Media Asuransi, JAKARTA – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dibawa ke dalam pembicaraan tingkat II pada rapat paripurna yang akan datang.
Usai beleid ini disahkan, status Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan berubah menjadi Badan Pengaturan (BP). Kendati demikian, Anggota Komisi VI Rivqy Abdul Halim memberikan sejumlah catatan agar pemerintah memberikan perhatian terkait arah pengelolaan BUMN sejalan dengan amanat konstitusi.
|Baca juga: Bank Victoria Syariah Resmi Berubah Nama Jadi Bank Syariah Nasional, Logo Ikut Diubah!
|Baca juga: Proyeksi IHSG dan 4 Saham Berpeluang Cuan Hari Ini
Ia menegaskan seluruh kebijakan dan tata kelola BUMN harus berpijak pada Pasal 33 UUD 1945. “Perumusan kebijakan, pengaturan, dan pengelolaan BUMN harus didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945,” kata Rivqy, dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 30 September 2025.
Rivqy mengingatkan Pasal 33 UUD 1945 menegaskan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Prinsip kekeluargaan dan orientasi kesejahteraan rakyat tidak boleh hilang dalam setiap keputusan terkait BUMN,” ucapnya.
Selain itu, juga disepakati perubahan nomenklatur lembaga pemerintah pengelola BUMN dalam bentuk BP BUMN. Dengan nomenklatur baru ini, menurutnya, pengelolaan BUMN bisa lebih optimal dan menghindarkan kerancuan kewenangan dengan Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Danantara.
“Kami mengusulkan Badan Pengaturan BUMN berwenang menyetujui atau tidak menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh BPI Danantara,” jelas Rivqy.
Seperti diketahui, nomenklatur Kementerian BUMN akan diganti menjadi Badan Pembaruan (BP) BUMN lewat revisi UU BUMN. Perubahan kementerian menjadi badan ini menjadi poin pertama hasil rapat Komisi VI DPR dengan pemerintah terkait RUU BUMN.
Rivqy menekankan pentingnya kehati-hatian dalam pengelolaan perusahaan negara. Ia menegaskan dalam pengelolaan keuntungan dan kerugian BUMN merupakan tanggung jawab dari BUMN sendiri. “Kami juga mendorong adanya pengaturan kewenangan BPK dalam memeriksa BUMN sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada,” jelasnya.
|Baca juga: Bank Mega Syariah Bidik Pembiayaan FLPP Tumbuh 50% di 2025
|Baca juga: Mendag Budi Ramal Ekspor RI Bakal Melejit Usai Penandatanganan CEPA
Dirinya menambahkan catatan-catatan yang menjadi pandangan ini tidak hanya sebagai panduan pelaksanaan revisi UU BUMN, melainkan juga sebagai evaluasi terhadap pengelolaan BUMN selama ini yang dinilai masih menghadapi masalah serius.
“Selama ini BUMN sering dikritisi karena tidak profesional, bahkan dianggap menjadi sapi perah dan alat bagi-bagi kekuasaan,” tutup Rifqy.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News