Sering dikatakan bahwa hidup itu pilihan. Tapi suatu pilihan, tentunya, punya konsekuensi atau akibat justru karena pilihan tersebut. Ini terjadi pada seorang dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada sekitar tahun 1960-an. Entah karena minat atau talenta, Pak Dosen ini selain mengajar juga berbisnis. Misalnya, mengekspor rumput laut dari pemasok dalam negeri.
Ketika Dosen FE UI Widjojo Nitisastro, selesai kuliah program doktor di University of California, di kampus Berkeley, Amerika Serikat, dan menjadi Dekan FE-UI, ada peraturan baru. Yaitu setiap dosen harus full time berada di kampus. Harus memilih: mau terus jadi dosen atau pekerjaan lainnya, seperti bisnis.
Tampaknya, Pak Dosen yang juga berbisnis ini harus menghadapi pilihan yang sulit. Karena dia sendiri juga kuliah di Amerika Serikat setelah lulus dari FE-UI, dan senang menjadi dosen di almamaternya. Akhirnya, Pak Dosen ini memilih untuk berbisnis dan meninggalkan profesi dosen di FE-UI.
Harry Harmain Diah, Pak Dosen yang memilih bisnis sebagai profesinya, kemudian menjadi tokoh perasuransian Indonesia. Tampaknya, di samping sebagai pengusaha yang mengekspor rumput laut, dia juga berusaha di sektor jasa keuangan, seperti asuransi.
Harry Diah sedang berencana untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa patungan (joint venture life insurance). Tapi, ungkapnya suatu ketika kepada saya, bahwa ketika dia akan mendirikan perusahaan asuransi jiwa patungan sulit sekali memperoleh izinnya. Karena banyak yang menuduhnya sebagai kepanjangan tangan dari perusahaan asuransi asing dan kurang nasionalisme. Tapi, ia tidak menyerah.
Kebetulan, teman satu kampus ketika ia menjadi dosen di Universitas Indonesia, menjadi Menteri Keuangan RI di bawah Presiden Jenderal Soeharto. Maka ia berusaha untuk memperoleh izin dari Menteri Keuangan RI, Ali Wardhana. Sulit untuk menemui seorang menteri, maka ia pun mencari tahu ke mana Menteri Keuangan RI akan pergi ke luar negeri.
Kebetulan Menteri Keuangan RI, Ali Wardhana akan bertugas ke luar negeri dengan pesawat komersial. Harry Diah memperoleh tiket satu pesawat dengan Ali Wardhana. Setelah memperoleh izin untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa patungan yang dicita-citakannya, ia turun di Hong Kong, sedangkan pesawat yang ditumpangi Menteri Keuangan, Ali Wardhana terus menuju ke negara lain.
Harry Diah sebenarnya sudah mendirikan perusahaan asuransi jiwa pada 1975, yang bernama PT Asuransi Jiwa Ikrar Abadi. Dengan izin yang diperolehnya, dia menggandeng American International Assurance (AIA). Berdirilah perusahaan asuransi jiwa patungan pertama di Indonesia, yang bernama PT Asuransi Jiwa Ikrar Abadi, yang merupakan patungan dengan American International Assurance pada 1982. Dikenal dengan AIA Indonesia.
Tetapi, tampaknya, masih ada saja persoalan yang menghadang perusahaan asuransi jiwa patungan PT Asuransi Jiwa Ikrar Abadi. Ketika ada global financial crisis pada September 2008, yang dipicu oleh ambruknya banyak perusahaan keuangan Amerika Serikat, ternyata berimbas pada perusahaanperusahaan yang joint venture dengan Amerika Serikat.
Termasuk PT Asuransi Jiwa Ikrar Abadi yang berpatungan dengan AIA, meski berbadan hukum di Indonesia. Harus melepas nama AIA. Tapi Harry Diah tidak menyerah. Maka pada 2009, berdirilah PT Avrist Assurance sampai sekarang sebagai kelanjutan dari PT Asuransi Jiwa Ikrar Abadi.
Harry Diah memperoleh penghargaan dari kampusnya. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. Bahkan, memperoleh pernghargaan dari Presiden RI Joko Widodo sebagai salah satu Tokoh Keuangan RI.
PT Avrist Assurance kemudian tahun 2000 mulai memasarkan unitlink atau yang juga disebut sebagai PAYDI (produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi).
Terlepas dari hiruk-pikuk mengenai produk unitlink atau PAYDI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan peraturan baru mengenai produk unitlink ini pada 2022. Lebih ketat. Jadi, nasabah atau tertanggung silakan pilih: produk tradisional atau produk unitlink. Dan, setiap pilihan, pasti punya risiko.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News