Media Asuransi, GLOBAL – Belakangan ini banyak anak muda yang menghabiskan uang untuk barang-barang mewah seperti perjalanan dan pakaian desainer, alih-alih menabung. Tren ini dikenal sebagai doom spending, yang sering dibahas di media sosial.
Apa itu doom spending?
Menurut Psychology Today yang dilansir dari CNBC International, Selasa, 24 September 2024, doom spending adalah kebiasaan belanja tanpa pikir panjang untuk menghibur diri karena merasa pesimistis tentang kondisi ekonomi dan masa depan mereka.
Ylva Baeckström, dosen senior di King’s Business School, menjelaskan kebiasaan ini tidak hanya tidak sehat tetapi juga bisa berbahaya. Baeckström menambahkan anak muda saat ini terus-menerus terpapar berita buruk secara daring yang membuat mereka merasa dunia seolah berada di ambang kehancuran.
|Baca juga: GOTO Gandeng Tencent untuk Tingkatkan Layanan Ekosistem Digital
|Baca juga: Bikin Bangga! 4 Bank Pelat Merah Ini Masuk Daftar Perusahaan Paling Terpercaya di Dunia
Menurut survei Intuit Credit Karma pada November 2023, sebanyak 96 persen orang Amerika khawatir tentang kondisi ekonomi, dan lebih dari seperempat mengandalkan doom spending untuk mengatasi stres. Fenomena ini juga terjadi di negara lain, seperti yang dialami Stefania Troncoso Fernández, seorang publicist 28 tahun dari Kolombia.
Stefania Troncoso Fernández mengaku belanja berlebihan untuk pakaian dan perjalanan meski pendapatannya menurun. Ia merasa tidak mampu membeli rumah karena program pemerintah untuk meminjam uang untuk investasi properti sudah tidak ada, sehingga harus membayar lebih.
|Baca juga: Top! Tugu Insurance Boyong Penghargaan Asuransi Paling Efisien di BIFA 2024
|Baca juga: Sah! Randy Lianggara Jadi Bos Baru Sun Life di Pasar Berkembang Asia
Survei CNBC menunjukkan hanya 36,5 persen orang dewasa merasa lebih baik secara finansial daripada orang tua mereka, sementara 42,8 persen merasa lebih buruk. Baeckström menyebut doom spending sebagai upaya mengendalikan ketidakpastian, meski justru mengurangi kontrol di masa depan karena menghambat peluang menabung dan investasi.
Dampak lingkungan dan hubungan dengan uang
Daivik Goel, seorang pendiri startup berusia 25 tahun, mengaku pernah mengalami doom spending saat bekerja di perusahaan bioteknologi. Kebiasaan ini muncul karena ketidakpuasan dengan pekerjaan dan tekanan dari teman-teman.
Di Silicon Valley, fenomena ini sangat umum, di mana banyak orang membeli barang-barang mahal sebagai pelarian dari kenyataan bahwa menabung untuk membeli rumah terasa sangat sulit.
Cara mengatasi doom spending
Baeckström menekankan pentingnya memahami hubungan kita dengan uang, karena pengalaman masa kecil dan cara keluarga mengelola keuangan memengaruhi sikap seseorang. Fernández mengakui melakukan doom spending akibat kurangnya literasi finansial.
|Baca juga: Rasio Modal Asuransi Asei Terjun Bebas, Ada Apa?
|Baca juga: Anak Usaha Green Power Group (LABA) Segera Produksi Baterai Pack
Samantha Rosenberg, Co-Founder Belong, merekomendasikan berbelanja secara langsung dan menggunakan uang tunai untuk menghindari pembelian impulsif. Dengan memahami hubungan kita dengan uang, kita dapat mengurangi kebiasaan belanja tidak sehat dan menuju masa depan finansial yang lebih stabil.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News