Media Asuransi – Asset Under Management (AUM) industri reksa dana tercatat turun dari Rp589,58 triliun di Februari 2021 menjadi Rp584,76 triliun di Maret 2021 atau turun sebesar 0,82%. Pelemahan AUM disebabkan oleh penurunan jumlah Unit Penyertaan (UP) industri reksa dana sebesar 0,12%.
Berdasar Infovesta Mutual Funds Update yang dikutip Media Asuransi, Selasa, 12 April 2021, pada penutupan pekan lalu, keempat jenis reksa dana mencetak imbal hasil positif. Kinerja reksa dana saham dan reksa dana campuran, masing-masing naik sebesar 1,01% dan 0,95%. Penguatan ini didorong oleh penguatan IHSG sebesar 0.98%.
Selanjutnya, kinerja reksa dana pendapatan tetap tercatat naik sebesar 0,96%, serta reksa dana pasar uang juga mencatatkan kenaikan tipis sebesar 0,07%. Penguatan reksa dana pendapatan tetap didorong oleh kenaikan pada obligasi pemerintah sebesar 0,84% dan obligasi korporasi sebesar 0,13%.
Lebih lanjut, Infovesta menjelaskan bahwa industri reksa dana pada bulan Maret mencatatkan penurunan pada hampir seluruh jenis reksa dana kecuali untuk reksa dana jenis Dana Investasi Real Estate (DIRE) yang justru naik tipis sebesar 0,35% meskipun tidak didukung oleh penambahan unit penyertaan dari investor.
Penurunan AUM Industri ini, tidak terlepas dari pelemahan kinerja underlying asset dari setiap jenis reksa dana. Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang bulan Maret mencatatkan imbal hasil negatif sebesar 5,57%.
Baca juga:
- Imbal Hasil US Treasury Naik, Apakah Reksa Dana Pendapatan Tetap Masih Menarik?
- Infovesta: Kinerja Reksa Dana Kuartal I/2021 Masih Mengecewakan
- Hingga Februari 2021, Reksa Dana Saham Cetak Return Tertinggi
Dari pasar obligasi, indeks obligasi pemerintah mengalami pelemahan melalui Infovesta Government Bond Index sebesar 0,21% sedangkan indeks obligasi korporasi masih menguat tipis sebesar 0,40% melalui Infovesta Corporate Bond Index. Namun di lain sisi, untuk reksa dana berbasis saham (meliputi reksa dana saham, reksa dana indeks, dan reksa dana ETF) justru mengalami kenaikan unit penyertaan (UP) yang menunjukkan investor mengambil posisi pada harga yang lebih murah. Sedangkan, reksa dana pasar uang justru mengalami penurunan unit penyertaan terbesar mencapai 2,56%.
Fluktuasi baik di pasar saham maupun di pasar obligasi Indonesia masih dikhawatirkan berlanjut hingga kuartal II/2020, hal ini disebabkan karena masih belum ada kepastian kapan Covid-19 akan berakhir meskipun telah dilakukan vaksinasi di seluruh belahan dunia sehingga pemulihan ekonomi pun akan berbeda-beda di setiap negara.
Pasar saham Indonesia masih minim sentimen positif untuk mendorong kinerja IHSG di kuartal II/2020 tetapi investor menantikan rilis data laporan keuangan kuartal I/2021 yang berpotensi memberikan sentimen positif. Selain itu, untuk pasar obligasi, investor masih perlu memantau tren kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat yang menjadi momok bagi investor pasar obligasi karena berdampak terhadap penurunan harga obligasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, saat ini investor masih tetap perlu wait and see dan menantikan perbaikan sentimen dari dalam maupun luar negeri. Aca