PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) terus berupaya mengembangkan bisnis unit usaha syariah dengan serius. Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch mengatakan, tahun lalu merupakan tahun yang luar biasa bagi Prudential Syariah. Meskipun tak menyebut angka karena memang baru akan mempublikasikan kinerja keuangan pada pertengahan April, Jens menyatakan pertumbuhan kontribusi Prudential Syariah sangat mengesankan. “Tahun 2017 adalah tahun yang luar biasa bagi Prudential Syariah,” katanya dalam acara diskusi ringan dengan wartawan bertema “Syariah untuk Semua” di Jakarta, 7 Maret 2017.
Dari sisi tenaga pemasar, di akhir tahun 2017 jumlah agen Prudential Indonesia yang telah memiliki sertifikat sebagai agen syariah telah mencapai 100 ribu orang. Mereka adalah agen profesional Prudential Indonesia yang sebelumnya memasarkan produk konvensional, kemudian menempuh sertifikasi syariah. Di sisi back office, juga ada training–training mengenai syariah yang dapat diikuti oleh semua karyawan Prudential Indonesia yang jumlahnya lebih dari 2.000 orang.
Dari sisi pasar, Prudential Indonesia mencatat minat masyarakat Indonesia untuk membeli asuransi syariah masih cukup tinggi. Corporate Communication and Sharia Director Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo mengungkapkan hasil survei perusahaan yang dilakukan beberapa waktu lalu di 10 kota di Indonesia. Menurut dia, 40 persen responden mengaku memilih asuransi syariah. Sedangkan yang cenderung memilih asuransi konvensional sebesar 47 persen. Sisanya, yakni 13 persen belum menentukan apakah akan membeli asuransi syariah atau konvensional.
“Nah, yang 13 persen ini bisa menjadi pasar asuransi syariah. Bahkan jika saya berbicara dengan agen Prudential Indonesia, mereka mengatakan bahwa yang 47 persen ini juga bisa membeli asuransi syariah,” tuturnya. Dia tambahkan, dari 40 persen responden yang berminat untuk membeli asuransi syariah, sebanyak 80 persen diantaranya mengaku berminat membeli produk syariah Prudential. Sebanyak 57 persen menyatakan bahwa Prudential menjadi pilihan pertama bagi mereka.
Nini menyatakan bahwa dari hasil survei tersebut diketahui pasar asuransi syariah di Indonesia cukup besar. Sayangnya, penetrasi pasarnya masih kecil. “Penetrasi pasarnya rendah, padahal pasarnya terbuka sekali. Mengapa? Jawabannya, orang Indonesia belum mengerti prinsip syariah,” kata dia. Untuk itu, Prudential terus mendorong sosialisasi asuransi syariah kepada masyarakat. “Asuransi syariah ini untuk semua agama, bersifat universal, dan (mengusung) gotong royong,” tambahnya.
Syakir Sula, pakar ekonomi syariah yang hadir dalam acara itu memberi gambaran yang dapat menjelaskan fenomena tersebut. Menurut Syakir, awalnya masyarakat mempersepsikan bahwa asuransi syariah itu hanya untuk umat Muslim. “Belakangan ini masyarakat sudah menyadari bahwa keuangan syariah termasuk asuransi syariah, tidak hanya milik kelompok tertentu. Saya setuju dengan tema kampanye Prudential, Syariah untuk Semua,” tegasnya.
Dia mengharapkan dilakukan edukasi secara massif, yang menyatakan bahwa produk syariah ini bukan hanya untuk orang muslim, melainkan juga untuk non muslim. “Di perbankan syariah, saat ini mayoritas nasabah korporat adalah pengusaha non Muslim. Secara umum, rata-rata 50 persen nasabah korporat di beberapa bank syariah adalah nasabah non Muslim,” tuturnya.
Komisaris di salah satu bank syariah ini mengungkapkan bahwa seharusnya perkembangan keuangan syariah itu mestinya sejalan dengan yang konvensional. Dia menuturkan bahwa jika melihat masyarakat kelas menengah sekitar 5-10 tahun lalu, mereka sudah memiliki life style syariah, tetapi belum memilih asuransi syariah dan bank syariah sebagai solusi keuangannya. “Sejak kira-kira tiga tahun terakhir, masyarakat kelas menengah ini mulai masuk ke keuangan syariah. Mereka mulai memilih bank syariah, pasar modal syariah, asuransi syariah, dan pergadaian syariah untuk solusi kebutuhan finansialnya,” kata Syakir.
Terkait dengan pertumbuhan asuransi syariah yang tak terlalu pesat, menurut Syakir Sula ada beberapa faktor penyebabnya. Faktor pertama adalah modal yang relatife kecil. Dia menekankan bahwa aspek permodalan ini sangat penting. “Dengan ang seperti saat ini, hanya sekian puluh miliar rupiah atau mungkin hanya seratus miliar rupiah modal kecil, perusahaan asuransi tidak bisa melakukan apa-apa. Untuk membuka satu cabang saja diperlukan berapa miliar, belum untuk merekrut SDM, menggaji mereka dan sebagainya. Maka penting sekali memiliki modal yang besar,” ujarnya.
Selain itu ada faktor SDM. Dia berharap agar SDM yang ditempatkan di syariah adalah yang terbaik, kemudian juga mendapat pengetahuan mengenai asuransi syariah yang cukup. “Untuk agen, SDM-nya harus betul-betul siap dan bisa menjelaskan konsep syariah,” tandasnya. Syakir menambahkan, untuk agen menurutnya lebih baik menjadikan agen asuransi konvensional yang professional dan terbukti berkinerja bagus, untuk memiliki sertifikat sebaga agen asuransi syariah. Karena tingkat keberhasilannya secara umum akan lebih tinggi dibandingkan jika merekrut yang benar-benar baru. Edi