Media Asuransi – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mendapat berkah dari momentum kenaikan harga komoditas atau yang kerap disebut dengan fenomena supercycle.
Kendati produksi dan penjualan menurun, tetapi kenaikan harga nikel yang cukup signifikan mampu mendongkrak kinerja perseroan di sepanjang semester pertama 2021.
Baca juga: Cari Dana Rp4,35 Triliun, Krakatau Steel (KRAS) Lepas Anak Perusahaan
Sepanjang periode April-Juni 2021, volume produksi nikel INCO tercatat sebesar 15.048 ton sehingga produksi nikel perseroan secara keseluruhan di sepanjang Januari-Juni menjadi 30.246 ton.
Angka ini menyusut dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 36.315 ton. Penurunan juga terjadi pada volume penjualan yakni dari 36.600 ton menjadi 30.692 ton saja per Juni 2021. Pada kuartal II/2021, INCO hanya berhasil menjual 15.845 ton nikel.
Namun, harga rata-rata penjualan perseroan melesat 37% dari US$9.486 per ton menjadi US$13.520 per ton. Tak pelak, pendapatan, EBITDA, dan pada akhirnya laba bersih perseroan pun ikut terkerek naik.
Pendapatan INCO pada 6 bulan pertama 2021 tercatat sebesar US$414,95 juta, naik 15% dari US$360,38 juta pada periode yang saham tahun lalu. EBITDA naik dari US$114,30 juta menjadi US$161,20 juta.
Baca juga: Wahana Ottomitra Multiartha (WOMF) Terbitkan Obligasi Rp500 Miliar
Hal ini kemudian berimbas pada laba bersih perseroan yang berhasil naik dua digit, yakni sebesar 11% dari US$53,13 juta menjadi US$58,79 juta.
Kinerja ciamik ini menjadi sentimen postif bagi saham INCO setelah pada 26 Juli 2021, Bursa Efek Indonesia memutuskan untuk memasukkan INCO ke dalam daftar index terlikuid IDX30 mulai Agustus 2021 mendatang.
Tidak heran, jika saham INCO terus menjadi buruan para investor, termasuk investor asing. Pada perdagangan Rabu (28/7), asing mencatatkan nilai beli bersih atas saham INCO sebesar Rp55,09 miliar. Dalam sepekan terakhir, total net buy asing INCO mencapai Rp156 miliar. Aha