Media Asuransi, GLOBAL – Industri keuangan tengah menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks seiring adopsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) yang semakin meluas. Para pakar menilai perusahaan perlu mengubah cara mereka memperkuat pertahanan, bukan hanya lewat teknologi, tetapi juga lewat strategi rekrutmen dan budaya perusahaan.
Melansir Insurance Asia, Senin, 29 September 2025, di sektor perbankan dan asuransi, porsi anggaran untuk keamanan siber terus meningkat, dari sebelumnya 6–8 persen dari total belanja TI menjadi 10–12 persen. Kenaikan ini menunjukkan kesadaran yang kian besar akan risiko serangan siber yang dapat merugikan bisnis dan konsumen.
|Baca juga: Pemerintah Putuskan Tarif Listrik Triwulan IV/2025 Tetap
|Baca juga: Legislator: Dana Pensiun Bertujuan Memberikan Jaminan untuk Pekerja di Masa Tua
Salah satu strategi utama yang disarankan adalah merekrut talenta dengan rasa ingin tahu tinggi. Bukan hanya ahli keamanan siber tradisional, tetapi juga individu yang mampu mempelajari teknologi baru dengan cepat dan memahami potensi ancaman dari berbagai sisi.
Selain rekrutmen, investasi strategis dalam infrastruktur keamanan menjadi sorotan. Para pemimpin industri menekankan perusahaan tidak bisa sembarangan mengadopsi teknologi baru tanpa perencanaan matang karena setiap inovasi berpotensi membawa celah keamanan baru.
Perubahan budaya dari level pimpinan teratas juga dinilai penting. Keamanan siber tidak boleh hanya dilihat sebagai urusan tim IT semata, melainkan sebagai bagian dari strategi bisnis yang melibatkan seluruh elemen perusahaan.
AI yang awalnya dianggap solusi efisiensi kini diakui juga meningkatkan risiko, seperti pemalsuan suara yang semakin canggih hingga potensi serangan phishing yang sulit dibedakan dari komunikasi asli. Hal ini membuat deteksi ancaman memerlukan kombinasi teknologi dan pemahaman manusia yang mendalam.
|Baca juga: Tarik Valas ke Dalam Negeri, BNI (BBNI) Sesuaikan Bunga Deposito Dolar AS Jadi 4%
|Baca juga: BTN (BBTN) Kerek Suku Bunga Deposito Valas Jadi 4%
Di beberapa perusahaan, ide seperti pelatihan langsung bagi staf operasional bahkan telah dilakukan untuk memaksimalkan potensi talenta internal. Hasilnya, proses digitalisasi menjadi lebih inklusif sekaligus memperkuat pertahanan siber dari dalam.
Secara keseluruhan, para ahli menekankan dunia keuangan harus bergerak cepat menghadapi ancaman siber. Rekrutmen talenta tepat, investasi strategis, serta budaya perusahaan yang adaptif akan menjadi kunci untuk melindungi bisnis di era digital yang semakin berisiko ini.
Editor: Angga Bratadharma