PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 11,5 persen secara tahunan (year on year/yoy) di semester pertama 2019, dari Rp506,96 triliun di semester pertama 2018 menjadi Rp565,23 triliun di periode yang sama tahun ini. Menurut Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam jumpa pers di Jakarta, 24 Juli 2019 mengatakan bahwa pertumbuhan kredit perseroan yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri perbankan berdasar data per Mei 2019, didorong oleh pertumbuhan kredit korporasi yang tinggi.
Pertumbuhan kredit yang tinggi telah mendorong pertumbuhan pendapatan operasional BCA di semester pertama 2019. Pendapatan operasional BCA yang terdiri dari pendapatan bunga ebrsih dan pendapatan operasional lainnya, meningkat 16,1 persen dari Rp29,50 triliun di semester pertama 2018 menjadi Rp34,24 triliun pada semester pertama 2019. Pendapatan bunga bersih meningkat 13,1 persen yoy dari Rp21,78 triliun per semester pertama 2018 menjadi Rp24,63 triliun di semester pertama 2019. Sementara itu pendapatan operasional lainnya tumbuh 24,5 persen yoy dari Rp7,72 triliun di semester pertama 2018 menjadi Rp9,61 triliun pada semester pertama 2019. “Kinerja operasional yang solid ini telah membuat BCA mencatat pertumbuhan laba bersih pada semester pertama 2019 sebesar 12,6 persen, dari Rp11,42 triliun di semester pertama 2018 menjadi Rp12,86 triliun di semester pertama tahun ini,” kata Jahja Setiaatmadja.
Ditambahkan, saat ini perseroan melihat adanya pemulihan kredit investasi sejak tahun 2018 dan terus berlanjut pada semester pertama 2019. Hal ini merupakan indikator positif bagi iklim usaha dan ekonomi dalam jangka panjang. “Kredit korporasi tumbuh 14,6 persen (yoy) dari Rp191,27 triliun di semester pertama 2018 menjadi Rp219,16 triliun di semester pertama 2019. Kredit komersial dan UKM meningkat 12,5 persen (yoy) dari Rp168,19 triliun di semester pertama 2018 menjadi Rp189,2 triliun di semester pertama 2019. Sementara itu, kredit konsumer meningkat 6,4 persen (yoy) dari Rp142,77 triliun di semester pertama 2018 menjadi Rp151,97 triliun di semester pertama 2019,” kata Jahja.
Presiden Direktur BCA ini mengungkapkan bahwa saat ini penyaluran kredit menjadi tantangan berat bagi perbankan. Karena itu, pihaknya akan sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit. “Ini harus hati-hati melepas kredit harus optimal juga karena likuiditas ketat. Dengan LDR industri 96 persen ya pas, kredit growth pas-pasan. Kalau agresif tapi sumber dananya kecil ya susah. Masalah likuiditas juga harus diperhatikan, apalagi banyak bank yang sudah berkomitmen untuk kredit infrastruktur. Jadi ini menggambarkan betapa ketatnya likuiditas di pasar kalau kredit terus digenjot. Ya seharusnya, kredit sesuai permintaan pasar, disalurkan secara prudent yang bagus dan prospektif,” tuturnya.
Sementara itu mengenai dana pihak ketiga (DPK) BCA pada semester pertama 2019 ini, dijelaskan bahwa pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kreditnya. DPK BCA tercatat sebesar Rp673,87 triliun di semester pertama 2019 ini, naik 8,6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp620,42 triliun. “Kami mencatat kenaikan DPK dalam bentuk deposito sebesar 18,1 persen dibanding semester pertama tahun kemarin, yakni dari Rp138,40 triliun di semester pertama 2018 menjadi Rp163,46 triliun di semester pertama tahun ini. Namun, deposito ini tidak akan berpengaruh ke cost of fund karena kami tidak memiliki special rate deposito,” kata Jahja.
Selain itu, BCA dapat menekan biaya pendanaan (cost of fund) karena masih mengandalkan dana murah sebagai sumber utama DPK. Hingga semester pertama 2019, dana murah dalam bentuk Current Account Savings Account (CASA) totalnya mencapai Rp510,41 triliun, atau 75,7 persen dari total DPK BCA. Jumlah tabungan sebesar Rp337,76 triliun sedangkan jumlah giro sebesar Rp172,64 triliun. Edi