Site icon Media Asuransi News

DBS Pangkas Proyeksi Pertumbuhan PDB Indonesia

Gedung DBS. | Foto: Bank DBS Indonesia

Media Asuransi – DBS Group memangkas perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan Thailand. Di sisi lain, prospek pemulihan di Filipina dan Malaysia juga masih tanda tanya sehingga membuat PDB ASEAN-6 (6 negara utama di Asia Tenggara) menjadi lebih rendah.

Economist DBS Group, Radhika Rao, dalam risetnya mengungkapkan, kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akan menentukan tingkat volatilitas ke depan. Kembalinya risiko pertumbuhan global akan mengurangi tekanan pada bank sentral ASEAN.

“Revisi angka pertumbuhan untuk negara utama ASEAN-6 membuat PDB blok tersebut lebih rendah menjadi 4,6% dari 5% sebelumnya, dan tetap rentan terhadap pandemi, yang terus berkembang,” jelas Radhika dalam risetnya Selasa, 27 Juli 2021.

Baca juga: Auric Digital Pte. Ltd Jadi Pengendali Matahari Department Store (LPPF)

Kebijakan Bank Sentral AS akan menentukan tingkat kerentanan kedepan, karena pasar masih menebak bagaimana laju pemulihan kebijakan sejak 2022. Sementara itu, kekhawatiran atas risiko pertumbuhan global meningkat karena varian Delta menyebabkan lonjakan jumlah penderita diberbagai bagian dunia, menimbulkan kekhawatiran akan penundaan rencana pemulihan kebijakan.

“Prioritas domestik, yang berkembang, dan program vaksinasi, yang tertinggal, kemungkinan meneruskan bias kebijakan fiskal dan moneter kawasan ini, pada kebijakan akomodatif dan ekspansif untuk sisa tahun ini,” ungkap Radhika.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 (PPKM Level 4) diperpanjang hingga 2 Agustus 2021, berlaku untuk pulau Jawa, Bali, dan 15 wilayah lain.

Kini keadaannya sangat cair pada saat ini, karena tingkat kematian dan rawat inap tetap tinggi. Setiap lonjakan ulang dapat membuat pembatasan diperpanjang. Indikator mobilitas juga jatuh untuk kegiatan penting dan tidak penting, dengan penurunan 30-50% dianggap perlu untuk memutus penularan secara efektif.

Sementara sektor ekonomi formal telah melakukan penyesuaian secara lebih baik terhadap langkah pengetatan (lockdown-lite measures) karena kegiatan yang tidak terlalu penting dilakukan diluar rumah.

Baca juga: Adi Sarana Armada (ASSA) Terbitkan Obligasi Konversi Rp720 Miliar

“Kami memperkirakan sekitar 30% dari kegiatan ekonomi, terutama kegiatan dengan kontak intensif, akan terpengaruh secara langsung. Selain itu, permintaan konsumsi kemungkinan melemah pada kuartal III/2021 di tengah pembatasan lokal, dengan tabungan kemungkinan meningkat karena pembelian ditunda dan ketidakpastian pekerjaan meningkat,” papar Radhika.

Peluncuran vaksinasi tetap menjadi fokus utama, dengan kemajuan lebih lambat dan bertahap dari yang diinginkan. Pada pertengahan Juli, sekitar 15% dari penduduk telah menerima setidak-tidaknya satu dosis dan 6% telah menerima dosis kedua.

Permintaan yang diperkirakan melemah kemungkinan akan meredam minat investasi swasta, yang turun 0,2% pada kuartal I/2021. Namun, belanja anggaran pemerintah dan sektor eksternal menjadi titik terang. Pengiriman minyak dan gas meningkat kuat, 33% secara tahunan sejak Januari-Mei 2021, selain non-migas, yang meningkat 40% secara tahunan. Sementara defisit migas sedikit melebar selama Januari-Mei, surplus non-migas meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$15 miliar selama masa tersebut. Pengeluaran fiskal tetap ekspansif, dengan pengeluaran naik 24% selama Jan-Mei 2021 vs 3% pada masa sama tahun lalu.

Sekitar 34% dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dari Rp699,4 triliun yang dianggarkan dicairkan bersamaan dengan perpanjangan insentif pajak. Walaupun beban fiskal lebih meningkat dan membebani keuangan negara, pemerintah memilih memanfaatkan saldo kas yang belum dibelanjakan sebesar Rp136triliun pada Juni dibanding menambah utang baru.

Dengan demikian, penerbitan obligasi secara netto pada 2021 diperkirakan turun Rp283 triliun menjadi Rp924 triliun. Diperkirakan, Rp464 triliun terkumpul pada paruh pertama 2021. Itu secara efektif memastikan bahwa imbal hasil obligasi domestik (dan biaya pinjaman secara luas) tidak naik meskipun perlu untuk merangsang pertumbuhan.

“Dengan memperhitungkan hal tersebut, kami memperkirakan ekspansi kuartal ke kuartal pada kuartal kedua akan diikuti oleh kontraksi pada kuartal ketiga, membuat pertumbuhan setahun penuh diangka 3,5% secara tahunan vs ekspektasi kami sebelumnya 4%,” lajut Radhika.

Perkiraan resmi juga diturunkan dalam beberapa pekan terakhir, dengan proyeksi pertumbuhan 2021 pemerintah 3,7-4,5% vs 4,5-5,3% sebelumnya. Bank Indonesia merevisi turun perkiraannya menjadi 3,8% vs 4,1-5,1% sebelumnya.

Sementara itu, inflasi tetap jinak, dengan run-rate saat ini menunjukkan bahwa rata-rata setahun penuh kemungkinan turun di bawah kisaran target BI. Kami merevisi turun prakiraan inflasi 2021 dan 2022 menjadi 1,5% dan 2,2%. Aha

Exit mobile version