Media Asuransi, JAKARTA – PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) menilai penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun depan diperkirakan mengalami penurunan. Kondisi itu bakal terjadi seiring pembiayaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 yang juga mengecil.
Head of Research and Market Information Departemen PHEI Salvian Fernando menjelaskan outlook penerbitan SBN tidak lagi sebesar tahun ini karena proyeksi pendapatan negara akan meningkat. Kondisi itu bisa berdampak pada berkurangnya kebutuhan pemerintah untuk mengandalkan utang dari SBN.
|Baca juga: Suku Bunga FLPP Tetap 5%, Prabowo Tegaskan Kebijakan Pro Rakyat!
|Baca juga: Prudential Syariah Luncurkan PRUHeritage, Berikan Perlindungan hingga Usia 100 Tahun
“Kenapa bisa seperti itu? Karena pendapatan negaranya diprediksi meningkat, penurunan outlook dari pembatasan SBN inilah, kalau ada pembiayaan, anggarannya turun, ada kemungkinan yang driver untuk demand, obligasi pemerintah mengalami peningkatan,” kata Salvian, dalam Market Outlook Obligasi Q4-2025, di Jakarta, Selasa, 30 September 2025.
Di sisi lain, Salvian menyoroti langkah pemerintah menempatkan dana Rp200 triliun di bank pelat merah seperti BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, hingga BSI. Menurutnya dana jumbo itu bisa memberikan efek berganda ke perekonomian karena tidak bisa digunakan untuk membeli SBN
“Dan yang saya suka adalah dana ini dikunci. Artinya tidak boleh dipakai oleh perbankan untuk membeli SBN. Which kita sudah lihat di data yang tadi ownership, bank sudah meng-collect SBN kita tahun ini sudah sangat masif,” imbuhnya.
Dengan penurunan penerbitan SBN, PHEI memprediksi pasar obligasi korporasi bisa lebih hidup. Hal ini ditopang oleh ekspektasi penurunan suku bunga, baik dari The Fed yang diperkirakan memangkas bunga 50 basis poin secara bertahap hingga akhir tahun, maupun dari Bank Indonesia (BI) yang diproyeksi masih akan memangkas sekali atau dua kali lagi.
“Lalu Bank Indonesia (BI), kalau kita lihat mungkin masih akan menurunkan suku bunga, walaupun tidak agresif lagi, mungkin sekali atau dua kali lagi di tahun ini menurut saya,” ujar Salvian.
|Baca juga: KPPU Kenakan TikTok Denda Rp15 Miliar Gara-gara Telat Lapor Akuisisi Tokopedia
|Baca juga: Bank Victoria Syariah Resmi Berubah Nama Jadi Bank Syariah Nasional, Logo Ikut Diubah!
Selain itu, PHEI juga memperkirakan nilai tukar rupiah akan lebih stabil, bergerak di kisaran Rp16.500 hingga Rp17.000, dengan imbal hasil obligasi cenderung turun. Menurut Salvian penurunan imbal hasil bisa membuat biaya pendanaan lebih murah, sehingga korporasi lebih agresif menerbitkan obligasi.
“Nanti pun kita harap ketika implementasi dari kebijakan pemerintah sudah kembali berjalan, mungkin inflow asing akan meningkat, akan kembali yang tadinya keluar. Dan penerbitan obligasi korporasi juga mungkin akan meningkat, karena melihat cost of funds juga sudah lebih murah, karena imbal hasilnya turun signifikan,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News