Fajar Nindyo *)
Dalam menghadapi era teknologi informasi yang mengalami kemajuan begitu pesat, semua perusahaan, baik yang menjual barang fisik maupun yang menyediakan jasa, harus selalu mengikuti perkembangan dan terobosan tersebut, termasuk dalam hal sistem digitalisasi yang mulai banyak diterapkan perusahaan asuransi.
Sebagai bagian dari ekosistem bisnis asuransi, perusahaan asuransi syariah juga wajib mengikuti perkembangan kemajuan teknologi informasi itu karena jika tidak, akan sulit berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan sejenis terutama dalam mengakuisisi peserta dari golongan muda (generasi milenial dan generasi Z).
API (Application Programming Interface) secara sederhana merupakan sebuah sistem yang mengintegrasikan ‘mesin’ A dan ‘mesin’ B, yakni akses ke sistem dapat dilakukan secara bersama-sama. Misalkan dalam sebuah transaksi marketplace, pembeli (buyer) akan dapat mengakses 2 sistem sekaligus baik yang disediakan pihak marketplace maupun bank penerima pembayaran transaksi.
Demikian juga dalam aplikasi jasa transaksi asuransi, sistem API sebagai bagian dari digitalisasi sistem sudah mulai banyak diterapkan oleh sejumlah perusahaan asuransi syariah sejak beberapa tahun terakhir, dimulai dari proses penerbitan polis, pembayaran kontribusi (premi), sampai proses pembayaran klaim.
Secara teknis programming, API dapat menggunakan 2 metode yaitu : (1) JavaScript Object Notation (JSON) yang bentuknya antara lain berupa data yang dapat dikonsumsi oleh para pihak, atau (2) Pengiriman data melalui email dari pihak pengirim yang secara otomatis akan berpindah ke sistem penerima dalam kondisi ‘apa adanya’. Atau misalnya melalui aplikasi chatbot yang dapat menyediakan integrasi data.
Intinya, API dapat menyediakan pertukaran atau pengiriman data dari entitas (perusahaan) A ke entitas (perusahaan) B yang mampu memangkas proses manual yang selama ini dilakukan ‘by user’ karena ia harus memindahkan dari satu tempat ke tempat lain ‘by human’. Dengan kata lain, API memiliki keunggulan karena dapat menghilangkan unsur ‘human intervention’.
Pola transfer data tersebut tidak mensyaratkan adanya penyediaan 1 server untuk dipakai secara bersama-sama namun masing-masing pihak dapat memiliki server masing-masing. Data yang akan dikirim dan dipertukarkan disepakati terlebih dahulu formatnya. Di jaman sebelum adanya JSON, formatnya rata-rata masih menggunakan XML (Extensible Markup Language), namun seiring dengan perkembangan teknologi programming, XML digantikan dengan JSON yang lebih ‘human reliable’ atau lebih mudah dibaca oleh pengguna, disamping proses transfernya lebih cepat.
API juga menawarkan kemudahan dalam hal pembuatan program karena tidak harus sama antara software pembuat API-nya diantara kedua pihak yang akan melakukan integrasi. Misal perusahaan A dapat menggunakan bahasa pemrograman atau programming language Java sedangkan perusahaan B menggunakan Golang, perbedaan itu tidak menjadi masalah.
Dalam contoh lain, layanan klaim dapat disempurnakan melalui pengimplementasian ‘realtime video call’, misalnya saat peserta Takaful mengalami kejadian musibah dan hendak mengajukan klaim maka peserta tersebut dapat menunjukkan melalui perangkat handphone-nya berupa foto-foto kerusakan. Pihak operator Takaful selanjutnya akan mengirimkan ‘link’ yang akan diklik oleh peserta tersebut lalu dipandu untuk mengarahkan perangkat kameranya ke bagian-bagian (parts) kendaraan yang akan diajukan klaim kerusakannya. Petugas klaim (claim examiner) selanjutnya akan menentukan bagian mana saja dari kendaraan tersebut yang akan disetujui (approved) klaimnya dan bagian mana yang ditolak (rejected). Integrasinya dapat dilakukan melalui sistem API yang dirancang bersama antara perusahaan asuransi dengan provider e-claim.
Sedangkan dari sisi kepentingan agen atau mitra penjualan Takaful, salah satu implementasi yang dapat dilakukan adalah menggunaan API untuk men-‘trace’ atau menelusuri status pembayaran ujroh (komisi) agen atau intermediary lainnya.
Apabila terobosan digitalisasi di atas dapat dilakukan oleh operator Takaful secara konsisten maka niscaya hal itu dapat menjadi entry point bagi operator Takaful untuk meningkatkan level kepercayaan diri dalam menjalin aktivitas bisnis yang semakin kompetitif.
*) Penulis adalah Wakil Manager Takaful Institute