Media Asuransi – Pemerintah menyatakan APBN 2022 dirancang antisipatif, responsif, dan fleksibel sebagai instrumen pemulihan ekonomi dan menghadapi berbagai ketidakpastian ke depan.
“Meski ekonomi diprediksi membaik di tahun 2022, pemerintah akan terus berhati-hati terhadap risiko ketidakpastian yang masih tinggi, baik itu yang berasal dari tidak meratanya pemulihan ekonomi secara global maupun risiko ketidakpastian penanganan pandemi. Hal ini tercermin dari kebijakan fiskal 2022 yang countercyclical untuk mendorong kesiapan sistem kesehatan, pemulihan ekonomi masyarakat dan melanjutkan reformasi struktural. Di saat yang sama, Pemerintah akan mengendalikan risiko fiskal agar keberlanjutan fiskal jangka panjang tetap dapat dijaga,” ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.
Dia menjelaskan, pemerintah konsisten dalam menjadikan APBN sebagai instrumen pemulihan sejak awal pandemi. Capaian strategi penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal II/2021 yang mencapai 7,07%. Penguatan pemulihan ekonom ini akan terus dijaga. Selain itu, agenda reformasi struktural untuk peningkatan produktivitas, daya saing investasi dan ekspor, penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan terus dilakukan.
|Baca juga: PMI Manufaktur Turun, BKF: Indonesia Tak Sendirian
“Hal ini telah dimulai dengan implementasi UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur konektivitas dan untuk mendorong industrialisasi, serta penciptaan ekosistem hukum dan birokrasi yang kondusif bagi dunia usaha.”
Dengan mempertimbangkan pemulihan dan reformasi struktural tersebut, asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN 2022 ditargetkan pada kisaran 5,0%-5,5%. Sementara itu, inflasi akan tetap dijaga pada tingkat 3%. Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.350 per US Dollar, dan suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun diperkirakan sekitar 6,82%. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada 63 US Dollar per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 703.000 barel dan 1.036.000 barel setara minyak per hari.
Lebih lanjut, Febrio mengatakan bahwa APBN berperan sentral untuk melindungi keselamatan masyarakat dan sekaligus sebagai motor pengungkit pemulihan ekonomi. Hal ini tercermin dari enam fokus utama dalam kebijakan APBN 2022 seperti yang disampaikan pada pidato Presiden RI tanggal 16 Agustus 2021. Pertama, melanjutkan upaya pengendalian Covid-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan. Kedua, menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan. Ketiga, memperkuat agenda peningkatan SDM yang unggul, berintegritas, dan berdaya saing.
Keempat, melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi. Kelima, penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antardaerah. Keenam, melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting untuk mendorong agar belanja lebih efisien, memperkuat sinergi pusat dan daerah, fokus terhadap program prioritas dan berbasis hasil, serta antisipatif terhadap kondisi ketidakpastian.
|Baca juga: RAPBN 2022 Capai Rp2.708,7 Triliun, Ini 6 Fokus Pemanfaatannya
Untuk menjalankan enam fokus kebijakan tersebut, alokasi belanja negara dalam RAPBN 2022 direncanakan sebesar Rp2.708,7 triliun yang meliputi, belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.938,3 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp770,4 triliun. Anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp255,3 triliun, atau 9,4% dari belanja negara. Sedangkan anggaran perlindungan sosial dan Pendidikan masing-masing dialokasikan sebesar Rp427,5 triliun dan Rp541,7 triliun. Selanjutnya, pembangunan infrastruktur dianggarkan Rp384,8 triliun, dan anggaran transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp770,4 triliun.
Dari sisi penerimaan, pendapatan negara pada tahun 2022 menjadi sebesar Rp1.840,7 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.506,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp333,2 triliun. “Reformasi perpajakan merupakan bagian dari reformasi fiskal yang terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Tidak hanya dari sisi penerimaan, reformasi juga diiringi dengan perbaikan kualitas sisi belanja (spending better) serta pengelolaan pembiayaan yang aman dan hati-hati,” tambah Febrio.
Dengan komposisi belanja dan penerimaan tersebut, defisit anggaran tahun 2022 direncanakan sebesar 4,85% terhadap PDB atau Rp868,0 triliun. “Rencana defisit tahun 2022 yang lebih kecil dari outlook 2021 memiliki arti penting sebagai langkah untuk mencapai konsolidasi fiskal, mengingat tahun 2023 defisit anggaran diharapkan dapat kembali ke disiplin fiskal yaitu defisit maksimal 3% PDB,” terang Febrio.
Menurut Febrio, defisit anggaran tahun 2022 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati. Aca