Site icon Media Asuransi News

Dialog Kebijakan untuk Memajukan COB di Indonesia

Industri Asuransi Jiwa. | Foto: Arief Wahyudi

Media Asuransi – PT Johnson & Johnson Indonesia bersama dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), melakukan dialog kebijakan secara virtual tentang “Memajukan Kebijakan Koordinasi Manfaat (COB) di Indonesia”. Dialog ini bertujuan untuk meninjau kemajuan dan mengidentifikasi bidang-bidang utama yang perlu ditingkatkan menyusul dampak pandemi Covid-19, dengan mempertemukan sejumlah mitra publik dan swasta untuk mendukung peningkatan Universal Health Coverage di Indonesia.

Acara dialog kebijakan dibuka oleh Ahmad Nasrullah, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dilanjutkan dengan sambutan dari Sawan Malik, Presiden Direktur PT Johnson & Johnson Indonesia. Dialog tersebut juga menghadirkan narasumber: Muttaqien, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Budi Tampubolon, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan Jeremy Lim, mitra pendiri konsultasi global Oliver Wyman’s Asia Healthcare.

Dialog dipimpin oleh Hasbullah Thabrany, Ketua Kegiatan Finansial Kesehatan Indonesia pada organisasi konsultasi Thinkwell Indonesia sebagai moderator dan didampingi oleh Diah Ayu Puspandari mewakili Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan, Universitas Gadjah Mada.

Peserta dialog kebijakan ini mayoritas merupakan pejabat kunci dari sejumlah instansi pemerintah, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kantor Staf Kepresidenan, BPJS Kesehatan, dan kalangan akademisi, perusahaan asuransi jiwa dan anggota AAJI, serta perwakilan IPMG.  Dialog dan diskusi ini diawali dengan keynote speech dari Lily Kresnowati, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan, BPJS Kesehatan dan di akhir acara dialog ditutup oleh Evie Yulin, Vice Chairwoman IPMG.

Sawan Malik, Presiden Direktur dari PT Johnson & Johnson Indonesia dalam sambutannya Jumat, 21 Mei 2021, mengatakan bahwa Johnson & Johnson telah bermitra dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, untuk memastikan perseroan dapat mengembangkan dan memberikan solusi terintegrasi berbasis bukti untuk kesehatan masyarakat dan kami berkomitmen untuk terus melakukannya. “Dalam upaya membantu mewujudkan Indonesia yang lebih sehat, kami sangat senang menjadi bagian dari dialog kebijakan pada hari ini tentang ‘Memajukan Koordinasi Kebijakan Manfaat di Indonesia’ bersama dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan International Pharmaceutical Manufacturers Group. (IPMG),” katanya.

Lanskap perawatan kesehatan di Indonesia telah berubah secara dramatis sejak diluncurkannya program asuransi kesehatan berskala nasional yang dikenal dengan nama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2014. JKN telah menjadi salah satu sistem asuransi pembayar tunggal terbesar di dunia dalam hal jumlah populasi yang ditanggung.

Namun sejak awal pelaksanaannya, program JKN mengalami defisit. Defisit mencapai Rp28 triliun (USD 1,9 triliun) pada akhir tahun 2019 (BPJS Kesehatan, 2019). Menurut BPJS Kesehatan, defisit ini disebabkan oleh banyaknya penduduk yang menderita penyakit kronis (penyakit katastropik) dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan. Selain itu, terdapat kesenjangan antara besaran premi dan biaya-biaya kesehatan.

Upaya pemerintah dalam mengelola defisit JKN meliputi pengendalian biaya, peningkatan efisiensi, serta solusi jangka menengah dan panjang untuk membangun pembiayaan yang berkelanjutan. Masalah defisit perlu diatasi karena berdampak pada penurunan kualitas pelayanan kesehatan, kepercayaan penyedia layanan dan pengguna layanan. Pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kesejahteraan masyarakat, dan Universal Health Coverage akan sulit dicapai.

Sementara itu, Hasbullah Thabrany dalam dialog tersebut menyatakan bahwa seiring dengan berkembangnya sistem perawatan kesehatan Indonesia untuk memenuhi permintaan yang berubah, semakin penting bagi semua pemangku kepentingan untuk memastikan sistem perawatan kesehatan tetap berkelanjutan. “Sehingga diperlukan upaya untuk memaksimalkan kerja sama dengan para penyedia layanan kesehatan lainnya, termasuk penyedia asuransi swasta,” katanya.

Dialog ini juga menegaskan pentingnya melibatkan penyedia asuransi swasta dalam program JKN melalui regulasi dengan meninjau kembali Peraturan Presiden No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No. 51/2018 tentang Pembagian Biaya dan Selisih Biaya, Peraturan Menteri Keuangan No. 141/2018 tentang Koordinasi Antara Penyelenggara Jaminan Dalam Pemberian Manfaat Pelayanan Kesehatan, dan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial No. 4/2020 tentang Pedoman Teknis Penjaminan Pelayanan Kesehatan dengan Jaminan Kesehatan Tambahan dalam Program Jaminan Kesehatan.

Dalam dialog tersebut, sejumlah rekomendasi dan saran disampaikan untuk menginisiasi dan merefleksikan kemungkinan perbaikan JKN yang dapat dilakukan, mencakup diantaranya:

  1. Diperlukan adanya kepastian model koordinasi antara BPJS Kesehatan dan asuransi komersial.

–     Koordinasi penyelenggaraan jaminan antara BPJS Kesehatan dan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT), dalam hal ini adalah asuransi komersial/swasta, sebaiknya diselenggarakan dalam mekanisme topup, bukan COB atau koordinasi manfaat. Akan tetapi, COB masih dapat dilakukan antar-AKT.

  1. Industri asuransi komersial diberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam JKN, diantaranya melalui:

–      Penetapan satu harga untuk iuran kelas standar sehingga peserta BPJS Kesehatan masih memiliki ruang dan berkesempatan untuk melakukan topup.

–  Masyarakat mampu yang menginginkan kemudahan/kenyamanan dapat memperoleh top-up pertanggungan dari asuransi komersial.

  1. Kolaborasi yang lebih luas antara pemerintah dan swasta termasuk asuransi kesehatan swasta untuk meningkatkan pelaksanaan JKN guna mendapatkan hasil yang lebih baik.

–   Perlunya kerja sama dan kolaborasi antara industri Asuransi Jiwa dan BPJS Kesehatan, diantaranya seperti: pengembangan database kesehatan dengan penguatan sistem data/informasi dan kerja sama pelayanan untuk efisiensi biaya BPJS Kesehatan dan asuransi komersial. Ken

Exit mobile version