Media Asuransi – Pergerakan pasar saham Indonesia diperkirakan masih cenderung fluktuatif sehingga reksa dana berbasis saham masih kesulitan untuk mencatatkan kinerja yang baik.
Melalui Infovesta Mutual Funds Update yang dikutip Media Asuransi, Selasa, 29 Juni 2021, Infovesta memaparkan bahwa sentimen positif kebanyakan datang dari pasar global, sedangkan pasar dalam negeri masih memiliki pengaruh yang cenderung minim seiring dengan peningkatan kasus Covid-19 yang melejit. Oleh karena itu, pergerakan pasar saham Indonesia masih cenderung fluktuatif sehingga reksa dana berbasis saham masih kesulitan untuk mencatatkan kinerja yang baik.
“Bagi investor yang memiliki jangka waktu investasi panjang dapat memanfaatkan momentum ini untuk melakukan average down mengingat potensi pemulihan ekonomi Indonesia yang masih terbuka lebar dalam jangka panjang.”
|Baca juga: INFOVESTA: 3 Katalis Penggerak Kinerja Reksa Dana Pekan Ini
Hampir seluruh reksa dana mencetak imbal hasil negatif pada penutupan pekan lalu, kecuali reksa dana pasar uang yang mencatatkan imbal hasil positif sebesar 0,11%. Kinerja reksa dana saham dan reksa dana campuran masing-masing turun sebesar -0,10% dan -0,13%. pelemahan tersebut tidak sejalan dengan kinerja IHSG yang tercatat naik sebesar 0,25%. Sementara itu, kinerja reksa dana pendapatan Tetap melemah tipis sebesar -0,01%, hal ini juga berbanding terbalik dengan penguatan obligasi pemerintah sebesar 0,04% dan obligasi korporasi sebesar 0,10%.
Bursa Amerika Serikat selama sepekan lalu cenderung menguat karena indikator inflasi utama yang digunakan The Federal Reserve untuk menetapkan kebijakan naik sebesar 3,4% pada bulan Mei 2021 dan merupakan peningkatan terbesar sejak awal 1990-an. Tingkat Inflasi Amerika Serikat secara tahunan juga meningkat signifikan dari level 1,5% pada Maret 2020 menjadi 5% di bulan Mei 2021.
Meskipun kenaikan harga pengeluaran konsumsi pribadi dapat memberikan dampak buruk karena The Fed mengawasi tanda-tanda inflasi dalam menentukan langkah selanjutnya dalam kebijakannya, tetapi kenaikan tersebut juga mencerminkan adanya kenaikan peningkatan aktivitas ekonomi yang menandakan seberapa jauh Amerika Serikat telah melangkah sejak lock down yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 pada 2020.
|Baca juga: Strategi Investasi Saham Membedah Mitos Sell in May and Go Away
Data ekonomi penting yang dinantikan selanjutnya adalah laporan pekerjaan Amerika Serikat pada bulan Juni yang juga merupakan salah satu indikator yang dilihat untuk menentukan kebijakan ekonomi berikutnya. Nonfarm payrolls diperkirakan meningkat sebesar 683.000 di bulan Juni meskipun masih di bawah harapan sebesar 1 juta yang dapat dijadikan sebagai tanda pemulihan ekonomi Amerika Serikat.
Kasus harian Covid-19 di Amerika Serikat juga menunjukkan adanya penurunan dan telah mencapai level terendah sepanjang tahun 2021, per 26 Juni 2021 kasus harian tercatat sebanyak 12.786 kasus. Dalam periode yang sama, Indonesia turut menunjukkan pemulihan. Dari sisi data ekonomi, tingkat inflasi tahunan tercatat naik ke level tertinggi sepanjang tahun 2021 di level 1,68% tetapi masih di bawah level pre-Covid-19 pada bulan Maret 2020 sebesar 2,96%.
|Baca juga: Dana Kelolaan Reksa Dana Mei 2021 Susut Rp32,31 Triliun
Selain itu data indeks manufaktur dan juga penjualan ritel Indonesia mengalami penguatan pada bulan Mei lalu yang didukung oleh kenaikan permintaan menjelang bulan Ramadhan. Berikutnya, Indonesia masih menantikan data unemployment rate kuartal kedua, yakni pada kuartal pertama tercatat naik dari 4,94% pada Januari 2021 ke 6,26% pada Maret 2021. Berikutnya, data kasus harian Indonesia naik mencapai 21.095 kasus per hari dan merupakan rekor tertinggi sejak tahun 2020 serta merupakan negara dengan kasus harian kedua tertinggi di Asia setelah India.
Secara garis besar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja yang cukup beragam, yakni menurut data per tanggal 25 Juni 2021, kinerja bulanan dan year to date IHSG tercatat naik masing-masing sebesar 3,55% dan 0,72%. Namun, apabila dilihat selama 3 bulan terakhir, kinerja IHSG justru tercatat negatif sebesar 1,64%.
“Sehingga hal ini mencerminkan bahwa selama kuartal kedua 2021, pasar saham Indonesia masih belum benar-benar pulih meskipun terdapat perbaikan beberapa data ekonomi domestik,” pungkas Infovesta. Aca