Site icon Media Asuransi News

Pengembangan Digital Banking Perlu Dukungan Dukcapil Kemendadri

    Perkembangan digital banking di Indonesia akan dapat lebih maksimal jika didukung data yang disediakan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, terutama data sidik jari dan iris mata. Menurut Kepala Departemen Penelitan dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Antonius Hari PM Ketersediaan data tersebut menjadi penting untuk pengembangan digital banking di tengah pesatnya perkembangan industri fintech. Hal ini disampaikannya seusai diskusi dengan wartawan dalam acara Media Massa Gathering di Bogor, 20 Oktober 2018.

    Antonius menjelaskan bahwa pengembangan digital banking sudah menjadi kewajiban bagi industri perbankan di Indonesia, mengingat saat ini financial tecnology (fintech) terus berkembang pesat. Di titik ini, perbankan di Indonesia membutuhkan data komprehensif mengenai nasabah atau calon nasabah dalam rangka mencapai kejayaan di digital banking. Meski data nasabah yang dimiliki perbankan terbilang lengkap, namun menilai masih membutuhkan data lain guna memaksimalkan pengembangan tersebut.

   Data yang dimaksudkan yakni yang dimiliki Dukcapil mengenai sidik jari dan iris mata. Data dari Dukcapil diperlukan karena terkait dengan aspek legalitas hukum yang kuat, karena Dukcapil merupakan lembaga yang memiliki wewenang mengumpulkan data termasuk sidik jari dan iris mata dari masyarakat. “Sebenarnya data di KTP termasuk sidik jari sudah ada. Tapi belum lengkap. Kalau Dukcapil buka data tersebut maka digital banking bisa maju. Karena saya kemarin sudah tanyakan kepada bank, apakah siap digital banking? Mereka menjawab sudah. Akan lebih baik jika dilengkapi data Dukcapil,” jelas Antonius Hari.

     Kesiapan perbankan itu antara lain tergambar dari kecenderungan bank-bank yang ada di Indonesia saat ini menginvestasikan dananya untuk pengembangan teknologi. “Kalau dilihat secara stastistik saja, kita lihat trennya bank-bank banyak investasi di aplikasi. Investasi untuk ke ATM berkurang. Data OJK menunjukkan bahwa investasi bank-bank di Indonesia untuk teknologi meningkat pesat dalam dua tahun terakhir. Per September 2016 nilai investasi IT hanya Rp6,06 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp7,74 triliun per September 2018.

   Perbankan memprioritaskan aplikasi perbankan berbasis mobile yakni 86 persen dalam pengembangan teknologinya. “Transaksi nasabah pada beberapa bank besar di Indonesia mayoritas 90 persen menggunakan channelelektronik. Tren digitalisasi perbankan pun trennya akan semakin naik di masa depan. Mengingat dengan bantuan teknologi, perbankan bisa menggaet nasabah dan memantapkan pelayanannya lebih optimal,” tuturnya.

    Menurut Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK ini, ada 80 bank yang mencoba melakukan pelayanan digital banking untuk para nasabahnya. Namun dari 80 bank tersebut, baru dua bank yang sudah benar-benar menerapkan layanan digital banking di Indonesia. Kedua bank tersebut adalah PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) melalui aplikasi digital Jenius dan PT Bank DBS Indonesia (DBS Indonesia) melalui aplikasi Digibank. “Beberapa bank masih ada yang belum lengkap. Dan yang sudah menyeluruh itu BTPN dan DBS,” ujar Antonius.

     OJK saat ini terus mendorong bank-bank lain agar segera menyusul menerapkan digital banking ini. “Saya tidak tahu strategi mereka (bank) apa, tapi kalau mereka tidak cepat akan tertinggal,” tuturnya. Untuk meningkatkan layanan perbankan, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum, pada 8 Agutstus 2018. Edi

Exit mobile version