Media Asuransi, JAKARTA – Aksi akuisisi dan merger perusahaan asuransi di luar negeri disebut sudah lumrah terjadi dibandingkan dengan di Indonesia dalam rangka mendukung pertumbuhan dan penguatan. Guna memperkuat, tidak ada salahnya konsolidasi dilakukan terutama dalam rangka meningkatkan penetrasi asuransi di Tanah Air.
Ketua Kupasi Wahyudin Rahman mengatakan secara kuantitas jumlah perusahaan asuransi di Indonesia terbilang banyak, termasuk dibandingkan dengan di Eropa. Bahkan, jumlah perusahaan asuransi di kawasan ASEAN juga relatif sedikit karena sudah ada aturan yang kuat terkait ketentuan modal.
“Kalau kita lihat ASEAN saja, perusahaan asuransi di bawah 50, itu sudah life dan general. Karena memang ada pembatasan dan ketentuan modal itu sudah lama sangat mengakar dan kuat serta sudah diatur sejak lama di 2000an,” kata Wahyudin, yang juga pengamat asuransi, dikutip dari Youtube TVAsuransi, Selasa, 27 Februari 2024.
|Baca juga: Diduga Langgar UU Pendidikan Tinggi, KPU Panggil 4 Pinjol soal Pinjaman Mahasiswa
Aturan ketentuan modal yang kuat dan diatur sejak lama itu yang membuat aksi akuisisi dan merger marak terjadi di wilayah tersebut. Sedangkan di Indonesia, tambahnya, banyak kebijakan akomodatif yang membuat perusahaan asuransi tidak melakukan konsolidasi dalam rangka memperkuat skala bisnis.
“Kita itu karena kepentingan usaha dan bisnis, diakomodasi semua dalam ruang lingkup usahawan. Ya akhirnya memang berkembang seluruh perusahaan asuransi di Indonesia,” ucapnya.
Mengalami persoalan
Ia menegaskan tidak adanya aturan mengikat terkait aturan modal untuk struktur perusahaan asuransi di Indonesia yang membuat perusahaan asuransi dalam 5-10 tahun ke belakang sering mengalami persoalan. Bahkan, kondisi itu juga memberikan kerugian dari sisi nasabah perusahaan asuransi di Tanah Air.
|Baca juga: AAUI Prediksi 12 Perusahaan Asuransi Tak Mampu Penuhi Modal Minimum Rp250 Miliar
“Tidak ada aturan yang mengikat terkait dengan modal untuk struktur perusahaan asuransi itu sendiri sehingga ujungnya banyak kejadian-kejadian yang memang merugikan nasabah. Terus adanya beberapa financial statement yang memang kurang dari diperkenankan regulasi. Itu kan banyak yang terjadi dalam 5-10 tahun dari saat ini,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News