1
1

Penerapan Kebijakan Sustainable Finance di Sektor Asuransi, Mungkinkah?

Oleh: Fajar Nindyo – Wakil Manager Takaful Institute

 

Dalam webinar Grand Closing Kampanye Nasional FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam), 26 Juni 2022, saya berada 1 panel dengan pembicara dari Universitas Sebelas Maret, Ibrahim Fatwa Wijaya. Saat itu dibahas topik yang cukup menarik yaitu terkait isu sustainable finance terutama di sektor pembiayaan dan investasi.

Satu hal yang mendasari industri keuangan global mulai menggaungkan kampanye sustainable finance adalah terkait fenomena global warming, negara-negara di dunia sudah mulai bersepakat untuk melakukan dukungan dalam rangka menurunkan suhu dunia yang dikhawatirkan akan melebihi ambang batas apabila tidak dikendalikan. Dengan demikian akan makin banyak proyek terkait upaya menurunkan pemanasan global yang juga akan mendorong peningkatan pembiayaan (financing) pada sektor tersebut, sehingga lembaga keuangan di Indonesia pun harus mulai merespons isu ini.

Sustainable finance menjadi tantangan jangka panjang terkait pengembangan berkelanjutan yang meliputi bidang atau aspek sosial (social), lingkungan (environment), dan ekonomi (economic). Dalam hal ini pemodal atau investor dapat memiliki peran dalam pencapaian sustainable finance sehingga misalnya dalam kasus pembiayaan, mereka bisa saja menolak pengucuran pembiayaan apabila si calon penerima pembiayaan masih tersandung masalah sosial, lingkungan, dan ekonomi.

OJK (Otoritas Jasa Keuangan) telah mengenalkan konsep Taksonomi Hijau yang mengklasifikasi aktivitas ekonomi dalam rangka mendukung usaha-usaha pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi terhadap perubahan iklim. Taksonomi Hijau diharapkan dapat membantu proses pemantauan berkala dalam implementasi penyaluran pembiayaan atau investasi di bidang atau sektor hijau.

Klasifikasi kriteria Taksonomi Hijau dapat dibagi menjadi 3 kategori : (1) hijau (do no significant harm, apply minimum safeguard, provide positive impact to the environment and align with the environmental objective of the Taxonomy); (2) kuning (do no significant harm); dan (3) merah (harmful activities) yakni hasil pengukuran tersebut menunjukkan sejauh mana tingkat kegiatan usaha dalam rangka melindungi, memperbaiki dan meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Terkait sektor bisnis asuransi, perusahaan asuransi menghadapi tantangan untuk ikut berperan serta dalam menyukseskan dan menjaga kampanye sustainable finance. Beberapa perusahaan asuransi dan reasuransi global anggota UN-convened Net-Zero Asset Owner Alliance telah berkomitmen untuk mengalihkan portofolio investasi pada net-zero greenhouse emissions di tahun 2050. Mereka juga bekerja sama dengan partner di industri asuransi melalui keahlian underwriting guna mendukung dekarbonisasi, contohnya dengan memberikan solusi asuransi pada teknologi rendah emisi atau berbasis alam dalam penyerapan emisi.

Dengan demikian, industri asuransi atau reasuransi sesungguhnya memiliki peluang yang sama dengan sektor keuangan lain dalam upaya untuk menyukseskan kampanye sustainable finance. Sebagai contoh, perusahaan asuransi dapat menawarkan insentif kepada nasabah yang menjalankan program pencegahan dan efisiensi energi, misalnya pemberian rate atau tarif khusus asuransi untuk bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi, termasuk peningkatan dukungan proteksi asuransi atau reasuransi kepada industri yang menggunakan energi terbarukan (renewable energy).  

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Pemerintah Jaga Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional
Next Post Startup Singapura Dirikan UNO Digital Bank di Filipina

Member Login

or