Site icon Media Asuransi News

MK Putuskan Asuransi dapat Pasarkan Produk Suretyship dengan Leluasa  

Media Asuransi – Perusahaan asuransi umum kini dapat dengan leluasa untuk memasarkan produk suretyship. Lini bisnis suretyship ini sudah diselenggarakan oleh perusahaan asuransi umum sejak tahun 1978.

Otoritas Jasa Keuangan Berharap Klaim Diselesaikan Secara Internal

Kepastian mengenai kelangsungan bisnis suretyship bagi asuransi umum, diperoleh setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak pengajuan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) untuk uji materil  Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, terkait perluasan bisnis usaha perusahaan asuransi. “Menolak permohonan untuk seluruhnya,” ujar Hakim MK Suhartoyo saat membacakan Putusan MK bernomor 5/PUU-XVIII/2020, Rabu, 25 November 2020.

Keputusan ini menekankan bahwa MK mengakui keabsahan bisnis suretyship yang  telah dijalankan oleh perusahaan asuransi sebagaimana diatur dalam POJK tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Kuasa hukum AAUI, Hamdan Zoelva menjelaskan bahwa adanya keputusan tersebut, telah menjawab kekhawatiran yang selama ini dirasakan oleh perusahaan asuransi terkait dengan berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Dengan adanya keputusan ini, lanjutnya, Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator dapat menjalankan kewenangannya tanpa ragu-ragu kepada perusahaan asuransi.

“Berdasarkan keputusan tersebut, Mahkamah Konstitusi telah memberikan pengakuan atas kelangsungan usaha suretyship yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi sejak tahun 1978 melalui berbagai regulasi, sebagaimana yang terakhir diatur dalam POJK Nomor 69/POJK.05/2020 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syaria”, ujar Hamdan Zoelva dalam pertemuan virtual bersama perwakilan asuransi umum dan reasuransi anggota AAUI, Jumat, 4 Desember 2020.

Dalam pertemuan virtual tersebut, Hamdan Zoelva menyampaikan interpretasi putusan MK No. 5/PUU-XVIII/2020 dalam dua hal pokok: Pertama, Amar putusan MK adalah menolak permohonan Pemohon (AAUI) untuk seluruhnya. Penolakan ini, menurut MK sudah jelas bahwa kekhawatiran Pemohon tidak terjadi, sehingga putusan MK menegaskan bahwa suretyship dan suretybond adalah bagian dari lini usaha asuransi yang diakui secara sah dan konstitusional. Hal inilah yang ditegaskan oleh MK. Dengan demikian, walaupun putusan ditolak, Pemohon mendapat kepastian hukum bahwa tidak ada persoalan lagi dan tidak ada kekhawatiran lagi tentang usaha suretyship dan suretybond yang dijalankan oleh perusahaan asuransi.

Kedua, OJK memiliki kewenangan untuk mencantumkan atau menentukan lini usaha di luar lini usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, sehingga MK membenarkan adanya perluasan lini usaha asuransi, dalam hal ini adalah suretyship sebagiamana diatur dalam POJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, Dan Perusahaan Reasuransi Syariah. MK mengakui secara hukum bahwa suretyship telah menjadi bagian dari lini usaha asuransi sejak tahun 1978. Dengan demikian tidak ada keraguan lagi secara hukum baik bagi pengambil kebijakan (OJK) maupun Perusahaan Asuransi untuk menjalankan lini usaha suretyship dan suretybond.

 Sebelumnya, AAUI mengajukan uji materiil agar lini bisnis penjaminan atau suretyship yang dijalankan perusahaan asuransi bisa memiliki landasan hukum secara khusus dalam UU Perasuransian. Namun, MK menetapkan bahwa tidak perlu penambahan poin khusus terkait penjaminan di undang-undang tersebut dan bisnis suretyship dapat berjalan seperti yang sudah ada.

Dalam permohonannya, AAUI menilai bahwa Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang 40/2014 tentang Perasuransian multitafsir dan berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang 1/2016 tentang Penjaminan. Selain itu, AAUI pun menilai ada persoalan konstitusional dari lini bisnis yang sudah berjalan lama karena tidak terdapat aturan khusus bagi perusahaan asuransi.

MK dalam putusannya menyatakan bahwa bahwa setelah mencermati dalil pemohon, hal tersebut merupakan kekhawatiran yang tidak tepat, suretyship sebagai kegiatan yang mempunyai core business penjaminan juga dapat dijalankan oleh perusahaan asuransi. Sebagai pelaksanaan amanat UU 40/2014 pun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) 69/2016 yang memberikan kesempatan perusahaan asuransi menjalankan lini usaha suretyship.

“Dengan demikian perusahaan asuransi yang melakukan lini usaha suretyship tidaklah dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana kekhawatiran Pemohon,” demikian pandangan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif AAUI Dody Dalimunthe menyatakan bahwa adanya keputusan ini menjadi kepastian hukum bagi perusahaan asuransi untuk dapat memasarkan dan mengembangkan bisnis suretyship tanpa kendala. Dengan demikian, lanjut Dody, asuransi dengan lini usaha suretyship telah mendapat pengakuan dan juga dijalankan oleh perusahaan asuransi kerugian karena telah memenuhi Pasal 61 Ayat 2 UU No.1/2016 tentang penjaminan.

“AAUI akan mensosialisasikan putusan MK ini ke seluruh anggota AAUI untuk menegaskan bahwa perusahaan asuransi dapat melaksanakan kegiatan penerbitan dan pemasaran suretyship karena diatur dalam UU 40/2014 dan POJK 69/2016. Dengan putusan MK ini maka diharapkan premi lini bisnis suretyship kembali tumbuh baik, karena penerbit suretyship dapat menawarkan produk suretyship tanpa keraguan akan ancaman pidana,” ungkap Dody pada Media Asuransi, Senin, 7 Desember 2020. Fir

Exit mobile version