Media Asuransi – Pandemi Covid-19 telah membawa kesulitan keuangan bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia dan dunia. Namun, ternyata ada segelintir orang yang justru kekayaannya bertambah di tengah bencana yang menimpa dunia.
Majalah Forbes melalui The Real-Time Billionaires List merilis daftar orang terkaya di dunia, termasuk Indonesia yang kekayaannya mengalami kenaikan selama wabah Covid-19 menyebar. Meski daftarnya tidak mengalami perubahan berarti.
Baca juga: Luncurkan Layanan Estate Planning, DBS Sasar Nasabah Super Kaya Milenial
Pemuncak daftar orang terkaya di Indonesia masih dipegang oleh pemilik Djarum Group, Hartono bersaudara. Berikut adalah daftar lengkap 10 orang terkaya di Indonesia versi Forbes.
1. Robert Budi Hartono
Berdasarkan data Forbes per 3 Agustus 2021, kekayaan Robert Budi Hartono mencapai US$18,4 miliar atau mengalami kenaikan US$342 juta (1,89%) dari periode sebelumnya. Posisinya belum tergoyahkan sebagai orang terkaya Indonesia dalam beberapa tahun belakangan.
Robert Budi Hartono atau yang memiliki nama asli Oei Hwie Tjhong lahir di Semarang, 28 April 1941 dan kini berusia 80 tahun adalah seorang pengusaha Indonesia. Ia merupakan anak kedua dari pendiri perusahaan Djarum yaitu Oei Wie Gwan. Robert merupakan keturunan Tionghoa-Indonesia. Kakaknya bernama Michael Bambang Hartono alias Oei Hwie Siang.
Selain Djarum, Robert dan Michael adalah pemegang saham terbesar di PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Mereka berdua melalui Farindo Holding Ltd menguasai 51% saham BCA. Selain itu, mereka juga memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 65.000 hektar di Kalimantan Barat sejak tahun 2008, serta sejumlah properti di antaranya pemilik Grand Indonesia dan perusahaan elektronik.
Salah satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Perusahaan Polytron kini juga memproduksi ponsel yang sebelumnya hanya memproduksi AC, kulkas, produk video dan audio, serta dispenser.
Melalui perusahaan yang baru dibuat yakni Ventures Global Digital Prima, Global Digital Niaga (Blibli.com), mereka juga membeli Kaskus, situs Indonesia yang paling popular. Robert juga sangat menyukai olahraga bulu tangkis. Bermula dari sekadar hobi, ia kemudian mendirikan PB Djarum pada tahun 1969. Salah satu pemain bulu tangkis yang berasal dari PB Djarum adalah Liem Swie King, yang terkenal dengan julukan “King Smash”.
2. Michael Budi Hartono
Menurut data terbaru Forbes hingga 3 Agustus 2021, kekayaan Michael Budi Hartono sebesar US$17,7 miliar atau mengalami kenaikan US$328 juta atau naik 1,89% dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Michael Bambang Hartono atau Oei Hwie Siang lahir di Semarang, Jawa Tengah, 2 Oktober 1939 dan berumur 81 tahun adalah salah seorang pemilik perusahaan rokok kretek Indonesia, Djarum.
Bambang dan adiknya, Robert Budi Hartono, mewarisi Djarum setelah ayah mereka, Oei Wie Gwan, meninggal pada tahun 1963. Oei Wie Gwan meninggal tidak lama setelah pabrik rokok Djarum terbakar habis.
Dua bersaudara ini kemudian bahu membahu mengibarkan bendera Djarum sampai ke luar negeri. Saat ini Djarum mendominasi pasar rokok kretek di Amerika Serikat, jauh melebihi Gudang Garam dan Sampoerna.
Selain industri rokok, saat ini Bambang dan Budi merupakan pemegang saham terbesar dari Bank Central Asia (BCA). Mereka berdua melalui Farindo Holding Ltd menguasai 51% saham BCA. Selain itu, mereka juga memiliki perkebunan sawit seluas 65.000 hektar di Kalimantan Barat sejak tahun 2008, serta sejumlah properti di antaranya pemilik Grand Indonesia dan perusahaan elektronik.
3. Prajogo Pangestu
Mengutip Forbes, kekayaan Prajogo Pangestu mencapai US$6,5 miliar atau mengalami kenaikan US$322 juta (5,21%) dibandingkan periode sebelumnya. Posisi tangga kekayaannya tidak berubah sejak 2019.
Prajogo Pangestu atau yang bernama asli Phang Djoen Phen lahir di Sungai Betung, Bengkayang, Kalimantan Barat, 13 Mei 1944 dan saat ini berusia 77 tahun adalah seorang pengusaha Indonesia. Dirinya merupakan taipan perkayuan terbesar di Indonesia sebelum krisis ekonomi 1997.
Baca juga: Kinerja Emiten Farmasi dan Barang Konsumsi Menguat
Bisnisnya berawal di akhir 70-an di Djajanti Timber Group dan membentuk Barito Pacific. Menurut laporan, pernah mendapatkan konsesi hutan sebanyak 6 juta hektar lebih.
Operasi pemotongan kayunya sekarang jauh lebih kecil dari sebelumnya, tetapi kekayaannya masih tertimbun di PT Tri Polyta Indonesia Tbk, produsen ‘polypropylene’ terbesar di Indonesia berkongsi dengan Kartini Muljadi. Pada tahun 2019, Forbes menempatkannya sebagai orang terkaya ke-3 di Indonesia dengan kekayaan bersih US$7,6 miliar.
4. Sri Prakash Lohia
Berdasarkan data Forbes, kekayaan Sri Prakash Lohia sebesar US$6,3 miliar atau naik US$137 juta (2,23%) dibandingkan periode sebelumnya.
Sri Prakash Lohia lahir di Kolkata, India, 11 Juli 1952 dan saat ini berumur 69 tahun adalah pendiri dan ketua Indorama Corporation. Indorama Corporation adalah perusahaan petrokimia dan tekstil.
Lohia lahir dan besar di India, tetapi menghabiskan sebagian besar masa hidup profesionalnya di Indonesia sejak tahun 1974. Pada tahun 1973, Lohia pindah ke Indonesia bersama ayahnya, Mohan Lal Lohia, dan merintis Indorama Synthetics.
Perusahaan tersebut mulai memproduksi benang pintal tahun 1976. Pada 1991, Indorama Synthetics melakukan diversifikasi dan merambah industri serat poliester. Kemudian resin poliester botol (PET) mulai diproduksi tahun 1995.
Tahun 2006, Lohia mengakuisisi pabrik olefin terintegrasi di Nigeria dan saat ini merupakan perusahaan petrokimia terbesar di Afrika Barat sekaligus produsen olefin terbesar kedua di benua Afrika.
Indorama Corporation adalah perusahaan holding utama milik Lohia yang berkantor pusat di Singapura. Pada tahun 2012, Lohia dianugerahi Pravasi Bharatiya Samman Award (Overseas Indian Award) oleh Presiden India.
5. Jerry Ng
Menurut Forbes, kekayaan Jerry Ng senilai US$4,6 miliar atau mengalami penurunan US$207 juta (4,33%) dibanding periode sebelumnya.
Jerry Ng lahir di Pontianak, Indonesia, 2 Juli 1965 dan saat ini berusia 54 tahun adalah seorang bankir kawakan yang inovator. Julukan bankir inovator pantas disematkan kepadanya karena berbagai terobosan dan inovasi yang dia lakukan baik selama dia memimpin PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (Bank BTPN), hingga menjadi pemilik PT Bank Artos Indonesia Tbk.
Selang 8 bulan setelah mengundurkan diri dari posisinya sebagai Direktur Utama Bank BTPN, Jerry Ng dalam kapasitasnya sebagai pemilik dan Direktur Utama PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia, memutuskan untuk mengakuisisi 51% saham PT Bank Artos Indonesia Tbk, bersama Wealth Track Technology Limited, perusahaan yang dimiliki oleh Sugito Walujo (co-founder Northstar Group dengan dana kelolaan lebih dari US$2 miliar) melalui Ares Wonder Group.
Bank Artos dijadikan Jerry Ng sebagai bank digital dan sempat dirumorkan menjadi Bank Gojek atau Go Bank, namun hingga kini belum ada kerja sama eksklusif dengan platform teknologi manapun.
Sebelumnya, Jerry Ng malang melintang di dunia perbankan Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Jerry Ng pernah menjabat sebagai Deputi Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk sejak Mei 2001 hingga Mei 2002, kemudian menjadi Direktur PT Bank Danamon Indonesia Tbk (tahun 2003-Mei 2005), Wakil Direktur Utama PT Bank Danamon Indonesia Tbk (tahun 2005-September 2007), Direktur Utama Bank BTPN (Juli 2008 hingga Januari 2019).
6. Chairul Tanjung
Mengutip data Forbes, kekayaan Chairul Tanjung mencapai US$4 miliar atau mengalami kenaikan US$21 juta (0,53%) dibandingkan periode sebelumnya.
Prof drg Chairul Tanjung MBA lahir di Jakarta, 18 Juni 1962 dan saat ini berusia 59 tahun adalah pengusaha asal Indonesia. Ia menjabat sebagai Menko Perekonomian menggantikan Hatta Rajasa sejak 19 Mei 2014 hingga 20 Oktober 2014. Namanya dikenal luas sebagai pengusaha sukses yang memimpin CT Corp.
Chairul Tanjung memulai bisnisnya ketika ia kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Sempat jatuh bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya. Kini perusahaan konglomerasi miliknya CT Corp, menjadi sebuah perusahaan yang membawahi beberapa anak perusahaan seperti Trans Corp, Bank Mega, dan CT Global Resources.
Saat ini, Chairul Tanjung juga menjadi direksi beberapa perusahaan, yaitu Pariarti Shindutama, CT Corp, dan Para Rekan Investama.
Di bawah Para Group, Chairul memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial, antara lain Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega, Mega Capital Indonesia, Bank Mega Syariah, dan Mega Finance. Sementara di bidang properti dan investasi, perusahaan tersebut membawahi Para Bandung Propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah Investindo, dan Mega Indah Propertindo.
Di bidang penyiaran dan multimedia, Para Group memiliki Trans TV, Trans7, Mahagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans Studio. Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central Business District pada 1999.
Sementara di bidang investasi, pada awal 2010 Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp membeli sebagian besar saham Carrefour Indonesia, yakni sejumlah 40%. MoU (memorandum of understanding) pembelian saham Carrefour ini ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di Prancis.
7. Eddy Kusnadi Sariaatmadja
Menurut informasi Forbes, kekayaan Eddy Kusnadi Sariaatmadja sebesar US$3,8 miliar atau mengalami penurunan US$14 juta (0,38%) dibandingkan periode sebelumnya.
Eddy Kusnadi Sariaatmadja lahir di Jakarta, 23 Agustus 1953 dan sekarang berumur 67 tahun adalah pengusaha asal Indonesia. Saat ini, Eddy Kusnadi Sariaatmadja juga menjadi direksi beberapa perusahaan, seperti PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek), PT Adikarsa Sarana, PT Prima Visualindo, PT Property Guru Group dan PT TCL Indonesia.
Kemampuan bisnis yang dimiliki Eddy, menyumbangkan kejayaan bagi Emtek Group. Emtek Group adalah pemilik saham yang besar dari stasiun TV swasta SCTV.
Pada tahun 2006 lalu, aset yang dimiliki PT Surya Citra Media Tbk yang menaungi SCTV mampu meraih keuntungan hingga senilai Rp1,82 triliun. Penjualan bersihnya mencapai Rp1,2 triliun. Keluarga Eddy Kusnadi mampu menguasai saham SCTV sebesar 78,69%.
Tahun 2005, Eddy membeli saham SCTV sebanyak 473 unit dan mayoritas kepemilikan PT Surya Citra Media berada di tangan Eddy. Selain itu, Eddy Kusnadi membeli saham dari PT Citrabumi Sacna milik Henry Pribadi serta PT Indika Multimedia milik Agus Lasmono, putra salah satu pendiri SCTV. Kontrol media pertelevisian SCTV berada di bawah kendali Emtek Group.
Gerakan bisnis yang dikelola Eddy merupakan keberhasilan gemilang. Emtek Group telah mengakuisisi stasiun televisi Indosiar, salah satu anggota dari the big four dalam bisnis media pertelevisian di Indonesia. Sistem manajemen yang diterapkan dalam bisnisnya, merupakan kemampuan yang baik. Saat ini, PT Indosiar Visual Mandiri (IVM) berada dalam kendali PT Surya Citra Media Tbk.
8. Dato Sri Tahir
Forbes melaporkan jika kekayaan Dato Sri Tahir mencapai US$3,4 miliar atau mengalami penurunan US$15 juta (0,44%) dibanding periode sebelumnya.
Dato’ Sri Prof Dr Tahir MBA terlahir dengan nama Ang Tjoen Ming di Surabaya, 26 Maret 1952 dan saat ini berumur 69 tahun, adalah seorang pengusaha di Indonesia, investor, filantropis, sekaligus pendiri Mayapada Group, sebuah holding company yang memiliki beberapa unit usaha di Indonesia.
Unit usahanya meliputi perbankan, media cetak dan TV berbayar, properti, rumah sakit dan rantai toko bebas pajak/duty free shopping (DFS). Ia menjadi dikenal karena mampu menjadi orang terkaya kedua belas di Indonesia dan seorang filantropis yang mampu menyumbangkan US$75 Juta untuk kesehatan.
Pengalaman dan keberaniannya dalam berbisnis pada akhirnya membawanya menjadi seorang pengusaha muda. Dia dikenal sebagai pengusaha ulet dan memiliki bisnis yang cukup beraneka ragam dan semuanya sukses. Dari garmen, lambat laun Tahir muda mulai berani memasuki bidang bisnis lain, dia masuki bidang keuangan.
Diawali dari Mayapada Group yang didirikannya pada tahun 1986, bisnisnya merambat dari dealer mobil, garmen, perbankan, sampai di bidang kesehatan. Tahun 1990 Bank Mayapada lahir menjadi salah satu bisnis andalannya. Ketika itu, bisnis garmen Mayapada tidak lagi tumbuh, justru bisnis banknya maju pesat.
Saat krisis ekonomi tahun 1998 menghantam negeri, banyak bank pemerintah maupun swasta yang ambruk. Namun di tengah situasi berbahaya seperti itu, Bank Mayapada tetap bertahan, malah masuk ke pasar saham di Bursa Efek Jakarta.
Aktivitas perbankan Bank Mayapada tidak lumpuh karena ia tidak mengambil kredit dari bank asing sebesar bank-bank di Indonesia pada waktu itu. Bank Mayapada saat itu masih berfokus pada pengucuran kredit usaha kecil.
Bank Mayapada terus agresif ketika melihat dirinya sukses menghadapi krisis moneter. Dengan investasi asing seperti AS, UAE, dan Singapura, banknya kini memiliki lebih dari 100 cabang di penjuru Indonesia.
Selain perbankan, Mayapada Group masih melanjutkan ekspansinya.
9. Djoko Susanto
Berdasarkan data Forbes, kekayaan Djoko Susanto sebesar US$2,3 miliar atau mengalami kenaikan US$30 juta (1,28%) dibandingkan periode sebelumnya.
Djoko Susanto lahir dengan nama Kwok Kwie Fo, 9 Februari 1950, di Jakarta, adalah seorang pengusaha asal Indonesia. Ia merupakan pemilik grup Alfamart, bisnis ritel dengan minimarket konsep. Pada 2014, Forbes menempatkan ia pada urutan 27 dari 50 orang terkaya di Indonesia
Ia melanjutkan kemitraan dengan Putera Sampoerna hingga 2005. Bisnis rokoknya, 70% dari bagiannya untuk kemudian dijual Sampoerna Altria termasuk bagiannya pada bisnis ritel yang dijalankan oleh Djoko.
Altria tidak menginginkan bisnis ritel dan kemudian menjual saham mereka ke Northstar, tapi Djoko kemudian membeli saham dari Northstar, membuatnya memiliki bagian terbesar dari 65%. Dia kemudian mengembangkan bisnis ritel Alfa Supermarket yang saat ini di bawah pengelolaan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, mereka menjalankan lebih dari 5.500 toko di bawah beberapa merek seperti Alfamart, Alfa Express, Alfamidi, dan Lawson.
Pada 2007, ia mendirikan Alfamidi dengan badan hukum bernama PT Midimart Utama. Ini merupakan salah satu idenya dalam diferensiasi merek yang berakhir sukses. Namun tidak semua usahanya sukses. Alfa Supermarket yang awalnya bernama Alfa Toko Gudang Rabat akhirnya harus dijual kepada Carrefour. Hal ini karena Alfa Supermarket tidak menghasilkan pendapatan yang signifikan akibat kalah bersaing dengan supermarket lain.
Akhirnya ia fokus pada ritel minimarket. Langkah Djoko tepat dalam menginvestasikan uangnya ke Alfamart dan Alfamidi. Hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya gerai Alfamart di berbagai daerah dan terbentuknya kerja sama Alfamidi dengan Lawson.
Bisnis ini pula yang mengantar Djoko menjadi orang terkaya ke-25 di Indonesia pada 2011, dan naik ke peringkat ke-17 pada awal 2012, menurun menjadi 20 pada bulan November 2012. Pada tahun 2014, ia berada di urutan 27, dan kini berada di posisi 9.
10. Mochtar Riady
Kekayaan Mochtar Riady menurut Forbes mencapai U$$2,1 miliar atau mengalami penurunan US$46 juta (2,20%) dibandingkan periode sebelumnya.
Mochtar Riady lahir di Kota Malang, 12 Mei 1929 dan saat ini berusia 92 tahun adalah seorang pengusaha Indonesia terkemuka, pendiri dan presiden komisaris dari Lippo Group.
Ia banyak dikenal orang sebagai seorang praktisi perbankan andal, serta salah seorang konglomerat keturunan Tionghoa-Indonesia yang telah berhasil mengembangkan grup bisnisnya hingga ke mancanegara.
Lippo Group, memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas grup ini, selain di Indonesia, juga merambah di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian dan Shanghai. Saat ini Grup Lippo paling tidak memiliki 5 area bisnis utama.
Pertama, jasa keuangan yang meliputi perbankan, investasi, asuransi, sekuritas, manajemen aset dan reksa dana. Jasa keuangan ini adalah core bisnis Lippo. Dalam bisnis keuangan ini, Lippo cukup konservatif. Sehingga bank ini selamat dari guncangan krisis moneter, walaupun sempat digoyang isu kalah kliring (1995) dan persoalan rekapitalisasi (1999).
Perusahaan sekuritasnya, Lippo Securities, juga memiliki reputasi yang cukup baik. Begitu pula di bidang investasi, yakni Lippo Investment Management, Lippo Finance dan Lippo Financial. Juga jasa asuransi dengan Asuransi Lippo (Lippo General Insurance).
Kedua, properti dan urban development. Bisnis yang meliputi pembangunan kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri. Lippo tidak hanya membangun perumahan, tetapi suatu kota yang lengkap dengan berbagai infrastruktur.
Di tiga kota yang telah dibangun, yaitu Lippo Cikarang, Bekasi di timur Jakarta, Bukit Sentul, Bogor di selatan Jakarta, dan Lippo Karawaci, Tangerang di barat Jakarta, para penghuni bisa mengakses TV kabel sekaligus fasilitas internet.
Ketiga, pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi. Hampir semua bisnis ini dikonsentrasikan di luar negeri dan dikontrol oleh kantor pusat Lippo Group yang berbasis di Hong Kong, dipimpin puteranya Stephen Riady.
Aktivitas bisnisnya, antara lain, pembangunan jalan tol di Guangzhou, pembangunan kota baru Tati City di Provinsi Fujian, Gedung Perkantoran Plaza Lippo di Shanghai dan membangun kawasan perumahan elit dan perkantoran di Hong Kong.
Keempat, bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Lippo Industries, memproduksi komponen elektronik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi, serta komponen otomotif memproduksi kabel persneling.
Kelima, bidang jasa-jasa yang meliputi teknologi informasi, bisnis ritel, rekreasi, hiburan, hotel, rumah sakit, dan pendidikan. Ada beberapa hal yang kontroversi yang dilakukan Mochtar dan James yang mendapat perhatian media massa. salah satunya ketika ia membangun rumah sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani menggandeng Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. Aha