Media Asuransi, JAKARTA – Aksi massa yang melakukan demonstrasi besar-besaran menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada pada Kamis kemarin menjadi sorotan nasional sebagai aksi terbesar sejak pandemi covid-19 melanda dunia. Demonstrasi dilakukan menanggapi langkah DPR yang dinilai nekat mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70.
Menurut Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, aksi massa tersebut merupakan bentuk kemarahan rakyat atas tindakan DPR yang dianggap tidak mewakili kepentingan publik. “Sudah seharusnya rakyat mengekspresikan kemarahan atas kenekatan DPR itu,” ujar Lucius, di Jakarta, Jumat, 23 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Lucius menegaskan, DPR, sebagai wakil rakyat, seharusnya bekerja demi kepentingan rakyat. Namun justru yang terlihat adalah adanya ‘perselingkuhan’ antara legislatif dan eksekutif untuk mengamankan kepentingan kelompok tertentu.
“Itu akar kemarahan. Di sana berbaur semua bentuk emosi atas berbagai kekecewaan, khususnya kepada DPR yang hampir satu periode bekerja untuk dan demi kepentingan oligarki saja,” tegasnya.
|Baca juga: Survei OCBC: 5 Kebiasaan Buruk Ini Jadi Penyakit Generasi Muda dalam Kelola Finansial
Ia menyayangkan rakyat telah memilih wakil mereka dalam pemilu namun yang ditunjukkan DPR adalah arogansi kekuasaan yang melindungi oligarki. “Kasihan sekali kita memilih mereka saat pemilu ketika mereka secara telanjang mempertontonkan arogansi kekuasaan untuk melindungi oligarki yang ingin mempertahankan kemewahan kekuasaan mereka,” kata Lucius.
Aksi massa yang terjadi di depan Gedung DPR menunjukkan kekecewaan publik terhadap lembaga yang seharusnya menjadi representasi rakyat, namun malah berpihak kepada oligarki. Menurut Lucius, kewenangan legislasi yang dimiliki DPR seolah-olah digunakan sesuka hati, mengabaikan putusan MK yang seharusnya final dan mengikat.
Isu pencalonan Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, sebagai calon gubernur turut memicu kemarahan publik yang merasa dinasti politik Jokowi telah merusak demokrasi demi kepentingan keluarga.
|Baca juga: DPR Pastikan RUU Pilkada Tidak Disahkan Hari Ini
“Luapan emosi massa itu sepertinya begitu kuat dirasakan DPR dan pemerintah. Jika tak segera mengumumkan pembatalan revisi UU, tak bisa kita duga ujung kemarahan publik itu berujung pada revolusi,” ungkap Lucius.
Namun, suasana kembali sejuk setelah DPR memilih untuk tidak melanjutkan rencana pengesahan RUU Pilkada, merespons tekanan dari publik.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News