Media Asuransi, JAKARTA – Kondisi ekonomi global saat ini masih terus diwarnai oleh ketegangan geopolitik yang mengancam stabilitas. Dalam hal ini, ketegangan antara Iran dan Israel memiliki risiko bagi perekonomian dunia karena berdampak terhadap pergerakan harga minyak.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) yang masih tumbuh baik namun inflasi belum menurun pada level yang diharapkan mendorong The Fed untuk menunda penurunan suku bunga sehingga memicu kekhawatiran akan arus modal keluar atau capital outflow.
“Dinamika tersebut di atas membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan,” kata Sri Mulyani, dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin, 10 Juni 2024..
IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia di angka 3,2 persen. Sementara OECD dan Bank Dunia memprediksi di angka yang lebih rendah yaitu 2,9 persen dan 2,4 persen. Untuk inflasi, proyeksi inflasi dunia rata-rata ada di angka 5,9 persen dan ini turun dari angka 6,8 persen di tahun sebelumnya.
|Baca juga: Allianz Syariah Tingkatkan Literasi dan Penetrasi, Ini Strateginya
“Begitu juga untuk inflasi negara-negara maju yang sudah menurun di level 2,6 persen. Sementara untuk negara berkembang, proyeksi inflasi tahun ini ada di level 8,3 persen,” tuturnya.
Meskipun situasi global menunjukkan tanda-tanda perlambatan, namun Indonesia mempertahankan aktivitas manufaktur yang ekspansif, serta indeks kepercayaan konsumen yang masih tinggi di angka 127,7. Hal itu membuat ekonomi Indonesia kembali tumbuh menguat di triwulan I/2024 mencapai 5,11 persen.
Sri Mulyani Indrawati menilai sektor konsumsi rumah tangga masih menjadi salah satu faktor yang berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi ini. “Pertumbuhan kita yang sudah disampaikan oleh BPS di 5,11 persen itu relatif dilihat dari sisi yang cukup menggembirakan,” ucap Sri Mulyani.
“Meskipun tentu kita harus lihat berbagai faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ini satu konsumsi rumah tangga ada sedikit di bawah lima persen yaitu dari 4,9 persen. Namun kalau kita lihat tiga tahun berturut-turut pertumbuhan konsumsi rumah tangga di 4,9 persen atau bahkan tahun lalu 4,8 persen itu relatively comparable,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News