Media Asuransi – Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari 1 tahun ini menuntut terjadinya perubahan secara cepat pada banyak sektor, tak terkecuali di industri perasuransian. Dalam menyikapi situasi saat ini, Principal Itikad Academy bersama dengan Risk Management Professional Association (IRMAPA) menyelenggarakan webinar setengah hari dengan mengangkat tema ‘Pandemi Covid-19 dari Perspektif Aktuaria: Strategi Penetapan Modeling dan Asumsi yang Kompetitif bagi Askes Komersial’.
Acara dipandu oleh Goenawan Hadijojo selaku Principal Itikad Academy. Hadir sebagai pembicara adalah Chief Actuary Officer dan Aktuaris PT AJ Central Asia Raya, Kukuh Prio Sembodo, Direktur PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk, Trinita Situmeang, dan CEO Risk Resolution Techinal Advisor CRMS Indonesia, Fadjar Proboseno.
Baca juga: STMA Trisakti Buka Prodi S1 Aktuaria
Dalam pembukaannya Goenawan Hadijojo mengatakan bahwa pelaku usaha harus mampu melakukan adaptasi dan harus mulai terbiasa hidup dengan teknologi saat ini. Peran aktuaria akan semakin menojol dalam situasi pandemi ini. “Ada kemungkinan ke depan, perusahaan-perusahaan yang dapat menggunakan alat-alat tersebut dengan baik akan bisa lebih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan yang kurang menggunakan modelling atau aktuaria. Kita harapkan webinar pagi ini dapat memberikan sedikit gambaran kepada para peserta,” katanya saat membuka webinar, Kamis, 29 April 2021.
Pembicara pertama Kukuh Prio Sembodo dalam paparannya membedah dalam beberapa tahapan yakni. Pertama, refreshment mengenai jenis produk asuransi kesehatan yang membagi adanya indemnity plan dan managed care plan dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya. Kedua, refreshment mengenai premi asuransi kesehatan. Ketiga, refreshment faktor-faktor dalam perhitungan premi asuransi kesehatan. Kemudian, keempat mengenai Actuarial Control Cycle, dan kelima pandemi Covid-19 di Indonesia, serta yang terakhir mengenai pricing strategy.
Baca juga: Nasional Re Adakan Training Aktuaria
Pada kesempatan itu, Kukuh membahas tentang market push pricing. Yakni suatu kondisi harga produk asuransi kesehatan dihitung berdasar pendekatan harga yang tersedia di pasar. Dan, kedua dalam kondisi saat ini maka strategi perusahaan asuransi kesehatan dan secara bisnis tetap menguntungkan jika perusahaan semakin efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada.
Kukuh juga menjelaskan tentang beberapa faktor lain yang perlu diketahui oleh perusahaan asuransi terkait asuransi kesehatan. Yakni,:
1. Karakter perusahaan yang sering pindah-pindah atau loyal.
2. Bekerja sama dengan divisi klaim tekait informasi klaim yang sering dilakukan peserta dalam suatu perusahaan.
3. Waspada benefit as charge dengan limit tahunan kecil. Karena biasanya staf aktuaria menghitung berdasarkan formula saja yang belum tentu tepat.
4. Semakin banyak peserta harusnya semakin tinggi penyebaran risiko, namun pada asuransi kumpulan kesehatan, hal tersebut sangat tergantung juga besaran premi yang ditawarkan kepada peserta.
5. Strategi perusahaana asuransi dengan menerapkan subsisdi silang dengan asuransi lain.
6. Produk asuransi kesehatan jangka panjang harus mempehitungkan tingkat inflasi biaya medis.
Adapun pembicara kedua Trinita Situmeang mengangkat bahasan dengan judul ‘The Legacy of Covid-19: A Multitude Movement and Opportunities to Health Insurance’. Dijelaskan berdasarkan statistik dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) tahun 2019 dan 2020, pertumbuhan preminya lebih banyak digerakan oleh asuransi kesehatan, baik di perusahaan asuransi jiwa maupun asuransi kerugian yang sama-sama memiliki protofolio health mengalami peningkatan yang positf.
Baca juga: Performa Industri Asuransi Jiwa di Masa Pandemi Covid-19
Menurut Trinita, untuk tahun 2019 dan 2020 pada asuransi non life, berdasarkan statistiknya digabungkan antara PA (Personal Accident) dan asuransi kesehatan yang segmen kontribusinya pada 2020 sebesar 10,4% dengan angka Rp7,98 triliun dari total premi asuransi kerugian. Sementara 2019 sebesar 8,3% atau sebesar Rp6,60 triliun. Atau ada kenaikan sebesar 21% dari tahun 2019 ke 2020. Kontribusi PA dan health ini mencapai 70%, jadi cukup besar didominasi oleh asuransi kesehatan.
“Sedangkan, kalau di industri asuransi jiwa, di tahun 2020 premi asuransi kesehatan grup dan individu segmentasinya asebesar 6,5% pada angka Rp11,33 triliun. Sementara tahun 2019 sbesar Rp10,12 triliun, atau terjadi kenaikan 12% dari 2019 ke 2020. Memang yang paling banyak peminatnya adalah PAYDI (Produk Asuransi Yang Dikaitkan Investasi) mencapai 64,6% senilai Rp111,98 triliun di 2020, sementara tahun 2019 sebesar Rp115,38 triliun, jadi ada penurunan 3% dibandingkan 2019,” ungkapnya.
Pembicara ketiga Fadjar Proboseno membawakan materi berjudul ‘Penerapan Manajamen Risiko yang Efektif di Perusahaan Asuransi’. Dalam bahasannya menyinggung tentang apa itu risiko, kemudian mengupas peran manajemen risiko dalam perusahaan. Fadjar mengungkapkan risiko itu bukan sesuatu yang tidak harus dihindari. Pandemi Covid-19 ini juga membuat perusahaan mengerem dan makin berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya. “Diibaratkan orang yang mengendarai kendaraan pada malam hari, makin berhati-hati,” ungkapnya. Wiek