1
1

Perlukah Unitlink Dimoratorium atau Dihapuskan?

Media Asuransi, JAKARTA – Akhir-akhir ini merebak pemberitaan mengenai nasabah yang menjadi korban dari produk asuransi unitlink. Para nasabah ini pun bergerilya ke semua stakeholder di negeri ini, termasuk berkirim surat ke Presiden RI Joko Widodo untuk mengadukan nasibnya agar mendapatkan penyelesaian.

Terbaru, kelompok yang menamakan diri sebagai Komunitas Korban Asuransi yang dikoordinir oleh Maria Trihartati ini, mengadu ke Komisi XI DPR agar produk asuransi unitlink ini dimoratorium bahkan dihapus karena dinilai merugikan masyarakat. “Saya mohon asuransi unitlink ini dihapuskan, demi masyarakat Indonesia saya mohon asuransi unitlink dihapuskan,” ujarnya di hadapan pimpinan dan anggota Komisi XI DPR, belum lama ini. 

Sejumlah anggota DPR yang hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut pun mengamini tuntutan tersebut. Namun, langkah moratorium atau penghapusan unitlink tentu perlu didasarkan atas kajian komperehensif, bukan semata berdasar pengaduan yang belum tentu mewakili mayoritas nasabah unitlink. Apalagi bila moratorium atau penghapusan unitlink ini memiliki dampak sistemik terhadap industri jasa keuangan Tanah Air. Jangan sampai nila setitik, merusak susu sebelanga. 

Tak hanya melalui jalur formal, gerakan komunitas ini juga sangat massif di media sosial, mereka melakukan ‘black campaign’ dengan membagikan pengalaman atau testimoni buruknya memiliki produk asuransi unitlink. 

|Baca juga: Mau Beli Unitlink, Baca Dulu Penjelasan Berikut

Lantas apakah semua nasabah produk unitlink memiliki pengalaman yang sama? Bila jawabannya tidak, kenapa hanya mereka yang bermasalah? Akar masalah inilah yang sebenarnya perlu diurai dan diselesaikan agar solusi atas permasalahan ‘kisruh’ produk unitlink ini tidak salah obat dan kontraproduktif terhadap industri asuransi yang fungsi utamanya adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat atas berbagai risiko. 

Produk unitlink adalah produk asuransi jiwa yang memiliki dua manfaat sekaligus yaitu memberikan proteksi asuransi jiwa dan memiliki nilai tunai yang berasal dari hasil investasi yang nilainya bervariasi sesuai dengan nilai aset investasi. Unitlink juga dikenal dengan istilah Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI). 

Perlu dicatat bahwa asuransi unitlink bukan produk tabungan sehingga potensi nilai tunainya tidak tetap tetapi sangat bergantung pada potensi imbal hasil investasi yang dipengaruhi oleh jenis penempatan dana investasi yang dipilih nasabah dan kondisi pasar. Sehingga nilai tunai produk unitlink memiliki risiko fluktuasi dimana nilai tunai bisa bertambah saat imbal hasil positif dan juga nilai tunai bisa berkurang saat imbal hasil negatif.

Kombinasi antara proteksi dan investasi pada produk unitlink ini membuat produk ini menjadi primadona. Pasalnya, ketika nasabah tidak melakukan klaim selama periode pertanggungan, si nasabah tetap dapat menerima nilai tunai dari hasil penempatan investasinya. Artinya, uang premi yang sudah dibayarkan tidak hangus begitu saja.

|Baca juga: Unitlink Sebaiknya Dipasarkan pada Kalangan Tertentu

Hal ini berbeda dengan produk asuransi tradisional, yakni uang premi yang dibayarkan akan hangus bila tidak ada klaim selama periode pertanggungan. Makanya produk PAYDI ini rencananya akan diperluas ke produk asuransi umum agar saat tidak ada klaim, nasabah bisa tetap mendapatkan dana pengembalian dari nilai tunai hasil investasinya. Tentu, nilai tunainya sendiri bukan fixed return tetapi sangat fluktuatif sesuai dengan kondisi pasar modal. 

Tidak hanya di Indonesia, unitlink juga dipasarkan di negara lain misalnya Singapura dimana unitlink dikenal sebagai investment-linked insurance product (produk asuransi terkait investasi) atau investment-linked insurance policy (polis asuransi terkait investasi). Di India, asuransi unitlink dikenal dengan istilah Unit Linked Insurance Plan (ULIP). Di negara maju seperti Inggris juga dipasarkan produk Insurance with Investment atau investment-linked life insurance.

Di Indonesia sendiri, produk asuransi unitlink dikenalkan pada tahun 1998 oleh Manulife dan Prudential yang kemudian diikuti oleh perusahaan asuransi jiwa lainnya. Secara bisnis, pendapatan premi dari unitlink masih mendominasi dengan kontribusi mencapai 62,5% per kuartal III/2021 dari total perolehan premi asuransi jiwa. Jika dibandingkan dengan periode yang sama 2020 pun premi unitlink tercatat tumbuh 9% menjadi Rp93,31 triliun dari Rp85,57 triliun.

Bahkan dalam rentang 10 tahun terakhir, kinerja produk unitlink diklaim meroket hingga 10.000%, sedangkan asuransi tradisonal hanya tumbuh 380%. 

|Baca juga: Unitlink Masih Jadi Produk Primadona Asuransi Jiwa di Semester I/2021

Data-data tersebut setidaknya membuktikan bahwa produk asuransi unitlink memiliki kinerja yang baik dan diterima oleh masyarakat. Di sisi lain, persepsi masyarakat terhadap produk asuransi unitlink juga tergolong positif. 

Survei yang dilakukan oleh YouGov, lembaga survei asal Inggris, terhadap 2.000 responden di seluruh Indonesia pada Juli 2021, menunjukkan bahwa sebanyak 89% responden pemilik asuransi unitlink memiliki sentiment positif atau netral. Sementara itu, responden dari nasabah yang sudah menutup polisnya menunjukkan persepsi yang baik dimana sebanyak 14% sangat positif, 24% cukup positif, dan sebanyak 41% netral. Adapun responden yang memiliki sentimen negatif tercatat hanya 21% yang terindikasi akibat nilai investasi yang tidak sesuai harapan.

Akar Masalah

Adanya faktor misselling inilah yang ditengarai menjadi biang kerok nasabah merasa tidak mendapatkan hasil atau nilai tunai yang sesuai dengan yang ditawarkan oleh tenaga pemasar atau agen. Sepanjang 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah pengaduan konsumen mengenai unitlink mencapai 593 pengaduan,  mayoritas aduan adalah terkait kasus misselling

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) juga menyebut bahwa misselling merupakan kecurangan yang sering ditemukan dalam industri asurasni. Menurut Koordinator Komisi Advokasi BPKN, Rizal Halim, misselling biasa dilakukan oleh agen dengan memberikan penjelasan yang tidak sesuai dengan detail produk yang sebenarnya atau menjelaskan produk tidak secara rinci. 

Artinya, dalam kasus aduan unitlink ini akar masalah sebenarnya adalah pada proses pemasaran atau penjualannya terjadi praktik misselling yang dilakukan oleh agen asuransi. Bukan pada produk unitlink-nya karena ternyata ada juga nasabah yang merasa diuntungkan dengan produk unitlink. 

|Baca juga: Ini Dia Penyebab Nilai Tunai Unitlink Bisa Berkurang

Dengan demikian, harusnya yang dibenahi adalah proses penjualannya agar lebih transparan, patuh pada aturan atau kode etik yang ada, persyaratan ketat bagi agen yang bisa menjual unitlink, dan memastikan bahwa calon nasabah telah teredukasi dan terinformasi secara komprehensif tentang manfaat, beban biaya, dan risiko terkait unitlink. 

Bila memang produk unitlink ini dianggap sebagai produk yang rumit alias sophisticated sehingga hanya layak dijual kepada kelompok masyarakat tertentu, ya buatlah aturannya agar unitlink tidak dijual bebas. 

Ibarat mengatasi hama tikus di lumbung padi, bukan dengan cara membakar lumbungnya, tapi dengan cara menangkap tikusnya dan membuat penangkal agar tikus yang lain tidak masuk. 

Mencuatnya kasus aduan nasabah unitlink ini harus menjadi momentum bagi industri perasuransian Tanah Air untuk berbenah, khususnya di sistem keagenan, dalam rangka menutup berbagai celah atau ruang terjadinya praktik-praktik yang berpotensi merugikan nasabah. Bisnis asuransi adalah bisnis kepercayaan, sehingga kepercayaan masyarakat untuk berasuransi harus dijunjung tinggi.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post BRI Life Optimalkan Layanan Melalui Sentralisasi Contact Center 
Next Post Sequis Financial dan J Trust Bank Menjalin Kerja Sama

Member Login

or