Media Asuransi – Pemerintah mengaku telah menerima proposal Non-Disclosure Agreement (NDA) dari produsen otomotif asal Amerika Serikat (AS), Tesla.
Dalam proposalnya tersebut, selain rencana kerja sama pengembangan mobil listrik, Tesla tertarik menjadikan Indonesia sebagai ladang investasi dalam pengembangan energi terbarukan.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan, Tesla telah mengajukan proposal Non-Disclosure Agreement (NDA) dalam pengembangan mobil listrik di Indonesia.
Selain itu, Tesla juga sangat tertarik dengan potensi energi terbarukan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah membangun energy storage system (ESS) di Indonesia.
“Meski banyak permintaan pembangunan power bank ESS dari berbagai negara, namun Tesla tetap melirik Indonesia sebagai ladang investasi dalam pengembangan energi terbarukan. Mereka melihat Indonesia sebagai negara kepulauan, tentunya memiliki potensi banyak renewable energy, teknologi ESS yang akan mereka bawa ke Indonesia untuk memberikan manfaat yang maksimal,” kata Seto dalam keterangan resminya sebagaimana dikutip Media Asuransi di Jakarta, 5 Februari 2021.
Baca Juga:
- BTN Proyeksikan Backlog Dapat Ditekan Hingga 4 Juta Unit di 2030
- Kebijakan Fiskal Diperkuat, Arah Pemulihan Ekonomi Didorong Lebih Cepat
- Cadangan Devisa Januari 2021 Meningkat
- Kinerja Meningkat Pesat, APRDI-KSEI Dorong Sistem Pelaporan Reksa Dana Secara Online
Menurut Seto, teknologi berbasis ESS yang akan dibangun di Indonesia mirip seperti power bank, tetapi teknologi ESS memiliki kapasitas besar di kisaran 20 megawatt hingga 100 megawatt.
Dalam proposalnya tersebut, ESS optimis teknologi yang akan diaplikasikan di Indonesia ini akan menggantikan pembangkit-pembangkit peaker yang ada di Indonesia. Di mana, pembangkit dengan menggunakan sistem peaker adalah pembangkit yang berjalan saat permintaan listrik sedang tinggi.
“Peaker itu kan pembangkit yang hanya digunakan ketika electricity demand-nya itu di satu periode dan jauh melebihi penggunaan rata-ratanya. Jadi dibandingkan bikin pembangkit listrik baru, ya sudah pakai baterai saja,” ungkap Seto.
Seto menjelaskan bahwa teknologi power bank ESS milik Tesla akan berfungsi dan akan mengisi energi saat permintaan listrik sedang menurun sehingga dapat dijadikan cadangan saat electricity demand-nya sedang naik atau tinggi. Terlebih di Indonesia seringkali mengalami siklus dan fluktuasi dalam penggunaan listriknya.
“Dari yang mereka sampaikan, pembangunan teknologi ESS ini tentunya lebih murah dibandingkan dengan membuat pembangkit peaker dengan ongkos produksi yang tinggi. Jadi saya pikir teknologi ESS yang ditawarkan Tesla cukup menarik untuk diaplikasikan di Indonesia,” tutupnya. One