1
1

Meluruskan Sesat Pikir Program Asuransi Wajib TPL

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Rencana pemberlakuan program asuransi wajib Third Party Liability (TPL) untuk kendaraan bermotor menuai kontroversi. Pemantiknya adalah pernyataan dari salah seorang Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan bahwa program asuransi wajib TPL ini akan berlaku pada Januari 2025, sesuai amanat UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Publik pun bergemuruh karena sebelumnya dianggap tidak ada pemberitahuan, tapi tiba-tiba program asuransi wajib akan diberlakukan. Pro dan kontra menghiasi perdebatan di ruang publik seputar urgensi program ini. Selang dua hari, pejabat OJK tersebut memberikan penjelasan tambahan bahwa program asuransi wajib ini masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum pelaksanaannya. Setelah PP terbit, OJK akan menyusun peraturan implementasi terhadap program asuransi wajib ini.

Reaksi publik yang kontra dengan program asuransi wajib ini umumnya mendasarkan pada argumentasi bahwa program ini tidak urgent, tidak bermanfaat bagi masyarakat, dan hanya akan membebani ekonomi masyarakat menengah bawah. Bahkan tak sedikit pakar kebijakan publik yang menentang keras dengan menuduh program ini sebagai upaya pengumpulan dana publik semata.

Seabrek permasalahan yang melingkupi implementasi program asuransi wajib yang sudah berjalan (JKN dan asuransi kecelakaan Jasa Raharja) pun dijadikan bumbu penegas bahwa ujungnya masyarakat tidak akan mendapat manfaat optimal dari program asuransi wajib TPL ini. Sebuah sesat pikir yang harus diluruskan.

Dalam memahami urgensi pelaksanaan program asuransi wajib TPL kendaraan bermotor ini, secara sederhana mungkin dapat berangkat dari kejadian tabrak lari yang marak terjadi. Di DKI Jakarta saja, jumlah kejadian tabrak lari selama 2021 mencapai 1.312 kejadian. Salah satu alasan penabrak lari adalah takut bertanggung jawab atas kerugian yang dialami korban baik finansial maupun nonfinansial. Seandainya si penabrak merasa bahwa ada pihak lain yang akan menanggung ganti rugi yang timbul, kecil kemungkinan si penabrak akan lari meninggalkan korban.

Nah, asuransi wajib TPL ini hadir untuk memberikan pertanggungan terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga atau korban. Misalnya, ketika Anda lalai saat mengemudi sehingga menabrak motor, pejalan kaki, dan warung, maka kerugian yang timbul akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Selain meringankan beban Anda sebagai penabrak, keberadaan asuransi wajib TPL ini juga memberikan jaminan kepada korban terkait ganti rugi yang akan diterima.

Terlebih dari hasil analisis demografi yang dilakukan oleh Jasa Raharja terhadap kasus kecelakaan sampai dengan Juni 2024, kurang lebih 60 persen masyarakat yang terlibat kecelakaan berada pada usia non produktif, baik pelajar atau mahasiswa maupun lansia. Artinya, perlu ada jaminan atas hak ganti rugi kepada korban kecelakaan yang dalam konteks program asuransi wajib TPL akan ditanggung oleh perusahaan asuransi.

Berdasar data Korlantas Mabes Polri, populasi kendaraan bermotor di wilayah Indonesia per Februari 2024 mencapai 160,65 juta unit terdiri dari 19,91 juta unit mobil pribadi, 269.476 unit bus, 6,12 juta unit kendaraan angkut barang, 134,18 juta unit sepeda motor, dan 154.372 unit kendaraan khusus. Besarnya populasi kendaraan bermotor ini tentu berbanding lurus dengan tingginya potensi ancaman kecelakaan lalu lintas.

Data kepolisian juga mencatat sepanjang 2023 terdapat hampir 150.000 kecelakaan dengan nilai kerugian materi hampir Rp300 miliar. Jika dilakukan rata-rata, maka terdapat kurang lebih kerugian Rp2 juta per kasus kecelakaan lalu lintas. Angka yang tidak kecil untuk ditanggung secara pribadi.

Sesat pikir berikutnya yang harus diluruskan adalah seputar siapa yang harus membayar premi dan berapa? Menurut OJK, bila selama ini asuransi TPL merupakan asuransi tambahan dari asuransi kendaraan, dalam program asuransi wajib ini asuransi TPL akan berdiri sendiri (stand alone). Dari pernyataan ini, harapannya nilai premi asuransi TPL tidak akan besar dan memberatkan masyarakat.

Namun demikian, hingga editorial ini ditulis, memang belum ada penjelasan detail mengenai siapa yang wajib mengikuti program ini dan besaran premi yang akan dikenakan. Dari sisi perusahaan asuransi pun masih menunggu skema dari program asuransi wajib TPL kendaraan bermotor ini akan seperti apa. Artinya, banyak hal yang harus diluruskan, diperjelas, dan disosialisasikan kepada masyarakat agar tidak terjadi sesat pikir yang berujung pada resistensi program yang sebenarnya bermanfaat ini.

Terjadinya sesat pikir di sebagian masyarakat dalam memahami program asuransi wajib TPL kendaraan bermotor ini sebenarnya bisa dimengerti mengingat tingkat literasi asuransi yang masih rendah. Oleh karena itu menjadi tugas bersama antara regulator dan para stakeholders perasuransian nasional untuk meluruskan sesat pikir tersebut. Jangan sampai program yang bagus ditolak masyarakat hanya gara-gara ketidaktahuan atau sesat pikir.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post 4 Rekomendasi Saham MNC Sekuritas untuk Kerek Untung Hari Ini
Next Post Fasilitas Umum Rusak saat Demo Penolakan Revisi UU Pilkada, Ditanggung Asuransi?

Member Login

or