Media Asuransi – Emiten energi milik taipan Arifin Panigoro, PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) mencetak laba bersih mencapai US$ 3,29 juta atau setara Rp 47 miliar (kurs Rp 14.300/US$) di kuatal I/2021.
Laporan keuangan MEDC mencatat, pencapaian laba bersih di Maret 2021 ini berbalik dari rugi US$ 17 juta atau setara Rp 243 miliar pada pada kuartal I tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan tersebut, MEDC membukukan pendapatan US$ 300,23 juta atau setara Rp 4,3 triliun atau naik 8,56% dari US$ 276,49 juta.
Manajemen MEDC dalam pernyataan resmi di Bursa Efek Indonesia (BEI) menyarakan kinerja yang positif ini ditopang pulihnya harga komoditas yang walaupun permintaan gas masih rendah.
Baca juga: Terus Naik, Investor Asing Net Buy Rp17,01 Triliun Sepanjang 2021
“Saya senang melaporkan hasil kinerja yang membaik dengan laba bersih positif dan EBITDA yang meningkat,” kata Roberto dalam keterangan resmi, dikutip Senin, 28 Juni 2021.
Adapun EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) Medco senilai US$159 juta atau naik 2 kali lipat dari kuartal IV/2020.
Kenaikan ini terutama ditopang oleh harga komoditas yaitu harga minyak sekitar US$ 58,8 per barel atau naik 14% year on year (yoy) dan harga gas stabil di level US$5,7 per mmbtu.
Dari data BEI, saham MEDC Senin pagi ini, 28 Juni 2021, dibuka naik 1,48% di Rp685 per saham dengan nilai transaksi Rp5 miliar. Dalam sepekan saham MEDC naik 2,24% dan sebulan terakhir naik tipis 0,74%.
Sementara itu, harga minyak dunia mencetak rekor kenaikan tertinggi sejak Oktober 2018 pada perdagangan Jumat, 25 Juni 2021, waktu Amerika Serikat (AS). Kenaikan dipicu oleh ekspektasi pertumbuhan permintaan yang melampaui pasokan minyak OPEC+.
Baca juga: 5 Strategi Menyiasati Bujet Belanja Bulanan
Dilansir dari Reuters, harga minyak Brent naik 62 sen atau 0,8 persen menjadi US$76,18 per barel. Sedangkan, minyak acuan West Texas Intermediate (WTI) naik 1 persen atau 75 sen menjadi US$74,05 per barel. Kedua kontrak minyak tersebut merupakan titik tertingginya sejak 3 tahun lalu dan naik 3 persen sepanjang pekan lalu.
Kenaikan harga minyak mentah dikarenakan prospek permintaan yang membaik dan ekspektasi pasar akan tetap ketat karena OPEC+ yang kemungkinan hanya akan menaikkan sedikit produksi pada pertemuan tingkat menteri 1 Juli 2021.
Saat ini, semua mata tertuju pada OPEC+ yang akan bertemu pada 1 Juli untuk membahas pelonggaran lebih lanjut pengurangan produksi mereka mulai Agustus mendatang. Para produsen saat ini memiliki ruang yang cukup untuk meningkatkan pasokan tanpa merusak prospek pasar yang saat ini sedang cerah.
Di sisi permintaan, faktor utama yang harus dipertimbangkan OPEC+ adalah pertumbuhan yang kuat di AS, Eropa, dan China, didukung oleh peluncuran vaksin dan pembukaan kembali ekonomi.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah prospek pencabutan sanksi terhadap Iran. Dikhawatirkan, pencabutan sanksi akan membuat pasar dibanjiri stok minyak dalam waktu dekat.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pertimbangan pencabutan sanksi adalah masalah kepatuhan Teheran dengan kesepakatan nuklir 2015. Antony menyebut kurangnya kesepakatan sementara antara pengawas nuklir PBB dan Iran tentang pemantauan aktivitas atom adalah masalah serius yang telah dikomunikasikan ke Teheran.
Iran belum menanggapi pengawas nuklir PBB tentang perpanjangan perjanjian pemantauan yang berakhir pada pekan lalu. Aha