Media Asuransi, JAKARTA – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyebutkan dalam waktu kurang dari enam bulan ke depan pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis yang terfokus untuk mempercepat pemulihan dan menjaga momentum pertumbuhan.
Mengutip CORE Midyear Review 2025 bertajuk ‘Terhimpit Pemulihan Domestik, Terguncang Risiko Global‘, Selasa, 29 Juli 2025, CORE Indonesia mengungkapkan, ada beberapa langkah penting yang dapat segera dilakukan yakni:
1. Memperluas dan memperpanjang paket stimulus ekonomi
Program bantuan tunai langsung perlu diperluas jangkauannya untuk menjangkau lebih banyak rumah tangga menengah ke bawah, dengan fokus khusus pada pemulihan kemampuan konsumsi makanan pokok. Pemerintah juga bisa mempertimbangkan kebijakan diskon tarif listrik mengingat biaya listrik menyumbang rata-rata 10 persen pengeluaran rumah tangga Indonesia.
|Baca juga: Danantara Genjot 22 Program Strategis Tuntas hingga Akhir 2025, Termasuk Restrukturisasi Asuransi!
|Baca juga: 22 Program Strategis Danantara Dapat Catatan Khusus dari Komisi VI, Apa Itu?
2. Pemerintah dapat membuka opsi insentif bersyarat
Insentif ini diberikan kepada perusahaan yang tidak melakukan PHK. Insentif akan berupa keringanan pajak penghasilan badan, subsidi upah karyawan, atau akses kredit berbunga rendah. Paralel dengan ini, program padat karya di sektor infrastruktur dan layanan publik bisa digunakan solusi jangka pendek untuk menyerap 11,1 juta pekerja informal yang kehilangan kesempatan kerja layak.
3. Percepat eksekusi belanja pemerintah yang bersifat strategis
Pemerintah perlu membentuk fiscal delivery task force lintas kementerian/lembaga guna mengatasi berbagai hambatan dalam realisasi anggaran. Selain itu, insentif kinerja dan pelaporan berbasis hasil perlu diintegrasikan ke dalam mekanisme penganggaran agar belanja prioritas dapat terealisasi lebih cepat dan tepat sasaran.
|Baca juga: Bos Danantara Cabut di Tengah Rapat Kerja dengan DPR, Ada Apa?
|Baca juga: Danantara Diminta Hindari Model Konglomerasi yang Tidak Produktif, Ternyata Ini Alasannya!
4. Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh dan pemetaan sektoral terhadap hambatan non-tarif (NTM) Indonesia sebelum menerapkan penghapusan NTM secara selektif untuk produk asal Amerika Serikat
Sebagaimana yang pernah disampaikan pada COREInsight April Silam. Penghapusan tersebut harus didasarkan pada prinsip resiprositas, transparansi, dan non-diskriminasi, serta disertai kajian dampak terhadap sektor domestik yang rentan. NTM yang berfungsi melindungi kesehatan, keamanan pangan, dan lingkungan tetap perlu dipertahankan sesuai standar internasional, agar kebijakan perdagangan tidak hanya berpihak pada kepentingan jangka pendek, tetapi juga menjaga kedaulatan regulasi nasional dan daya saing industri dalam negeri
5. Pemerintah perlu melakukan optimalisasi penyerapan produk lokal
Dalam hal ini pemerintah melalui Bulog perlu menambah komoditas strategis lainnya selain beras seperti jagung dan daging ayam serta memberikan subsidi kepada industri hilir agar menggunakan bahan baku domestik. Misalnya, memberikan subsidi jagung untuk pakan ternak peternak skala kecil.
6. Mempercepat hilirisasi komoditas pertanian menjadi produk bernilai tambah
Pentingnya membangun linkage antara petani/peternak dan industri menengahbesar yang didukung modernisasi teknologi dimulai dari produksi, usai panen dan pengolahan sehingga dapat meningkatkan daya saing produk lokal.
|Baca juga: Dukung Program 3 Juta Rumah Pemerintah, BNI (BBNI) Siap Salurkan 25 Ribu Unit KPR FLPP
|Baca juga: BJB (BJBR) Wujudkan Mimpi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Miliki Rumah Pertama
7. Melindungi industri domestik dari serbuan impor ilegal yang murah melalui pengetatan verifikasi impor dengan melibatkan jasa Testing, Inspection, and Certification (TIC)
Selain itu perlu adanya penambahan anggaran subsidi untuk industri kunci seperti makanan-minuman, petrokimia, logam dasar, dan elektronik yang dapat menekan biaya produksi seperti subsidi energi dan infrastruktur pendukung agar mampu bersaing dengan produk impor.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News