Media Asuransi – Setelah mulai menggeliat pada Juni 2020, daya beli masyarakat kembali lesu yang ditandai dengan penurunan inflasi inti dari level 0,29 persen menjadi 0,13 persen pada September 2020.
Gelontoran stimulus dan insentif yang diberikan pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tampaknya belum cukup ampuh mendorong daya beli masyarakat di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang makin menjadi-jadi.
Asa dari Upaya Pemulihan Ekonomi
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko menilai inflasi inti yang tetap rendah tidak terlepas dari pengaruh permintaan domestik yang belum kuat, konsistensi kebijakan BI dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, harga komoditas dunia yang rendah, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga.
“Ke depan, BI konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna mengendalikan inflasi tetap dalam kisaran targetnya,” jelasnya melalui keterangan resmi yang dikutip Media Asuransi, Jumat 2 Oktober 2020.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi inti pada September 2020 turun ke level 0,13 persen dari bulan sebelumnya 0,29 persen. Bila dirunut sejak awal tahun, inflasi inti sempat turun pada Februari 2020 ke level 0,14 persen dan meningkat kembali pada Maret ke level 0,29 persen. Namun demikian, pada April di mana kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diterapkan, inflasi inti kembali nyungsep pada Mei (0,06 persen) dan Juni (0,02 persen). Lalu, pada Juli dan Agustus inflasi inti menggeliat kembali masing-masing naik ke level 0,16 persen dan 0,29 persen seiring dengan kebijakan pembukaan kembali ekonomi.
Selaras dengan penurunan inflasi inti tersebut, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2020 juga mencatatkan deflasi 0,05 persen sehingga secara tahunan laju inflasi yang dicatatkan hanya 1,42 persen atau masih jauh dari target pemerintah sebesar 3,1 pesen. Dari 90 kota IHK, 56 kota mengalami deflasi dan 34 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Timika sebesar 0,83 persen dan terendah terjadi di Bukittinggi, Jember, dan Singkawang. Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di Gunungsitoli dan inflasi terendah di Pekanbaru dan Pontianak.
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, deflasi terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,37 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,01 persen, kelompok transportasi sebesar 0,33 persen, dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,01 persen.
Adapun, kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,07 persen, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,15 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,16 persen, kelompok pendidikan sebesar 0,62 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,13 persen, dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,25 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang tidak mengalami perubahan, yaitu kelompok rekreasi, olah raga, dan budaya. ACA