Media Asuransi, JAKARTA – JB Boda Insurance Brokers bekerja sama dengan Indonesia Re, Swiss Re, dan Verisk, menyelenggarakan ‘International Reinsurance and Cat Modelling Seminar’ yang berlangsung setengah hari, Senin, 18 Maret 2024.
Seminar yang dihadiri oleh perwakilan dari 15 perusahaan asuransi dan satu perusahaan reasuransi ini, mengundang para ahli dari market reasuransi dalam negeri dan luar negeri sebagai pembicara, yaitu, Technical Operations Director PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) Delil Khairat, Senior Client Underwriter Swiss Re Asia Pte Ltd, Shunyu See, Senior Property Treaty Underwriter Swiss Re Asia Pte Ltd, Oh Tian Yu, Assistant General Manager Analytics -J B Boda & Co (S) Pte Ltd, Johannes Ziegler, dan VP & Managing Director SE Asia, India, Middle East & ANZ Verisk, Ashis Jain.
Seminar ini diinisiasi oleh JBBoda Viva Indonesia Reinsurance Brokers ini bertujuan memberikan satu edukasi dan informasi tentang bagaimana kondisi reasuransi saat ini di luar negeri. Sejak tahun 2022 sampai 2023, perusahaan asuransi umum di Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan kapasitas reasuransi dari luar negeri yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya banyaknya terjadi kerugian yang disebabkan natural catastrophe.
Ricky Natapradja menyampaikan bahwa beberapa bulan terakhir dia melihat melihat ceding company seperti kesusahan kapasitas, karena memang mengecil yang tadinya co insurance banyak member-nya sekarang dikurangi, yang tadinya kapasitas luar ready dan setiap saat bisa didapat dengan mudah sekarang makin ketat.
“Jadi saya lihat ada gap, ada kesenjangan kenapa kapasitas susah masuk ke Indonesia. Ternyata bukan tidak ada kapasitas, tapi mereka (reasuransi luar negeri) butuh kenyamanan, bahwa yang kita underwrite fisibilitasnya tinggi, tercapai minimun level standarnya,” ungkap Ricky.
Ricky menambahkan, bahwa info yang dia dapat saat ke luar negeri, reasuransi luar negeri tidak mengatakan kalau mereka tidak mau meng-cover risiko Indonesia, namun informasi yang disampaikan ke mereka sangat minim. Karena itu menurutnya pelaku asuransi di Indonesia perlu detail lagi dalam memberikan informasi.
“Harus ada cat modeling untuk melakukan analitik tentang kemungkinan risiko bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan sebagainya. Di-maping seakurat mungkin, sehingga pricing atau penentuan premi dari segala lapisan bisa lebih akurat lagi dan lebih mencukupi,” jelasnya.
Arief
editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News