Menjaga kepercayaan nasabah menjadi kunci sukses sebuah perusahaan. Hal itu yang diyakini PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife Indonesia). Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Manulife Indonesia Jonathan Hekster menjelaskan bahwa kinerja positif yang diraih tiap tahunnya, tidak lepas dari keberhasilan perusahaan menjaga kepercayaan nasabah. “Nasabah harus menjadi yang terutama. Jangan lihat dari hasil laba dulu, tetapi pikirkan dulu apa yang diperlukan nasabah,” ujar saat memberikan apresiasi kepada dua nasabah Manulife Indonesia di Jakarta, baru-baru ini.
Hekster yang didampingi jajaran direksi Manulife Indonesia lainnya memberikan tanda apresiasi kepada Yovita Gunawan (41 tahun) dan Emiryzard Shah Khaled Hilman (18 tahun). Kedua nasabah itu merupakan nasabah unik Manulife Indonesia. Yovita merupakan nasabah yang memiliki polis Manulife terbanyak yakni 29 polis, Sedangkan Emir, sapaan akrab Emiryzard, adalah pemegang polis termuda di Manulife Indonesia.
Hekster menjelaskan, kekuatan bisnis Manulife Indonesia adalah untuk memastikan kapabilitas pembayaran klaim kepada nasabah. Sepanjang 2018, Manulife Indonesia membayar klaim ke nasabah sebesar Rp 5,5 triliun. “Jangan sampai saat nasabah mengalami bencana, kita tambah lagi dengan ketidakpastian,” tutur Hekster dalam keterangan 20 Mei 2019.
Pernyataan Hekster ini diamini oleh Yovita dan Emir. Keduanya mengaku puas dengan layanan yang diberikan Manulife Indonesia, terutama dalam kepastian klaim. Bahkan, saking puasnya, Yovita membeli 29 produk proteksi Manulife untuk dia dan keluarganya. Tak hanya soal klaim, tetapi layanan dan kejujuran Manulife Indonesia yang membuatnya puas.
Yovita mengisahkan, dia memiliki polis pertamanya tahun 1998 yakni produk Darma Prodana. Produk proteksi kesehatan dan investasi itu ternyata sangat menguntungkan, hanya beberapa kali bayar, imbal hasilnya cukup besar. Setelah itu ia mengambil produk lainnya. Pernah suatu ketika ia harus menjalani operasi, ternyata tidak sampai 12 hari, klaimnya cair. Begitu juga ketika saya masuk rumah sakit, tetapi tidak memiliki waktu klaim dan mengurus administrasi klaim di rumah sakit, ternyata dibantu agen asuransi Manulife hingga seluruhnya selesai dan klaim dibayar dalam dua pekan. “Saya bilang ke agen, Manulife bagus, kalau ada produk bagus lainnya beritahu ke saya, ternyata memang produk-produknya bagus. Sekarang ini, mungkin saya sudah punya semua produk Manulife,” ujarnya sambil tertawa.
Saat mendapat kemudahan klaim di Manulife, Yovita semakin memiliki ketetapan hati. Malah, ia terus menambah kepesertaannya di Manulife. Produk terakhir yang dia beli adalah produk Manulife Prime Assurance (MPA), produk proteksi premium untuk individu high net-worth (HNW) atau kalangan menengah atas. Hanya membayar Rp150 juta per tahun selama 10 tahun, ia mendapat perlindungan senilai Rp25 miliar. Bahkan, ia dengan mudah klaim saat melakukan rawat jalan.
Diakuinya, selain layanan yang baik, ia juga menghitung benefit dari produk yang ditawarkan agen Manulife. Sebagai akuntan, ia mengaku menghitung dengan cermat imbal hasil yang bisa diperoleh dari produk-produk yang ditawarkan. “Kalau menguntungkan, dan saya ada uang, saya ambil. Jika dibandingkan bunga bank deposito, tentu ini lebih tinggi. Dapat untung dan dapat proteksi buat saya dan keluarga,” tambah dia.
Menurut Yovita, menjaga kepercayaan nasabah itu penting. Itulah peran agen asuransi, harus jujur dan menjaga citra perusahaannya. Jika kepercayaan itu dijaga, tentu nasabah akan puas dan tak ragu untuk membeli produk terbaru lainnya.
Sementara itu, Emir, nasabah termuda Manulife mengaku membeli polis asuransi Manulife Indonesia karena pengalaman buruk yang dihadapi kakak sulungnya. Kakaknya berkali-kali masuk rumah sakit dan menghabiskan uang yang sangat besar. Sementara, kakaknya itu tidak memiliki proteksi asuransi. Belajar dari pengalaman itu, kakak keduanya ikut perlindungan asuransi Manulife Indonesia dan mendapat proteksi dengan layanan memuaskan.
“Makanya, saya ikut membeli polis Manulife, apalagi kata ayah saya, produk asuransi itu juga ada investasinya,” ujar Emir. Emir mengaku, ia ikut urunan membayar premi bersama kedua orangtuanya dari uang sakunya bermain band. Menurut dia, adanya perlindungan jiwa berikut investasi membuat ia lebih percaya diri untuk proteksi di masa mendatang. Apalagi, pada masa mendatang, biaya untuk perawatan di rumah sakit tentu tidak murah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, peningkatan biaya kesehatan tahunan di Indonesia mencapai 36 persn selama 10 tahun terakhir ini. Angka itu jauh lebih tinggi dari tingkat inflasi yang hanya di bawah satu digit. Belum lagi adanya fakta bahwa 20persen masyarakat menengah ke atas jatuh miskin akibat terserang penyakit kritis. Kondisi itu tak jauh beda dengan kondisi global. Berdasarkan laporan terbaru dari Bank Dunia dan WHO akhir 2017, sedikitnya separuh penduduk dunia kekurangan layanan kesehatan dasar, dan banyak rumah tangga jatuh ke dalam kemiskinan setiap tahun akibat tingginya biaya kesehatan. Setiap tahun sebanyak 800 juta orang menghabiskan sedikitnya 10 persen dari anggaran rumah tangga mereka untuk biaya kesehatan. Edi