Site icon Media Asuransi News

Kriteria Risiko yang Bisa Ditanggung Asuransi

Media Asuransi – Memiliki asuransi termasuk bagian dari upaya mengelola risiko-risiko kerugian finansial dalam kehidupan sehari-hari, agar keuangan pribadi senantiasa terkelola secara sehat. Setiap hari, seseorang menghadapi berbagai macam risiko yang bisa tiba-tiba mengganggu stabilitas keuangannya.

Contoh, setiap orang menghadapi risiko sakit yang suatu ketika bisa tiba-tiba membuatnya harus dirawat di rumah sakit. Tanpa antisipasi yang tepat, keuangan pribadi bisa terganggu karena terkuras pengeluaran untuk berobat. Dengan mengasuransikan risiko tersebut melalui pembelian asuransi kesehatan, risiko keuangan dapat terantisipasi dan terkelola.

Bukan cuma risiko sakit saja yang dapat Anda antisipasi dengan asuransi. Karena prinsipnya, segala hal yang memiliki nilai ekonomis dan dapat menimbulkan kerugian finansial, dapat diasuransikan. Seorang pemain sepakbola yang menggantungkan penghasilannya pada kelincahannya menggocek kaki, dapat juga mengasuransikan kakinya.

Baca juga: 6 Tips Membicarakan Keuangan Bersama Pasangan Sebelum Menikah

Atau, seorang aktris yang terkenal dengan senyumannya, dia dapat mengasuransikan senyumannya untuk mengantisipasi risiko kerugian finansial. Namun, tentu saja tidak semua hal bisa diasuransikan begitu saja. Perusahaan asuransi memiliki kriteria-kriteria penting yang menjadi dasar apakah sesuatu bisa diasuransikan atau tidak. Apa saja kriteria tersebut? Yuk, simak di bawah ini:

Sesuatu hal baru dapat diasuransikan apabila memiliki unsur kebetulan. Artinya, kerugian tersebut disebabkan oleh kejadian yang tidak diperkirakan sebelumnya atau tidak disengaja. Contoh, setiap orang memiliki risiko terjatuh sakit, tapi tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui kapan kejadian sakit itu terjadi. Kejadian jatuh sakit juga sulit disengajakan. Maka itu, proteksi terhadap risiko kerugian finansial yang mungkin terjadi ketika seseorang terjatuh sakit dimungkinkan.

Sama halnya dengan asuransi jiwa. Setiap orang pasti meninggal dunia, namun kapan itu terjadi tidak ada yang dapat memastikan. Jadi ketika seseorang memiliki asuransi jiwa dan suatu ketika tutup usia, penyedia asuransi pun membayarkan klaim uang pertanggungan pada si ahli waris. Sebaliknya, bila sebuah kematian disengaja, misalnya seperti kasus bunuh diri, otomatis penyedia asuransi tidak akan mengabulkan klaim asuransi jiwa orang tersebut. Pasalnya, kematian terjadi secara sengaja atau tidak kebetulan.

Kerugian yang bisa diasuransikan harus bersifat nyata dalam hal waktu dan jumlah. Penyedia asuransi harus bisa menentukan kapan harus membayar manfaat atau klaim pada si tertanggung (pemegang polis) dan berapa jumlah manfaat yang harus dibayarkan. Dengan kata lain, risiko kerugian yang diasuransikan harus bisa diperhitungkan secara ekonomi di mana untuk menentukan besar manfaat akan banyak faktor yang mempengaruhi.

Baca juga: 4 Hal Penting sebelum Memiliki Asuransi Penyakit Kritis

Misalnya, asuransi jiwa memberikan manfaat uang pertanggungan ketika si tertanggung yang tertera dalam polis tutup usia. Perusahaan asuransi hanya dapat memberikan manfaat berupa uang pertanggungan, namun tidak menghidupkan si tertanggung yang meninggal dunia.

Nah, berapa nilai uang pertanggungan yang diberikan? Penentuan besar uang pertanggungan dilakukan di awal kontrak polis karena besar kecil jumlahnya akan menentukan besar premi yang harus dibayar oleh pemegang polis. Besar kecil beban premi akan dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni, usia si tertanggung (semakin tua akan semakin mahal preminya), kebiasaan atau gaya hidup tertanggung (seorang perokok akan terkena premi lebih mahal), tingkat risiko pekerjaan tertanggung (premi pekerja di offshore akan lebih besar dibanding premi asuransi jiwa seorang guru), dan lain sebagainya.

Kriteria berikutnya yang harus dipenuhi apabila sesuatu hal hendak diasuransikan adalah, sifat kerugian harus signifikan. Dengan kata lain, ketika sesuatu tersebut rusak atau hilang bisa menyebabkan kamu akan mengalami kerugian yang signifikan bahkan mengganggu kondisi keuangan, maka itu bisa diasuransikan. Contoh mudah, seorang pemain bola profesional menggantungkan mata pencaharian dari aktivitas bermain bola. Di sini, kaki yang dia miliki merupakan modal utama mencari nafkah. Ketika suatu ketika kakinya sakit atau cacat sehingga ia tidak bisa bermain bola lagi, itu berarti kelangsungan mata pencahariannya pun ikut terhenti.

Maka itu, sah-sah saja bila si pemain bola memutuskan mengasuransikan kakinya dengan tujuan melindungi diri dari kerugian finansial yang mungkin terjadi apabila kakinya cedera atau cacat. Fakta di lapangan menunjukkan, ada banyak pemain bola kelas dunia yang mengasuransikan kaki mereka. Sebut saja, Lionel Messi yang mengasuransikan kakinya senilai Rp8,4 triliun dengan biaya premi sebesar Rp6,6 miliar per tahun.

Agar suatu risiko dapat ditanggung oleh asuransi, risiko tersebut harus bisa diperkirakan tingkat kerugiannya atau loss rate-nya. Bagaimana cara perusahaan asuransi memperkirakan tingkat kerugian suatu risiko? Caranya adalah dengan memperkirakan jumlah dan waktu kerugian yang akan terjadi berdasarkan angka kemungkinan (probability rate). Konsep yang digunakan adalah Hukum Bilangan Besar atau Law of Large Numbers. Ini adalah teori probabilitas yang menyatakan bahwa semakin besar observasi yang dipantau dari suatu kejadian, kemungkinan hasil pantauan akan kian mendekati perkiraan hasil yang diantisipasi oleh probabilitas matematika.

Contoh mudahnya, perusahaan asuransi mendata jumlah tertanggung yang meninggal dunia dan pada usia berapa mereka tutup usia di sebuah wilayah. Data itu lalu dibandingkan dengan data populasi wilayah tersebut. Dari sana, perusahaan asuransi bisa mendapatkan tingkat mortalitas yang akan digunakan untuk penghitungan tingkat premi asuransi.

Kriteria terakhir suatu risiko kerugian bisa diasuransikan adalah apabila kerugian tersebut sifatnya tidak katastrofis terhadap penerbit asuransi. Maksudnya, apabila kerugian itu terjadi, penanggungannya tidak membuat perusahaan asuransi tersebut terjatuh atau mengalami kerugian besar.

Contoh mudah, kecil kemungkinan sebuah perusahaan asuransi menerbitkan asuransi gempa bumi dan bencana untuk rumah-rumah yang jaraknya hanya 2 kilometer dari lokasi gunung berapi aktif. Ini karena risikonya terlalu besar untuk ditanggung oleh perusahaan asuransi. Memang, perusahaan asuransi pun bisa mengelola risiko yang dia tanggung dengan melakukan reinsurance(reasuransi) atau mengasuransikan kembali risiko-risiko kerugian yang ditanggung pada perusahaan reasuransi.

Namun, tetap akan ada batasan bagi perusahaan asuransi agar suatu kerugian yang ditanggung tidak berisiko menjatuhkan kesehatan keuangannya sendiri.

Nah, itulah 5 kriteria yang menjadi pedoman bagi perusahaan asuransi dalam menilai risiko apa saja yang bisa diasuransikan. Jadi, kini Anda sudah tahu, ‘kan, apa saja yang bisa diasuransikan? Jangan tunda lagi berasuransi demi kesehatan keuangan yang terkendali. Aha

Exit mobile version