1
1

Tiongkok Bakal Capai Target Energi Surya dan Angin pada 2025

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, GLOBAL – GlobalData memperkirakan Tiongkok akan mencapai target energi surya dan angin pada tahun 2025 atau lima tahun lebih cepat dari rencana yaitu 2030.

GlobalData mencatat kapasitas fotovoltaik surya (PV) Tiongkok mencapai 609,5 GW pada tahun 2023, sedangkan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin di darat dan lepas pantai masing-masing mencapai 408,1 GW dan 37,7 GW. Negara ini berada di jalur yang tepat untuk melampaui target tahun 2030 dengan selisih yang signifikan, dan mencapai pencapaian ini lima tahun lebih cepat dari jadwal pada tahun 2025.

Pada tahun tersebut, kapasitas kumulatif pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin darat, dan pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai diperkirakan akan mencapai 1.104,6 GW, masing-masing 560,8 GW, dan 54,7 GW. Hal ini akan menghasilkan total kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga angin sebesar 1.720 GW, sehingga melampaui target awal yang ditetapkan sebesar 1.200 GW pada tahun 2030.

|Baca juga: 2 Sisi Mata Uang Koin Nol Emisi Karbon dan Pembangunan Berkelanjutan

Laporan terbaru GlobalData, “China Power Market Size, Trends, Regulations, Competitive Landscape and Forecast, 2024-2035” di Tiongkok mengungkapkan bahwa pembangkit listrik tenaga surya diperkirakan akan mempertahankan statusnya sebagai sumber energi terbarukan yang dominan hingga tahun 2035. Insentif keuangan dan dukungan kebijakan merupakan hal yang penting sebagai salah satu pendorong utama yang memfasilitasi pencapaian target lebih cepat dari jadwal.

Sudeshna Sarmah, Power Analyst di GlobalData, menjelaskan meskipun ada kemajuan besar dalam pengembangan kapasitas energi terbarukan, Tiongkok masih sangat bergantung pada energi panas. Ketergantungan besar negara ini pada pembangkit listrik berbasis batu bara menimbulkan dua tantangan utama.

Pertama, polusi dari pembangkit listrik tenaga batu bara telah berkontribusi menjadikan kota-kota di Tiongkok sebagai salah satu kota yang paling tercemar secara global. Kedua, produksi batu bara dalam negeri menurun, meski permintaan listrik meningkat. “Kekurangan pasokan dan permintaan yang signifikan dapat terjadi jika Tiongkok tidak dapat mempertahankan impor batu bara dari Indonesia, sehingga berpotensi membahayakan keamanan energi,” katanya dalam laporan dikutip, Senin, 17 Juni 2024.

Pemerintah berupaya mengatasi tantangan ini dengan berkonsentrasi pada pembangkitan energi terbarukan. Namun demikian, kendala utama adalah infrastruktur jaringan listrik yang tidak memadai; banyak proyek energi terbarukan telah ditunda karena kapasitas penggunaan yang tidak memadai. Pengembangan jalur transmisi baru dan jaringan smart grid yang komprehensif, yang mampu menyelaraskan sifat variabel pasokan energi terbarukan dengan permintaan konsumen, sangatlah penting. Namun, hal ini memerlukan investasi yang besar.

|Baca juga: Rencana Pemerintah Turunkan Target Energi Terbarukan Dipertanyakan Masyarakat Sipil

Sarmah menambahkan pada tahun 2023, pembangkit listrik tenaga surya PV menyumbang 20,9% dari total gabungan kapasitas terpasang, sementara pembangkit listrik tenaga angin di darat dan lepas pantai masing-masing menyumbang 14% dan 1,3%. Pada tahun 2030, PV surya diproyeksikan akan mewakili 41,8% dari total bauran kapasitas listrik di negara ini. Selain itu, pembangkit listrik tenaga angin darat dan lepas pantai diperkirakan memiliki pangsa masing-masing sebesar 16,8% dan 2,1%.”

Sarmah menyimpulkan sektor ketenagalistrikan Tiongkok mengalami kekurangan yang signifikan pada tahun 2012, yang memaksa pemerintah untuk memulai proses peningkatan kapasitas. Akibatnya, inisiatif ini telah menyebabkan situasi di mana peningkatan kapasitas telah melampaui konsumsi, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan dan kapasitas pabrik yang kurang dimanfaatkan.

“Transisi ke pendekatan desentralisasi dapat menggantikan proses perencanaan terpusat yang ada, sehingga mendorong pengambilan keputusan yang lebih gesit. Sangat penting bagi pemerintah untuk memberikan prioritas pada pembangunan infrastruktur jaringan listrik dan kemajuan sistem penyimpanan energi, dengan tujuan untuk secara bertahap mengurangi ketergantungannya pada tenaga panas.”

Editor: Achmad Aris

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post MTN senilai Rp500 Miliar Milik BRI Finance Bakal Jatuh Tempo pada September 2024
Next Post ABB dan MASKEEI Gelar Konferensi Nasional Energi Efisiensi

Member Login

or