Site icon Media Asuransi News

Arah Strategi Investasi Obligasi Pasca Normalisasi Kebijakan The Fed

Portfolio Manager, Fixed Income MAMI, Laras Febriany. | Foto: MAMI

Media Asuransi – Antisipasi normalisasi kebijakan bank sentral terutama di Amerika Serikat tampaknya menjadi salah satu pertimbangan utama arah strategi investasi pada paruh kedua di tahun 2021. Normalisasi kebijakan Fed menjadi salah satu faktor penting dalam pengelolaan portofolio di tahun ini. Seperti yang sudah diantisipasi oleh pasar, tren pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS), yang ditunjukkan oleh meningkatnya proyeksi pertumbuhan PDB dan inflasi, menyebabkan pergeseran kebijakan moneter Fed dari yang sangat longgar menjadi lebih ketat.

Meskipun kebijakan moneter yang lebih ketat berpotensi mengurangi likuditas global dan memberikan tekanan pada pasar obligasi, pendekatan dan arahan Fed yang ultra-gradual diperkirakan akan membuat dampak negatif dari pengetatan moneter tersebut menjadi lebih terbatas, tidak seperti taper tantrum di tahun 2013. “Dapat dikatakan bahwa kebijakan pengetatan Fed dan dampaknya terhadap kenaikan imbal hasil US Treasury sudah diperhitungkan dan diterima oleh pasar sejak awal tahun,” kata Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Laras Febriany, dalam keterangan resmi yang dikutip Media Asuransi, Senin, 9 Agustus 2021.

Dia tambahkan, pertumbuhan ekonomi AS yang diperkirakan sudah mencapai puncaknya pada kuartal dua berpotensi mempengaruhi rilis data perekonomian AS ke depannya menjadi lebih moderat. Dengan demikian, ekspektasi terhadap pemulihan pertumbuhan ekonomi dan inflasi menjadi lebih terbatas. “Kondisi ini dapat mempengaruhi volatilitas pergerakan imbal hasil US Treasury agar lebih terjaga,” jelas Laras.

|Baca Juga:Investasi Emas dan Reksa Dana, Mana yang Lebih Menguntungkan?

Kebijakan moneter dan fiskal Amerika Serikat sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia tentu memiliki pengaruh terhadap negara lain, khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Pengaruhnya dapat dirasakan melalui pergerakan suku bunga, imbal hasil obligasi, serta nilai tukar domestik. Kebijakan moneter AS yang lebih ketat berpotensi memang mempengaruhi pergerakan imbal hasil obligasi domestik dan nilai tukar rupiah, namun pendekatan Fed yang ultra-gradual serta kebijakan pengetatan moneternya yang sudah diperhitungkan dan diterima oleh pelaku pasar berpotensi membuat volatilitas pergerakan imbal hasil US Treasury dapat lebih terjaga.

Menurut Laras, secara fundamental perekonomian Indonesia juga semakin membaik. Beberapa indikator seperti neraca transaksi berjalan, inflasi, dan cadangan devisa menunjukkan perbaikan yang cukup berarti sehingga kondisi ini dapat membuat Indonesia menjadi lebih kuat atau sigap dalam menghadapi normalisasi kebijakan bank sentral AS. “Ke depannya, jika terjadi kenaikan imbal hasil US Treasury, selama kenaikan tersebut terjadi secara bertahap, maka akan memberikan dampak yang konstruktif terhadap perekonomian dan pasar finansial Indonesia,” jelasnya.

|Baca Juga:Reliance Sekuritas: IHSG Berpotensi Tertekan

Pasar Obligasi

Ledakan kasus Covid-19 setelah libur lebaran yang lalu memang sudah diperkirakan dan diantisipasi oleh pemerintah maupun pelaku pasar obligasi. Sehingga meskipun jumlah kasus positif Covid-19 tersebut melonjak di atas ekspektasi pemerintah, tidak berdampak buruk ke pasar obligasi. Menurut Laras Febriany, ketahanan pasar obligasi yang lebih baik di tahun ini didukung oleh beberapa faktor positif, yakni:

  1. Likuiditas domestik perbankan yang melimpah akibat pertumbuhan kredit yang diperkirakan akan tetap rendah.
  2. Rupiah yang cenderung stabil.
  3. Valuasi obligasi yang masih menarik, yakni imbal hasil riil Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di kawasan.
  4. Pergerakan imbal hasil US Treasury yang lebih terjaga.
  5. Berkurangnya tekanan jual investor asing mengingat kepemilikannya pada obligasi domestik yang sudah cukup rendah (<23%).

 

“Sentimen yang lebih positif di pasar domestik dan global berpotensi menggerakkan imbal hasil obligasi pemerintah denominasi rupiah tenor 10 tahun untuk dapat turun lebih dalam dari level saat ini,” kata Portfolio Manager Fixed Income MAMI, Laras Febriany.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi sebagai dampak penerapan PPKM Darurat, menjadi faktor risiko yang perlu dicermati khususnya pada obligasi korporasi. Guna meminimalkan risiko kredit pada obligasi korporasi, MAMI menerapkan tiga strategi utama, yakni:

  1. Analisa kredit internal yang ketat meliputi ongoing review dan monitoring.
  2. Menetapkan limitasi pembobotan investasi pada setiap nama emiten sesuai dengan peringkat internal yang diberikan.
  3. Mengurangi risiko konsentrasi pada sektor tertentu dengan melakukan diversifikasi pada beberapa sektor usaha yang berbeda.

 

Menurut Laras, pada kondisi pandemi, pemilihan investasi difokuskan pada perusahaan berkualitas tinggi, yakni perusahaan yang memiliki fundamental yang baik, profil kredit dan parental support yang kuat, serta tidak terlalu rentan terhadap dampak perubahan sikus ekonomi. Sejauh ini strategi investasi yang diterapkan terbukti berhasil memberikan dorongan kinerja yang baik pada portofolio dengan tingkat volatilitas yang relatif rendah. “Ke depannya kami akan terus melakukan analisa dampak kondisi ekonomi terhadap emiten obligasi korporasi yang terdapat dalam portofolio,” tuturnya.

|Baca Juga:Strategi Investasi Saham Membedah Mitos Sell in May and Go Away

Mengenai katalis positif yang dinantikan untuk pasar obligasi di paruh kedua di tahun ini, dia menjelaskan bahwa secara umum terdapat dua faktor penting yang dapat mendukung pergerakan pasar obligasi, yaitu siklus suku bunga dan mekanisme dari sisi permintaan atau penawaran. Pertama, kebutuhan untuk menjaga stabilitas rupiah. Inflasi yang terkendali dan upaya untuk mendorong perekonomian, membuat Bank Indonesia mempertahankan kebijakan moneter akomodatif yang berdampak positif bagi pasar obligasi. “Kondisi makro yang relatif positif berkontribusi pada imbal hasil riil obligasi Indonesia yang menarik,” kata Laras.

Kedua, langkah pemerintah untuk mengurangi pasokan obligasi di paruh kedua menjadi katalis positif yang dapat mendukung pergerakan obligasi menjelang akhir tahun. Pemerintah mengurangi target pembiayaan utang di tahun ini sebesar Rp283 triliun menjadi Rp924 triliun. Pemerintah berencana untuk menggunakan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran), yang berpotensi mengurangi target pembiayaan sekitar 24 persen lebih rendah dari target sebelumnya. Pemerintah juga berencana untuk mengoptimalkan penerbitan obligasi ritel yang diharapkan dapat meningkatkan gairah investor domestik berinvestasi di pasar obligasi.

“Penanganan pandemi yang efektif dan cepat turut diperlukan untuk mendorong sentimen yang lebih positif di pasar obligasi,” jelas Laras Febriany.

Sementara itu, faktor risiko yang dicermati dari sisi eksternal adalah volatilitas pada imbal hasil US Treasury, flight to safety pada dolar AS, ketegangan geopolitik, dan perubahan komunikasi kebijakan Fed. Sedang faktor risiko dari sisi internal yang perlu diperhatikan adalah perlambatan ekonomi domestik yang disebabkan oleh pembatasan aktivitas masyarakat, yang berpengaruh terhadap outlook peringkat utang Indonesia serta dampaknya terhadap defisit anggaran pemerintah.

Di tengah kondisi saat dan dengan mempertimbangkan outlook pasar obligasi Indonesia yang masih menawarkan upside potential yang baik, MAMI menilai level saat ini masih cukup menarik bagi investor untuk berinvestasi. Ada dua hal yang dilakukan. Pertama, portofolio aset obligasi dalam denominasi rupiah kami jaga pada durasi tactical overweight, baik bagi portofolio dengan durasi pendek ataupun menengah, memanfaatkan potensi berkurangnya pasokan obligasi, likuiditas domestik yang tinggi dan selera asing yang semakin meningkat di pasar obligasi Indonesia. Kedua, guna meminimalkan risiko dan menjaga stabilitas pada portofolio obligasi dalam denominasi dolar, durasi dijaga lebih kurang 3 tahun.

Duration managementsecurity selection, dan yield enhancement diharapkan untuk menjadi penopang kinerja portofolio di tahun ini. Di samping itu kami juga terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali,” kata Portfolio Manager Fixed Income MAMI, Laras Febriany. Edi

Exit mobile version