Media Asuransi – Fitch Ratings telah mengafirmasi Peringkat Jangka Panjang Mata Uang Asing dan Mata Uang Lokal Issuer Default Ratings (IDR) dari kontraktor Indonesia PT Wijaya Karya (Persero) Tbk’s (WIKA) di ‘BB-‘. Pada saat bersamaan, Fitch Ratings Indonesia telah mengafirmasi Peringkat Nasional Jangka Panjang WIKA di ‘A-(idn)’. Outlook adalah Negatif.
Fitch menerangkan bahwa afirmasi peringkat merefleksikan pandangan Fitch bahwa WIKA memiliki kemampuan untuk dapat mengendalikan risiko likuiditas dan refinancing, meskipun kemampuan untuk dapat menurunkan tingkat utang yang tinggi, yang diukur oleh seasonally adjusted net debt/EBITDA, terhambat oleh pandemi Covid-19 yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan gangguan pada operasionalnya.
Fitch melihat WIKA tetap menjadi salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang penting di sektor konstruksi. WIKA memiliki order book terbesar dan relatif profil kredit yang lebih baik dibanding BUMN kontraktor lainnya. WIKA memiliki total skor 15 berdasarkan kriteria Fitch Government-related entities (GRE) karena penilian Fitch terhadap kekuatan dan insentif pemerintah Indonesia untuk mendukung WIKA. “Ini mengakibatkan IDR dan Peringkat Nasional Jangka Panjang WIKA mendapat tiga notch tambahan dari Standalone Credit Profilenya (SCP) di ‘b-‘ dan ‘bbb-(idn)’, secara berurutan,” tulis Fitch.
Peringkat nasional di kategori ‘A’ menunjukkan ekspektasi akan risiko gagal bayar yang rendah relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di Indonesia.
Baca Juga: PT Jasa Armada Indonesia Tbk Siapkan Penyediaan dan Pelayanan Kapal untuk PT Pelindo Marine Service
Refinancing terkendali: Profil utang jatuh tempo WIKA membaik setelah dapat refinancing Komodo Bond sebesar Rp5,4 triliun dan bridging loan jangka pendek di kuartal I/2021 dengan utang yang memiliki waktu jatuh tempo lebih panjang. Utang WIKA sebesar Rp15 triliun yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan ke depan adalah utang bank jangka pendek yang Fitch perkirakan dapat diperpanjang, berdasarkan rekam jejak perusahaan. “Kami percaya WIKA akan mempertahankan akses pendanaan utang melalui hubungan perbankan yang solid, dengan 56% pinjamannya dari bank-bank milik negara.”
Perlambatan dalam Deleveraging
Kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat yang lebih ketat dan gangguan pada operasional karena meningkatnya kasus Covid-19 di Juni-Agustus 2021 akan memperlambat pemulihan WIKA dibandingkan dengan proyeksi awal Fitch. “Kami memperkirakan progress konstruksi yang lebih lambat dan sikluk modal kerja yang panjang akan tetap membuat leverage WIKA diatas 7,0x di 2022. Pemerintah dapat juga merealokasi anggaran infrastruktur untuk membantu mengatasi pandemi.”
Fitch mengekspektasikan WIKA akan menerima arus kas masuk yang material dari proyek yang sedang berjalan, seperti proyek High Speed Railway dan jalan tol lainnya, sebelum akhir 2021 setelah sebelumnya mengalami perlambatan.
Fitch melihat perenggangan pada kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat dari September 2021 dapat mendukung pemulihan WIKA di kuartal IV/2021, dibantu oleh peraihan kontrak baru yang kuat sebesar Rp10,6 triliun di semester I/2021 (Semester I/2020: Rp3,4 triliun). Fitch melihat WIKA yang memiliki posisi pasar yang kuat dan pendapatan/order book sebesar 5,9x di 2020 akan membantu perusahaan untuk bertumbuh kembali ketika pandemi mereda.
Baca Juga: Mitra Keluarga (MIKA) Bangun Dua RS Baru Senilai Rp600 Miliar
Namun, outlook negatif merefleksikan ketidakpastian dalam pemulihannya. Peningkatan kasus Covid-19 yang baru terjadi akan berdampak terhadap aktifitas ekonomi di kuartal III/2021 dan dapat mengakibatkan proyeksi sementara Fitch untuk pertumbuhan GDP 4,8% di 2021 tidak tercapai.
Status Kepemilikan dan Kendali ‘Kuat’
Pemerintah Indonesia, melalui Kementrian BUMN, adalah pemegang saham terbesar di WIKA dengan kepemilikan 65% dan memiliki peran yang kuat dalam keputusan investasi, strategis, dan operasional perusahaan. Pemerintah memiliki saham dwiwarna yang memberikan hak veto pada keputusan penting seperti mengenai pemilihan dan pemecatan dari anggota direksi, distribusi keuntungan dan akuisisi.
Ekspektasi Dukungan ‘Lemah’
Fitch melihat dukungan pemerintah yang sedang berjalan tidak cukup dapat mempertahankan profil kredit WIKA selama pandemi. Tingkat utang WIKA telah meningkat sejak 2019 karena perusahaan tetap mengeksekusi proyeknya dengan menggunakan utang eksternal untuk dapat menutupi penerimaan arus kas yang melambat, dan mengakibatkan penurunan pada SCP WIKA di 2020 dari ‘b’.
Pemerintah terakhir memperkuat likuiditas WIKA melalui suntikan dana sebesar Rp4 triliun di 2016. Namun, sejak itu, perusahaan bergantung pada pendanaan eksternal untuk mendanai proyeknya, termasuk dengan hubungannya yang kuat dengan bank milik negara. Fitch percaya pemerintah akan terus memprioritaskan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi apabila pandemi telah mereda, walaupun ada risiko pemerintah dapat merealokasi sebagian dari anggaran infrastruktur untuk membantu mengatasi pandemi, yang dapat memperlambat peraihan kontrak baru untuk WIKA.
Insentif Memberi Dukungan ‘Moderat’
Fitch menilai dampak sosial politik bila terjadi gagal bayar atas WIKA sebagai ‘Moderat’ karena kontraktor BUMN atau swasta lainnya dapat menggantikan jasa WIKA, tapi dapat terjadi gangguan sementara karena WIKA memiliki orderbook signifikan sebesar Rp82 triliun pada akhir Juni 2021, dimana 54% adalah untuk proyek strategis nasional. Jumlah utang WIKA juga memiliki implikasi ‘Moderat’ karena gagal bayar pada WIKA dapat mengakibatkan dampak yang moderat terhadap ketersediaan dan beban pendanaan pada BUMN lainnya dan dapat mengakibatkan pelemahan akses pemerintah yang penting terhadap pendanaan yang berhubungan dengan infrastruktur. Aca