. Perolehan laba ini didorong oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang tumbuh 16,8 persen menjadi Rp48,6 triliun. Sedangkan perolehan fee base income (FBI) tumbuh 25,9 persen menjadi Rp6,6 triliun. “Pertumbuhan bunga bersih yang mencapai double digit tentu tak terlepas dari kenaikan kredit, terjaganya kualitas kredit, dan menurunnya biaya dana,” kata Direktur Utama BRI Asmawi Syam jumpa pers di Jakarta, 25 Oktober 2016.
Pertumbuhan NII yang mencapai double digit tersebut tak lepas dari kenaikan penyaluran kredit, terjaganya kualitas kredit, dan menurunnya Cost of Fund (CoF) yang disebabkan oleh meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) khususnya (Current Account Saving Account/ CASA). Sedangkan untuk pertumbuhan FBI yang juga mencapai double digit, terutama didorong oleh meningkatnya fee yang berasal jasa layanan administrasi pinjaman, trade finance, transaksi e-banking, dan jasa perbankan lainnya (non kredit).
BRI berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp603,5 triliun per September 2016 atau meningkat 16,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp519 triliun. “Pertumbuhan kredit ini jauh diatas rata-rata industri perbankan yang mencapai 6,8 persen,” kata Pertumbuhan penyaluran kredit tertinggi di sektor ritel sebesar 22,2 persen mencapai Rp123,1 triliun. Kemudian kredit ke sektor mikro yang meningkat sekitar 20,3 persen, dari Rp170,2 triliun menjadi Rp200,4 triliun. Kredit ke sektor UMKM mencapai Rp435,2 triliun atau meningkat sebesar 14,8 persen dari Rp379,2 triliun di periode yang sama tahun lalu. Sementara untuk kredit konsumer tumbuh 12,9 persen, dari Rp85,8 triliun menjadi Rp96,8 triliun.
Asmawi menambahkan, selama sembilan bulan pertama di 2016 ini jumlah nasabah kredit (debitur) BRI mengalami kenaikan satu juta nasabah. Jumlah tersebut, melampui target RKAP September 2016 yang telah ditetapkan perseroan. “Tambah satu juta nasabah peminjam, dari 7,6 juta menjadi 8,6 juta. Paling besar dari mikro,” ujarnya. Menurutnya, tambahan nasabah tersebut mayoritas adalah peminjam baru dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang meningkat tajam.
Dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) BRI tumbuh 8,8 persen yoy menjadi Rp665,5 triliun. Dari total DPK yang berhasil dihimpun, 57,6 persen di antaranya dalam bentuk (current account saving account/CASA) atau dana murah seperti giro dan tabungan yang tumbuh sebesar 11,7 persen yoy menjadi Rp383,4 triliun. Sedangkan deposito yang tercatat tumbuh sebesar 5,3 persen yoy menjadi Rp282,1 triliun. Dengan komposisi yang seperti itu, BRI berhasil menurunkan cost of fund (COF)-nya dari 4,3 persen di kuartal ketiga 2015 menjadi 3,9 persen di kuartal ketiga 2016.
Sementara itu, pertumbuhan fee based income tercatat sebesar 25,9 persen yoy menjadi Rp6,6 triliun. Pertumbuhan tersebut didominasi oleh peningkatan fee yang berasal dari jasa administrasi kredit sebesar 113,6 persen yoy menjadi Rp740 miliar. Kemudian diikuti oleh fee yang berasal dari transaksi trade finance yang tumbuh sebesar 58,8 persen yoy menjadi Rp614 miliar. Sedang fee yang berasal dari transaksi e-banking sebesar Rp1,6 triliun atau tumbuh sebesar 42,2 persen yoy. Serta ditambah dari fee yang berasal dari jasa kegiatan perbankan lainnya (non kredit).
Terkait dengan target kerja di tahun 2016 ini, BRI berencana akan tetap meningkatkan portofolio kreditnya secara selektif dan prudent sesuai dengan kondisi perekonomian dengan kisaran target pertumbuhan sebesar 13-15 persen. Dari sisi pendanaan, perseroan akan tetap fokus pada penghimpunan DPK murah dan penerbitan obligasi dengan suku bunga yang kompetitif. Edi