Site icon Media Asuransi News

Roadshow di Amerika, Pertamina Terbitkan Global Bond dengan Plafon US$20 Miliar

Media Asuransi – Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings telah menyematkan peringkat BBB terhadap usulan yankee bond. PT Pertamina (Persero) diketahui tengah menggelar roadshow atas penawaran surat utang yang diterbitkan di pasar Amerika Serikat (AS).

Penerbitan tersebut merupakan bagian dari program medium term notes (MTN) global dalam 2 seri 5 tahun dan 10 tahun dengan plafon hingga US$20 miliar.

Seperti diketahui, yankee bond merupakan istilah obligasi yang diterbitkan di bawah hukum AS oleh perusahaan yang bukan berasal dari AS. Fitch mencatat, tahun lalu, Pertamina sempat menembus rekor perusahaan Indonesia pertama yang menawarkan global bond dengan tenor 40 tahun. Dalam penawaran tersebut Pertamina telah meluncurkan program MTN global US$10 miliar pada Januari 2020 yang digelar dalam dua kali penerbitan dengan total US$2,95 miliar.

Dalam penerbitan global bond teranyarnya, Fitch Ratings menyebutkan bahwa program MTN global Pertamina yang diusulkan mencapai US$20 miliar, hasilnya akan digunakan Pertamina untuk belanja modal dan keperluan umum perusahaan.

“Peringkat Pertamina sama dengan peringkat induknya, Indonesia. Penilaian kami didasarkan tentang keterkaitan yang sangat kuat antara Pertamina dan Indonesia, serta insentif yang sangat kuat dari negara untuk memberikan dukungan ke Pertamina,” kata Fitch Ratings dalam keterangan resminya sebagaimana dikutip Media Asuransi Kamis, 4 Februari 2021.

Baca Juga:

Menanggapi kinerjanya, Fitch menilai, standalone credit profile (SCP) Pertamina di BBB lantaran profil keuangan perseroan yang tangguh dalam melalui siklus harga minyak, produksi hulu berbiaya rendah, dan operasi terintegrasi. Namun, peringkat SCP dibatasi oleh risiko regulasi terkait harga bahan bakar. Fitch berharap Pertamina dapat mempertahankan profil keuangan yang memadai terkait SCP selama empat hingga lima tahun ke depan.

Fitch memperkirakan, EBITDA Pertamina turun sekitar 20 persen menjadi US$6,5 miliar pada 2020. Hal ini dipicu oleh penurunan produksi hulu dan volume bahan bakar eceran. EBITDA Pertamina bisa meningkat selama empat tahun ke depan dengan volume produksi hulu yang tinggi, menyusul penambahan aset hulu baru.

Fitch memperkirakan, volume penjualan ritel akan kembali meningkat ke level sebelum pandemi pada 2022, dan harga ritel bakal stabil.

“Metrik kredit Pertamina kemungkinan tidak akan terlalu terpengaruh oleh harga minyak yang lebih rendah, terutama karena kami perkirakan harga jual eceran perseroan akan tetap stabil hingga 2024,” ungkap Fitch.

Dalam ekspektasinya, Fitch menilai bahwa harga minyak yang rendah dan harga jual yang stabil bisa mengurangi kebutuhan subsidi dan bentuk kompensasi negara lainnya selama dua tahun ke depan. Reimbursement kemungkinan akan turun menjadi sekitar US$3 miliar-US$4 miliar  per tahun hingga 2022 dari US$4,8 miliar pada 2019.

“Pertamina dinilai berhak atas kompensasi sebesar US$5,4miliar sejak 2017 karena menjual sejumlah jenis bahan bakar yang dikendalikan pada harga di bawah pasar,” jelasnya.

Baca Juga:

Sementara itu, volume hulu Pertamina diprediksi akan meningkat 10 persen per tahun pada 2021 dan 2022 setelah mengambil alih ladang minyak Rokan pada akhir 2021.

Fitch mengasumsikan produksi hulu akan tetap stabil setelah 2022 karena investasi perusahaan di lapangan baru dan upaya meningkatkan atau mempertahankan produksi di lapangan yang sudah ada. Operasi hulu Pertamina juga mendapat keuntungan dari posisi biaya tunai yang kuat di bawah US$11 per barel setara minyak pada 2019.

Dari sisi lainnya, Rasio dana operasi (funds from operation/FFO) terhadap utang bersih Pertamina turun menjadi sekitar 1,5 kali pada 2020 dari 1,9 kali pada 2019. Hal ini karena Pertamina mengurangi biaya operasional dan belanja modal demi mengurangi dampak penurunan pendapatan. Rasio FFO tersebut diperkirakan akan sekitar 1,9 kali-2,7 kali hingga 2024.

“Belanja modal dan intensitas investasi Pertamina diprediksi akan meningkat setelah perseroan mengambil alih beberapa kontrak bagi hasil yang besar dan matang. Aksi tersebut membutuhkan investasi besar demi mempertahankan produksi, dan meningkatkan kilangnya,” pungkas Pitch. One

Exit mobile version