Media Asuransi – Indonesia memiliki kerentanan dalam menghadapi bencana alam yang berimbas pada tingginya tingkat kerugian yang dialami masyarakat. Utamanya dalam sektor pertanian, jutaan hektare lahan pertanian dipaksa mengalami kerugian akibat banjir, longsor maupun bencana alam lainnya. Hal inilah yang mendorong Kementerian Pertanian menghimbau para petani untuk memanfaatkan asuransi untuk mengatasi risiko kerugian.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan ancaman lahan pertanian persawahan mengalami risiko gagal panen di musim penghujan sangat tinggi. Untuk meminimalisir risiko kerugian Asuransi merupakan hal yang tepat dan para petani bisa memanfaatkan asuransi saat musim tanam berlangsung.
“Kondisi ini bukan hanya mengancam produktivitas pertanian, tetapi juga bisa mengganggu ketahanan pangan karena produksi terhenti. Petani pun bisa menderita kerugian. Oleh karena itu, kita mengajak petani untuk mengasuransikan lahan. Dengan asuransi, petani tidak akan rugi, meski gagal panen,” tutur Mentan Syahrul, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, 28 Januari 2021.
Baca Juga:
- Pemerintah Targetkan 68 K/L Ikut Asuransi BMN pada 2021
- Askrindo Dan BAZNAS Sinergikan Program Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Kurang Mampu
Terbaru, Kementan menyampaikan keprihatinannya atas bencana alam banjir yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro yang merendam 498 hektare lahan persawahan dan petani terancam mengalami kerugian akibat lahan persawahannya gagal panen atau puso.
“Ancaman gagal panen terjadi setelah sejumlah desa di Bojonegoro terendam banjir sejak awal Januari 2021. Hingga 15 Januari, total lahan yang terendam banjir seluas 2.564 hektare, dan 498 hektare di antaranya terancam gagal panen,” kata Syahrul.
Sementara, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menambahkan asuransi pertanian lebih efektif diikuti saat musim tanam. Petani tidak hanya dapat mengasuransikan lahan pertaniannya juga dapat mengasuransikan produk pertaniannya.
“Petani yang ingin mengasuransikan lahan lebih baik dilakukan saat musim tanam. Sebab, asuransi akan menjaga lahan. Asuransi juga memiliki jaminan berupa klaim yang akan dikeluarkan saat terjadi gagal panen. Dengan klaim, petani tetap memiliki modal untuk menanam kembali, meski gagal panen,” jelasnya.
Menurut Sarwo Edhy, pemerintah memberikan dukungan berupa subsidi untuk program ini, sehingga premi yang harus dibayarkan petani menjadi sangat rendah. Makanya sayang sekali jika petani tidak memanfaatkan asuransi. Untuk meminimalisir kerugian, dengan asuransi petani bisa mendapatkan klaim atas kerugian hingga mencapai Rp6 juta per hektare.
Baca Juga:
- Aksi Borong Vaksin Oleh Negara kaya Berimbas Kenaikan Anggaran Vaksinasi di Indonesia
- Kemenkeu: LPI Akan Mendapatkan Treatment Perpajakan Khusus
“Program asuransi ini dimulai sejak 2015 dengan besaran premi Rp 180 ribu per hektare. Dari jumlah premi itu, yang dibayar oleh petani hanya 20 persen atau Rp 36 ribu per hektar. Sedangkan 80 persen sisanya dibayarkan pemerintah (subsidi). Adapun nilai pertanggungannya sebesar Rp 6 juta per hektar,” ungkapnya.
Sarwo mengungkapkan, para petani dan peternak makin dimudahkan dengan subsidi premi sebesar hampir 80 persen dari pemerintah. Pendaftaran asuransi juga makin mudah karena Kementan bersama PT Jasindo menerbitkan layanan berbasis online melalui Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP).
“Auransi pertanian kedepannya mampu memitigasi risiko usaha petani, sehingga daya saing mereka menjadi lebih baik. Syaratnya, petani cukup sukarela mengikuti asuransi itu,” jelasnya.
Sampai saat ini, lanjut Sarwo, asuransi pertanian tidak menemui banyak kendala. Pembayaran klaim yang dilakukan PT Jasindo berjalan lancar. Nantinya, asuransi pertanian menjadi salah satu syarat untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Alokasi total Rp 50 triliun KUR pertanian dari pemerintah akan disalurkan kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang mewajibkan anggotanya memiliki asuransi pertanian dan akan mulai dilaksanakan serentak di tahun 2021 ini,” pungkasnya. One